Hari sekarang adalah hari ahad dimana santriwan santriwati bebas melakukan apapun diluar jam kegiatan, banyak yang menantikan hari ini karena bagi mereka hari yang sangat terbebas dari penjara suci, mungkin juga karena jenuh dengan menghafal, logat kitab, apalagi pelajaran al-fiyah jadi mereka sangat bahagia ketemu hari ahad.
Tidak tentang kegiatan juga kadang santri dan santriwati bertemu yang membuat mereka bahagia, menurut kita itu hal biasa tapi menurut para santri dan santriwati itu hal menarik, segala sesuatu mereka atur apalagi yang berhubungan dengan lawan jenis. Pagi hari yang cerah ini, santriwan santriwati harus membersihkan semua area pesantren, termasuk para ustad dan ustadzah membantu membersihkan.
"Tolong ambilkan sapu lidi!" titah seorang ustadzah kepada santriah.
"Kamu yang memakai cadar hitam, sini!" perintah Ustadz Arifin yang ditunjuk malah menunjuk dirinya sendiri dan itu diangguki oleh ustad Arifin, Ziah langsung menghampiri.
"Iya Ustadz, bisa aku bantu?" tanyanya sambil menunduk.
"Nama kamu siapa?" tanya ustad Arifin yang melihat Ziah dari atas sampai bawah sambil tersenyum bahagia, bahwa sahabatnya tak salah dalam melabuhkan hati.
"Ziah Ustadz."
"Oh ya, Ziah tolong ambilkan tempat sampah di gudang!"
"Baik Ustadz."
Pantas Daffa mau sama kamu Ziah, karena kamu mampu menundukkan dari lawan jenismu, semoga kalian diridoi Allah, batin Arifin melihat punggung Ziah sampai tak terlihat batang hidungnya.
***
Ziah menulusuri gudang yang diperintahkan oleh Ustadz Arifin. Dia mencari semua kepenjuru gudang ternyata ada dipaling pojok. Setelah didapat Ziah mengambil tempat sampah dan berusaha mengeluarkan satu persatu tempat sampah itu, namun kegiatannya berhenti ketika seorang lelaki menegurnya.
"Sedang apa kamu?"
"Astaghfirulloh ngagetin aja kam__" ucapan Ziah terpotong setelah dia tau bahwa yang didepan matanya itu adalah Ustadz Daffa, Ziah langsung menundukkan pandangannya.
Ustadz Daffa juga kaget setelah dia tau siapa yang ditanyainya adalah Ziah santri yang ia kagumi, tapi dia tetap terlihat dingin meskipun rasa kagetnya menyeruak.
"Eh Ustadz maaf, aku disuruh sama sama Ustadz yang tadi buat bawain tempat sampah."
"Ustad mana?" tanyanya dingin, Ziah yang merasa dibegitukan membuat dirinya takut.
"Gak usah takut saya bukan hantu," Ustadz Daffa mengeluarkan tempat sampah yang tadi akan Ziah keluarkan.
Ustadz Daffa tahu jika Ziah itu takut, apakah Ustadz Daffa juga tahu tentang perasaan Ziah terhadap Ustadz Daffa? Menurut pikiran Ziah.
Ziah Menggeleng ngeri dia takut ketauan bahwa dirinya juga kagum.
"Kenapa kamu seperti itu?" tanya Ustadz yang melihat Ziah menggelengkan kepala.
"Hmm tidak Ustadz," jawab Ziah sambil menggeleng.
"Biar saya bantu mengeluarkan, berapa tempat sampah yang harus dibawa?"
"Emm nggak dibilangin, Tadz cuma disuruh bawa aja."
"Sepuluh mampu?"
"Hah?"
"Apa gak sanggup?"
"Sanggup," ucap Ziah pura-pura sanggup padahal dihatinya sangatlah kesal.
Beda dengan Ustadz Daffa, dia senang bisa membuat santriahnya ini cemberut. Dalam hati, ustad Daffa tertawa lepas.
Kamu cantik Ziah, andai kita sudah menikah rasanya ingin aku mencubit pipi tembem mu itu, batin ustad Daffa.
"Baik kalo, saya boleh tau nama kamu siapa?"
"Ziah, Ustad."
"Saya mau tanya ketika ada seseorang yang mencintai mu terus dia meminta dirimu pada orangtua mu, apakah kamu siap?"
"Hah?" Ziah bingung apa yang dimaksud Ustadznya ini.
"Sudah hiraukan saja, ambil ini!"
Ziah yang disodorkan tempat sampah langsung pergi, kata-kata yang baru saja dikeluarkan oleh Ustadz Daffa membuat Ziah bingung, apa maksudnya? Gak jelas banget.
Baru saja depan pintu Ziah terjatuh tempat sampah yang dibawanya ikut jatuh menimpa tubuh Ziah.
