Chereads / Lantunan Cinta / Chapter 7 - BAB 6

Chapter 7 - BAB 6

Kini waktunya Ziah pulang, mereka sedang berkemas-kemas persiapan. Senang rasanya Ziah bisa pulang meskipun di rumah sakit 2 hari tapi rasanya sangat jenuh berada di RS.

"Udah beres semuanya?" tanya Abi.

"Alhamdulillah, Abi udah yuk!" ajak Ummi.

Mereka sudah berada di mobil, biasa hanya keheningan yang menyapa mereka, berapa waktu kemudian, Ziah ingat dengan yang ucapkan Ara dan apa yang disarankan Umminya.

"Abi," panggil Ziah.

"Iya sayang." 

"Emm, Bi kata Ara sewaktu masih di rumah sakit katanya dia mau ikut ke pondok mau mondok bareng sama Ziah."

"Apakah dia sudah memberi tau orang tuanya? Apakah sudah dia meminta izin?" tanya Abi.

"Hemm sudah, Ziah duga pasti pertanyaan Abi sama Ummi tuh sama hehehe, iyya udah kasih saran sama Ara buat minta izin dulu sama orang tuanya, nanti kalo sudah ada jawaban dari orang tuanya Ara bakal menghubungi."

"Ya sudah nanti kalo ada jawaban bilang ke Abi ya."

"Siap Abi," ucap Ziah semangat.

***

Seorang gadis sedang berkutat di dalam kamar nya mengerjakan PR sekolahnya.

"Aduh ini cara ngerjainnya gimana ya? Sudah ikutin rumus tapi tetep gak ada jawabannya ish bikin pusing saja."

Terus saja gadis itu mengerjakan PR, sudah dari pagi jam 08:00 sampai sekarang jam 12:00 belum keluar kamar. Ketika jam 13:00 ada seorang wanita berparuh bayah menghampiri gadisnya itu.

"Nak sudah ngerjain tugas nya?" tanya wanita berparuh baya itu.

"Belum, Buu susah banget," Keluhnya.

"Ya udah nanti lagi aja ngerjainnya, sekarang makan dulu yuk! Udah Ibu masakin dan udah disiapin di meja makan, lagian dari pagi juga loh kamu ngerjain belum keluar kamar."

"Ya udah aku makan dulu ya, Bu. Oh iyaa sehabis makan Ibu nggak kemana-manakan?" tanya nya.

"Enggak, emang nya mau apa?"

"Nanti aja ya, Bu aku mau makan dulu," ucapnya sambil membereskan buku-buku nya.

"Iya," senyuman hangat yang dilemparkan Sang Ibu kepada anaknya.

***

Wanita berparuh baya itu sedang menonton tv, ditengah keasikan nya menonton tv datang anak gadisnya itu.

"Eh udah makannya?" tanya Sang Ibu.

"Alhamdulilla, Ibu." 

"Kamu tadi mau ngomong apa hemm?" 

"Eh iyya jadi gini ibu, aku mau pindah sekolah gapapa kan?" Tanya nya sukses membuat Sang Ibu mengalih pandangannya dari tv menatap Sang Anak.

"Emang sekolah kamu kenapa? Kamu gak nyaman sama sekolah itu?"

"Bukan itu, Bu aku mau pindah bersama temanku ke pondok, aku ingin menimba ilmu agama dan paham betul dalam perihal agama, jika nanti suatu kelak aku mempunyai anak, aku bisa jadi madrasah bagi anak-anak ku."

Ya dia adalah Ara, dia berharap ibunya memberi izin.

Ibunya belum menjawab tetapi dia memeluk Ara, jawaban Ara menyentuh hatinya, membuat Sang Ibu yang mendengarnya nangis, dia merasa jadi ibu belum bisa membimbing anaknya.

"Ibu," panggil Ara. 

Masih tak ada jawaban dan itu membuat Ara serasa bersalah karena membuat ibunya menangis.

"Ibu, maafin aku, Ibu gak ngizinin ya aku pindah ke pondok?" tanyanya dan pelukannya terurai.

Ibunya menggelengkan kepala bukan dia tak mau mengizinkan anaknya, tapi dia merasa belum sepenuhnya bisa membimbing anaknya.

"Bukan nak, Ibu merasa belum pantas menjadi ibu, belum bisa membimbing mu sepenuhnya."

