Bertemunya Alvin dengan orang terdekat dari kekasihnya, membuat Alvin menampakkan wajah cerah. Harapan besar mulai terlihat.
Beberapa kali mengecek ponsel, siapa tau Tante Rena menghubungi atau mengirimkan pesan padanya.
Nol. Sama sekali tidak ada pesan yang masuk. Sudah dua hari sejak terakhir kali Alvin tak sengaja bertemu Tante Rena di jalan.
Namun, tak kunjung ada jawaban. Mungkinkah Riana tidak mau lagi bertemu dengannya?
Mungkin juga dia sudah memiliki keluarga baru yang bahagia. Membuatnya enggan untuk mengingat masa lalu kelam bersama Alvin.
Meski selain insiden terkuaknya hubungan, Riana sedikit pun tidak merasa dia tidak bahagia sejak menerima pengakuan cinta Alvin dulu.
Alvin tampak gelisah. Menunggu kabar dari Tante Rena, bagai menunggu istri di ruang persalinan. Gugup, cemas, sama sekali tak nyaman melakukan apa pun.
Seperti itulah, perasaan Alvin saat ini. Takut, jika orang yang dia cintai hingga kini, tidak mau lagi menemuinya.
Takut akan kemungkinan, jika Riana telah menemukan pengganti Alvin. Jika semua kemungkinan buruk telah terjadi, menutup harapan besar itu.
Tok-tok.
Ketukan pintu, tak membuat Alvin tersadar. Masih dengan dunianya.
"Kak," panggil Alan. Masuk ke dalam ruangan Alvin.
Sunyi. Tidak ada jawaban.
"Kak Alvin," panggilnya lagi.
Tidak mendapat respon dari sang kakak, Alan tetap mengutarakan maksudnya datang ke sana.
"Papa sama Mama udah tau, kalau Kak Alvin masih berusaha mencari Riana." Mendengar nama sang kekasih disebut, Alvin langsung tersadar dan mengakui kehadiran Alan di ruangannya.
"Riana? Ada apa? Apa yang terjadi sama dia?" tanyanya, cemas.
"Alan ngga tau soal Riana, Kak," terangnya.
"Jadi, apa maksud kamu datang ke sini?" Alvin selalu sinis pada Alan, sejak dia tau kalau Alan juga menyukai Riana.
"Papa sama Mama udah tau," ulangnya lagi.
"Tau soal apa?" Ternyata Alvin tidak mendengar pemberitahuan yang Alan katakan tadi.
"Kalau Kak Alvin masih berusaha nyari Riana," jelas Alan.
"Memangnya kenapa kalau aku nyari Riana, hah?" Sentak Alvin.
"Kak Alvin, aku mohon kakak untuk tenang. Biar Alan luruskan dulu. Alan ada di pihak kakak, Alan mendukung tindakan Kak Alvin buat nyari Riana, karena ... "
"Karena kamu menyukainya, kan?" tuduhnya.
"Ya, tapi itu dulu. Sejak bertemu Riana terakhir kali di depan rumah, aku udah mutusin untuk menyerah." Jujur Alvin.
"Apanya yang menyerah?" Tidak ada kelembutan pada nada bicara Alvin, bahkan pada adik kandungnya sendiri.
"Menyerah pada cinta yang bertepuk sebelah tangan. Aku udah berusaha buat lupain Riana. Merelakan, jika dia memang cinta sejati kakak." Aku Alan.
"Apa jaminannya?" tegas Alvin. Sedikit pun tak mau bersaing dengan adiknya.
"Hidupku. Aku akan menyerahkan hidup untuk kebahagiaan Kak Alvin dan Riana," tegasnya.
"Kalau kakak masih ngga percaya. Aku akan menghadapi kemarahan Papa," terangnya.
Dulu, Alvin begitu menyayangi Alan. Adik kecil yang selalu menjadi teman, mendengar keluh kesahnya.
Alvin tidak bisa membiarkannya. Tuan Rames adalah orang yang nekat. Dia bisa berbuat apa pun untuk mencapai tujuannya.
"Ngga perlu, biar kakak sendiri yang urus masalah ini. Kembalilah, duduk baik-baik di ruanganmu," ucap Alvin.
Meski rasa kesal masih terasa. Namun, Alvin tidak akan membiarkan Alan menghadapi kemarahan Tuan Rames.
Dia tidak akan sanggup, saat pukulan keras Tuan Rames mendarat di tubuhnya.