BugĀ
Ustad Daffa yang mendengarkan sesuatu yang aneh dari luar langsung keluar melihat apa yang terjadi.
Ternyata setelah dilihat Ziah yang tertimpa tong sampah, Ustadz Daffa yang melihatnya langsung tertawa terbahak-bahak hahahaha.
"Ustad tolong bantuin ish ko malah ketawa sih," jerit Ziah kesal.
Ustad Daffa bukannya membantu dia malah mengencangkan ketawanya membuat Ziah marah.
"Ustad!" teriak Ziah, yang dipanggil langsung membantu Ziah.
"Kamu gak apa-apa?" Kekeh ustad Daffa mengambil tempat sampah dari badan Ziah.
"Apasih malah ketawa mulu orang jatuh bantuin ini malah diketawain gak lucu tau," gerutu Ziah berusaha berdiri sendiri.
"Hahaha, udah berani ya bilang gitu sama Ustadz mu."
Ziah yang sadar dengan apa yang barusan diucapkan langsung meminta maaf.
"Maaf, Ustadz juga sih orang jatuh malah diketawain."
"Jadi kamu menyalahkan saya?"
"Salah mulu, bukan itu mengertilah Ustadz aku males jelasinnya nya."
"Ya ya saya mengerti, tapi jika mencintai mu apa harus mengerti terlebih dahulu?"
"Maksud Ustad?" tanya Ziah sukses menatap ustad Daffa.
Ziah merasa aneh dengan ustad Daffa, kata2 dia sungguh ambigu, sulit tuk dimengerti.
Astaghfirulloh hampir saja ketahuan. Ini mulut memang gak bisa diem, batin Ustadz Daffa.
"Kamu masih kecil, Ziah."
Ziah yang tak terima disebut anak kecil langsung memukul ustad Daffa tanpa henti.
"Aw hey, Ziah!"
Ziah terus membaku hantam ustad Daffa tanpa henti membuatnya meringis kesakitan.
"Ziah, berhenti!" ucap ustad Daffa bentak.
Ziah tersentak kaget pasalnya dia cuma becanda, dia langsung diam menunduk tak kuasa lagi melihat Ustadz Daffa. Baru kali ini Ziah mendengar Ustadz Daffa membentak dirinya, meskipun Ziah tahu bahwa Ustadz Daffa itu tegas tapi ucapan tadi itu kesannya seperti membentak, air mata Ziah keluar tanda dia nangis dan tubuhnya bergetar.
Ziah akan sensitif terhadap orang yang membentaknya karena sedari kecil perlakuan dari orangtuanya sangatlah lembut.
Ustadz Daffa yang melihat tubuh Ziah bergetar dia mendekat kearah Ziah, apakah Ziah nangis? Apa suaranya kesan membentak? Jika seperti itu Ustadz Daffa tidak mau melihat Ziah menangis, dia mendekat ke arah Ziah.
Ziah yang melihat kaki Ustadz Daffa seperti mendekatinya malah mundur, semakin Ustadz Daffa mendekat bukannya lebih dekat malah semakin berjarak.
"Ziah!" panggilnya dengan nada pelan tapi masih didengar oleh Ziah.
Ziah meninggalkan lari sekencanga mungkin dengan isakan tangisnya, suara panggilan dari Ustadz Daffa tak dijawab. Ustad Daffa mengejar Ziah, dia merasa bersalah karena telah membentaknya. Disaat lari Ustadz Daffa terus memanggil berkali-kali tetapi panggilannya tetap Ziah hiraukan.
Ziah berhenti dan berbalik diujung sana ada Ustadz Daffa yang menatap dirinya, Ziah berbalik lagi, disaat Ziah akan lari dia jatuh. Ustadz Daffa yang melihat itu langsung lari menghampiri Ziah dilihat kaki Ziah bengkak.
"Astaghfirulloh kaki kamu bengkak, sini saya bantu," ucap ustad Daffa namun Ziah langsung menggeserkan badannya ketika Ustadz Daffa akan menggendongnya.
"Kenapa? Kaki kamu sakit harus cepat-cepat ke ruang UKS! saya tahu kita bukan muhrim tapi lihat disekitar cuma ada kita berdua."
Ziah melihat kelilingnya dan ternyata benar cuma ada mereka berdua.
"Aku bisa sendiri, Ustadz," ucap Ziah namun kembali terduduk membuatnya semakin meringis kesakitan. Ustadz Daffa langsung menggendongnya ala
"Sudah saya bilang kaki kamu bengkak, kamu gak akan kuat berjalan sendirian," ucap Ustadz Daffa sambil menatap Ziah, setelahnya membawa pergi ke UKS. Ziah yang digendong hanya bisa diam, dia tak kuasa berkata apa-apa lagi.