Chereads / Roger (Sang Pahlawan Kecil) / Chapter 27 - Episode 27. Orang Yang Aneh

Chapter 27 - Episode 27. Orang Yang Aneh

"Ini ... rumah siapa?" tanya Riana.

"Kamu akan tau setelah kita masuk."

Alan mengajak Riana memasuki rumah mewah itu. Dari luar memang tampak begitu mewah, tapi sayang, pemandangan saat melewati pintu utama terlihat mengerikan.

Beberapa lukisan terpajang pada dinding ruang saat pertama memasuki rumah. Lukisan-lukisan itu sangat menyeramkan. Hanya warna merah yang digunakan, masing-masing lukisan selalu ada tetes air yang jatuh, seperti lukisan berdarah.

Riana mendekat ke arah lukisan. "Alan, apa arti semua lukisan ini? Kenapa hanya ada warna merah?" tanyanya, hampir menyentuh salah stau lukisan. Namun, dicegah Alan.

"Jangan. Jangan menyentuh lukisan itu sembarangan." Cegah Alan.

Riana menatap Alan, mengerutkan kening. "Kenapa? Apa semua lukisan ini ada artinya?" tanya Riana lagi.

Alan menggeleng. "Aku ngga tau pasti, tapi orang tuaku selalu melarangku menyentuh benda apa pun di rumah ini," terangnya.

Riana kembali mengerutkan kening. Apa yang dia lihat dan didengarnya hari ini, terlihat sangat aneh dan janggal. Siapa yang tinggal di rumah ini sebenarnya?

"Kita masuk ke dalam. Mungkin mereka ada di rumah ini," ajak Alan.

"Mereka? Siapa yang Alan maksud? Apa itu orang tuanya dan Roger?" batin Riana, semakin penasaran.

Saat kaki kembali melangkah, ruangan yang terlihat selanjutnya adalah ruang tengah. Pemandangan yang tersaji berbeda dengan yang ada pada ruangan saat pertama kali masuk.

Ruangan kedua terlihat hidup, banyak lukisan bunga yang terpajang pada dinding dan diletakkan di atas meja dalam ukuran kecil.

"Pemandangan apa lagi ini? Auranya berbeda dengan yang pertama," batin Riana, memperhatikan sekelilingnya yang tampak lebih luas.

"Alan, di mana tuan rumahnya?" tanya Riana.

"Saya ada di sini," jawaban seseorang membuat keduanya tersentak.

Riana juga Alan mencari suara si penjawab tadi. "Selamat datang untuk kalian berdua," sapa orang itu.

"Kak Diguna," sapa Alan, sedikit menundukkan kepala.

"Alan Ravendra, ternyata sudah lebih dewasa sejak terakhir kali saya melihatmu," balas Diguna.

Tuan rumah itu adalah seorang laki-laki muda yang sangat tampan. Mungkin usianya di atas Alan dan seusia dengan Alvin.

Laki-laki itu tersenyum, lalu menanyakan wanita yang berdiri di samping Alan. " Dia Riana, istrinya Kak Alvin," jawab Alan memperkenalkan kakak iparnya.

"Riana. Wanita yang cantik, seorang istri dan ibu yang baik," tebak Diguna, masih menyimpul senyum.

"Gimana dia tau aku udah punya anak? Alan hanya memperkenalkanku sebagai istri Alvin," tanya Riana dalam hati.

"Duduklah, biar kuambilkan minum dulu." Diguna meninggalkan tamunya untuk menyajikan minuman.

"Alan, sebenernya Diguna itu siapa?"

"Dia kakak sepupuku. Kau pasti melihat nama Alvin Narendra pada salah satu nisan di TPU kemarin, bukan?"

Riana mengangguk. "Ya, aku sempat penasaran soal nama itu. Kenapa namanya dan Alvin sangat mirip?"

"Alvin Narendra adalah putra sulung di keluarga ini. Kak Diguna adalah putra bungsu yang masih tersisa di keluarga Narendra," jelas Alan.

"Apa maksumu, Alan? Apa hubungannya kita datang ke sini dengan pencarian Roger dan Alvin?"

"Karena dia pasti tau di mana Kak Alvin berada," balas Alan, semakin membuat bingung Riana.

Belum sempat Alan menjelaskan, Diguna sudah kembali ke ruang tengah dengan membawa nampan berisi minuman.

"Minumlah dulu, saya tau apa yang kalian khawatirkan," ucapnya sembari menyajikan minuman untuk Alan dan Riana.