Tetesan air mata Sang Ibu keluar. Ara yang melihatnya pun tak tega.

"Enggak, Ibu bagi aku kau adalah wanita yang sangat baik, wanita yang selalu menemani ku dikala aku susah," ucap Ara sambil mencium pipi ibunya.

"Gimana, Ibu ngizinin aku pindah ke pondok?" tanya Ara.

"Iyya Ibu ngizinin sayang," ucap ibu, Ara yang mendengarkan jawaban sang ibu langsung memeluknya. Rasa senang menyelimuti hati Ara, keinginannya dapat terpenuhi.

"Alhamdulillah makasih, Ibu" ucap Ara dicium lagi Sang Ibu saking bahagia.

"Sama-sama sayang," ucap ibu memeluk dan mencium anaknya.

Ibu dan Ara memang mempunyai ikatan saling menyayangi satu sama lain, meskipun Ara terbilang orang tegas tapi hati nya baik, siapapun yang menyakiti orang yang dicintainya Ara akan bertindak secara tegas.

Flash back on

Pernah suatu ketika Ayahnya Ara bekerja di seorang pengusaha besar, majikannya itu menghina Ayahnya. Ara yang melihatnya pun sedih awalnya Ara tak ingin emosinya meluap, Ara masih menahan emosinya tapi karena apa yang mereka lakukan terhadap Ayahnya membuat Ara bertindak.

"Heh kamu sini," panggil seorang laki-laki berpakaian jas hitam tak lupa memakai kacamata berwarna hitam.

"Iya Tuan."

"Kamu itu gak bener ya kalo kerja," bentaknya.

"Kalo boleh tau saya gk bener nya dari mana ya tuan?"

"Pake nanya lagi, liat ini mobil saya masih kotor yang becus kalo kerja itu, kamu kerja disini pake gaji buang-buang duit saya saja kerja gak bener, udah saya terima gak tau malu dasar miskin," bentak nya lagi menekankan kata miskin.

Dipintu ada Ara, dia menyaksikan secara langsung apa yang majikan ayahnya katakan, hati Ara berkecamuk sudah tak tahan lagi emosinya dia langsung menghampiri mereka.

"Bapak Prasetyo Diwangkara yang terhormat ucapan anda sungguh menyakiti hati saya, bisakah ucapan bapak pelan gak usah tinggi meninggi, ayah saya didepan bapak, dan satu lagi gak usah jangan pernah menghina keluarga saya," ucap Ara, kata demi kata ia ucapkan secara tegas dan itu membuat Prasetyo mengeraskan rahangnya.

"Kamu itu bicara sama yang lebih tua, jadi bicara-lah dengan baik."

"Apakah bapak lebih tua dari ayah saya? Jelas-jelas bapak lebih muda, tapi ucapan sama attitude bapak tidak mencerminkan pribadi yang berwibawa."

"Sudah nak sudah biarkan emang yang salah ayah, tadi ayah ketiduran jadi nggak mencuci piring."

"Dengarkan itu baik-baik anak kecil," ucap laki-laki itu. Ara yang disebut begitu langsung melotot tak terima.

"Hmm karena jadwal saya terlalu banyak tidak terlalu penting ngomong dengan orang yang tak jelas, satu lagi Hendra Raditya saya pecat kamu saya tak mau memperkerjakan orang yang malas seperti kamu dan ucapan anak kamu lancang sekali tolong didik lagi, saya pamit" lanjut laki-laki pergi dihadapan Ara dan ayahnya.

"Ish dasar laki-laki tua bangka sa___," ucap Ara yang akan mengejar laki-laki itu namun cepat di tarik tangannya oleh Hendra.

"Sudah nak mari kita pulang, biarkan saja."

"Tapi yah di___"

"Biarkan sayang biarkan hanya Alloh yang membalaskannya apa yang mereka lakukan terhadap kita mau mereka bertindak buruk biarkan, diam jangan menyimpan rasa dendam yah, ayah tau anak ayah itu orangnya baik hatinya tulus" senyum sang ayah kepada anaknya.

Ara mengalah demi ayahnya dia tak mau lagi membuat ulah karena takut juga dapat menyakiti ayahnya dengan tingkah laku Ara.

Flash back off

"Ya udah, Ibu aku ke kamar dulu ya mau lanjut ngerjain tugas lagi," pamit Ara diangguki oleh ibu tak lupa lemparan senyum kepada Sang Ibu.