Alvin pernah menerima pukulan dari Tuan Rames, saat malam kebakaran rumah Riana.
Ayah dan anak itu bertengkar hebat, karena Alvin menentang dan menyalahkan perbuatan sang ayah.
.
Perlahan, Alvin mulai lupa dengan janji Tante Rena karena disibukkan dengan segudang pekerjaan.
Kembalinya hubungan kakak-adik, antara Alvin dan Alan. Mulai menyibukkan pikiran Alvin.
"Kak Alvin, belum pulang?" tanya Alan. Di saat waktu menunjukkan pulang kerja, tapi Alvin masih berada di ruangannya dengan sisa berkas yang belum selesai.
"Sebentar lagi, kamu pulang duluan aja," jawabnya.
"Kakak ... ngga mau mampir ke rumah?" tanya Alan tampak ragu-ragu.
"Mungkin lain kali, kakak ngga mau bertengkar lagi sama papa," jawab Alvin.
Alan pulang setelah berpamitan pada sang kakak. Dia harus kembali ke rumah Ravendra, di mana selalu ada kesunyian di dalamnya.
Tuan Rames dan Nyonya Rini selalu disibukkan dengan pekerjaan. Sejak Alan kecil, hanya Alvin yang selalu menemani.
Kakak yang selalu ada untuk sang adik. Kini harus hidup terpisah karena perbedaan pendapat.
Alan juga memiliki niat untuk meninggalkan rumah. Namun, dia belum bisa seperti Alvin yang bisa dengan tega meninggalkan rumah.
Klik.
Sebuah pesan masuk terlihat di layar ponsel. Alvin segera meraih benda pipih, melihat siapa si pengirim.
Satu pesan dari Tante Rena. Itulah yang tertulis di sana. Rona bahagia terpancar di wajahnya.
Tanpa pikir panjang, Alvin langsung melenggang bersama si hitam menyusuri jalanan kota.
Tante Rena mengirimkan alamat rumah Riana pada Alvin. Mungkin saja Riana sudah setuju untuk menemui kekasihnya itu.
Tok-tok-tok.
Ketukan pintu yang Alvin lakukan, mendapat jawaban dari sang pemilik rumah.
Riana. Keluar dari balik pintu.
"Riana," ucap Alvin. Tak percaya jika dia bisa melihat lagi wajah gadis yang dicintainya.
Tidak ada respon. Riana hanya diam tanpa mempersilahkan Alvin untuk masuk.
"Ada apa?" tanya Riana. Tanpa terlukis keramahan dari wajahnya.
"Boleh aku masuk?" tanya Alvin meminta izin.
"Duduklah di sini. Tante Rena lagi ngga ada di rumah, ngga enak kalau tetangga sampai melihatnya nanti," terang Riana, menolak halus.
Sebenarnya bukan itu alasan Riana tidak memperbolehkan Alvin untuk masuk. Di dalam sana, ada beberapa foto Roger yang sudah dibingkai rapih.
Riana tidak mau kalau harus repot-repot melepaskan bingkai foto itu. Maka dari itu, Riana sengaja meminta Tante Rena untuk mengajak Roger bermain sebentar di taman.
Riana tidak mau kalau Alvin sampai melihat Roger. Tidak tau akan seperti apa tanggapan Alvin saat melihat Roger nanti, yang pasti, Riana belum siap untuk menjawab pertanyaan putranya saat melihat sang mama bersama laki-laki lain.
"Aku minta maaf, jika selama ini telah menyakiti hatimu. Aku bahagia melihatmu hidup bahagia," ucap Alvin.
"Untuk apa meminta maaf? Seharusnya aku yang minta maaf, karena membuatmu keluar dari rumah orang tuamu," balas Riana.
Riana tau jika Alvin keluar dari rumah orang tuanya.
"Enggak, kamu sama sekali ngga salah. Aku yang ... "
Dua sejoli yang baru saja kembali bertemu itu, bersikeras saling menyalahkan diri sendiri. Tidak tau siapa yang benar-benar salah dan siapa yang harus disalahkan.
"Sudahlah, ngga perlu diperpanjang. Ada apa kamu mencariku?" Riana memotong ucapan Alvin.
"Aku merindukanmu." Pengakuan Alvin sontak membuat Riana terkejut. Meski Riana memang mengharapkan kata rindu keluar dari mulut Alvin, tapi dia tidak bisa menerima kata itu begitu saja.
bersambung...