Riana kembali dibuat heran. Laki-laki yang baru dikenalnya beberapa menit itu ... tau semua hal sebelum mereka menceritakannya.

"Baik, terima kasih, Kak." Alan mengambil gelas minuman tersebut, lalu meminumnya hingga setengah.

"Alvin sudah saya anggap seperti adik sendiri. Saya pasti tau kalau dia sedang dalam masalah dan kesulitan." Diguna berhenti sejenak, sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Jika kalian memang ingin tau di mana Alvin saat ini, carilah sebuah pondok pada puncak gunung di TPU yang kamu datangi kemarin," jelasnya lagi, tertuju pada Riana.

"Pondok? Aku berkeliling selama 30 menit, tapi ngga ada di pondok di sana," jawab Riana.

"Ada. Cari di puncak gunung, ada sebuah pondok kecil," ulang Diguna.

Riana tidak paham dengan apa yang Diguna katakan, tapi Alan tau apa yang harus mereka lakukan sekarang.

"Baik. Terima kasih atas bantuan Kak Diguna. Kalo gitu kami permisi dulu," ucap Alan pamit.

"Alan, tunggu. Bukannya kita dateng ke sini mau cari Roger, terus di mana mereka sekarang?" Cegah Riana, sebelum keduanya benar-benar keluar dari rumah Diguna.

"Astaga, aku lupa. Kita kembali lagi nanti setelah Kak Alvin ketemu," jawab Alan.

"Enggak. Aku mau tau gimana keadaan Roger saat ini. Udah lebih dari 24 jam aku ngga tau kabar anakku sendiri," debat Riana.

"Kita bisa tanya kak Diguna nanti, sekarang kit-"

"Enggak. Terserah kalo kamu emang mau nyari Alvin, tapi aku harus tau keadaan Roger dulu, aku mau liat dia." Riana tetap bersikeras dengan keinginannya.

Perasaan seorang ibu memang tidak bisa dipisahkan dengan buah hatinya. Seorang ibu akan selalu cemas dan khawatir jika anaknya tidak dalam kabar yang baik.

Riana tidak mempedulikan Alan, dia berjalan masuk untuk bertanya keberadaan Roger pada Diguna.

"Katakan, hal apa yang membuatmu kembali lagi?" tanya Diguna, sesampainya Riana di ruang tengah.

"Maaf jika aku mengganggu lagi, tapi ... ada satu hal yang ingin kutanyakan"

"Bicaralah, mungkin aku bisa membantumu," ucap Diguna.

"Di mana putraku - Roger berada? Kalau kamu tau masalah orang lain, kamu pasti tau di mana Roger sekarang, bukan?" tanya Riana.

Diguna menarik sudut bibirnya. " Saya memang tau keberadaan Roger dan kakek neneknya. Namun, apa yang bisa saya dapatkan jika memberitahumu?"

Riana membelalakkan mata. "Saat Alan menanyakan Alvin, kamu langsung menjawabnya begitu saja. Kenapa sekarang ... justru minta imbalan?" protesnya.

"Karena Alan juga saya anggap adik sendiri, lain hal dengan kamu. Apa untungnya jika saya memberitahu?"

Riana merasa sangat kesal dengan sikap Diguna. Bagaimana bisa laki-laki itu memperlakukan Riana seperti itu?

"Kalau kamu dan Alvin sepupu, kalian pasti keluarga. Bukan hanya Roger yang aku tanyakan, tapi tuan dan nyonya Ravendra juga. Di mana mereka semua?" tanya Riana setengah membentak.

Diguna kembali menarik sudut bibir. Bangkit dari duduk dan berjalan mendekati Riana. "Selain Alvin dan Alan, tidak ada lagi yang saya anggap saudara di keluarga Ravendra."

Riana mundur beberapa langkah. "Apa maksud kamu?" tanyanya.

"Karena Rames Ravendra, adalah orang yang menjadi penyebab semua keluargaku tiada." Riana melihatnya. Dia melihat kemarahan dari raut wajah Diguna.

Tidak tau apa yang terjadi antara keluarga Diguna dengan tuan Rames. Apa yang sudah tuan Rames lakukan? Mungkin hal yang sama dengan yang dilakukannya pada Riana dan sang tante 4 tahun lalu.

"Itu ngga ada hubungannya denganku. Jika kamu emang punya masalah dengan tuan Rames, kenapa ngga kamu selesaikan?"

next...