Unknown
Xxxxx : benar dengan ibu vania ?
Vania : iya , dengan saya sendiri kenapa ya..
Xxxxx: sendiri banget mbak jomblo ya?
Vania :maaf ini siapa ya..?
Xxxxx : hahahha
Vania : apan sih ini siapa sih?
Xxxxx: udah makan mbak ? Hahaha
Vania : ishhhh siapa dah nih orang ?
Xxxxx : hahahhahahh
Vania : ihhhhh gua matiin juga luh ya
Xxxxx : etss bentarjangan dimatiin
Vania : luh siapa sih
Xxxxx : lagi apa yang?
Vania : hah? Sayang sayang pala lu peang
Xxxxx : pala saya bulet mbak, kalo peangnya mah dikit kali..
Vania : siapa sih
Xxxxx : pacar kamu ini
Vania : hah?
Xxxxx : malah hah nih anak , iya ini pacar kamu
Vania : siapa sihh?!
Xxxxx : udah dibilang pacar kamu, nama pacar kamu siapa ?
Vania : muhammad arizal arya lah , nah situ siapa ?
Xxxxx : muhammad arizal arya
Vania : kak rizal ?
seketika ruang telpon itu hening....
"Iya kenapa sayang?" Suara Rizal langsung mengisi kembali sambungan telpon,
Vania langsung melihat ke layar ponselnya,"Lahh kenapa kakak pake nomor lain?"
"Hehehe pengen ngerjain kamu aja.." Kekeh Rizal,
"Pengen ditampol deh rasanya..Kamu dimana?"
"Lagi diasrama,"
"Terus ini nomor siapa?" Tanya Vania,
"Telpon asrama..."
"Terus handphone kamu dimana?"
"Ini baru pembagian handphone"
Tak ada lanjutan dari Vania,
"kamu lagi ngapain berisik banget?" Tanya Rizal yang bisa mendengar suara volume lagu yang sedikit besar.
"Lagi packing buat kepalembang.."
"Oouhh, mau ditemenin ga?"
"Boleh,tapi kamu sibuk ga?" Tanya balik dari Vania,
"Ga kok...yaudah ganti handphone dulu ya," Rizal sudah siap mematikan sambungan telpon,
"Lah kenapa?"
"Kasian ini ada 2 lagi ini yang mau pake telpon asrama," kekeh Rizal
"Hahahah yaudah iya..."
Vania langsung mematikan sambungan telpon, dan langusng masuk telpon dengan nomor lain dari pacar nya siapa lagi kalo bukan Rizal.
Suara Vania lah yang langsung mengisi sambungan telpon "Assalamualaikum.."
"Walaikumsalam,"
"Sepi banget kamar asrama nya.." Vania tak begitu banyak mendengar cuitan orang lain dari sambungan telpon Rizal.
"Ada yang lagi tidur ada yang ngebucin," Jelas Rizal menjawab pertanyaan Vania.
"Kamu sendiri?"
"Ngebucin,"
Singkat,padat,pendek, jelas.
Tak ada lanjutan percakapan, mereka berdua langsung terdiam satu sama lagi.
"Kamu tadi di jemput Wildan kan?" Rizal memulai percakapan kembali,
"Hmm..iya kak, kenapa?"
"Ini dia ngilang, Aku telpon juga ga diangkat-angkat"
Vania langsung mendekatkan ponselnya ke kuping, "Gimana gimana kak.."
"Wildan di telpon ga jawab mulu, mana ini
kak Ayu nyariin,"
"Kak matiin dulu ya callnya, aku bantuin cariin kak Wildan dulu.."
"Ehh.. Ga ga usah gapapa.." Rizal langsung menahan Vania sebelum mematikan sambungan telpon.
"Tapi kak Wildan nya kan lagi dicariin, takut dia kenapa-napa loh kak.."
"Tapi gapapa kok Van, entar juga ketemu.."
"Kalo kak Wildan nya kenapa-napa gimana?"
Oke Rizal mengalah, "Yaudah.."
"Kamu cari wildan dulu, nanti kalo udah aman baru call lagi yaa" Vania berusaha membujuk Rizal.
"Iyaa.."
"Assalamualaikum.."
Tutt tutt. Dan ya sambungan telpon langsung terputus tanpa ada balasan dari Rizal.
Vania tak begitu mengambil pikir panjang tentang Rizal, walaw mereka baru kenal Vania tau sifat Rizal.
"Kakk wildan kemana?" Kata Vania menatapi layar ponselnya, tanpa pikir panjang Vania langsung mencoba menelpon Wildan.
Sudah 20 kali Vania mencoba tapi tak ada jawaban sama sekali, "Gua telpon wildan hampir 20 kali lebih tapi ga dijawab, nomornya aktif tapi ga dibales malah chat aja ga diread..." Vania memegangi ponselnya dengan berpikir keras
"Jujur gua takut wildan kenapa-napa" Mata Vania beralih dengan kunci mobil yang tergantung didekat pintu kamarnya.
"Aman ga ya kalo gua keluar jam segini?" sekarang Vania meratapi jam Yang ada di dinding kamarnya.
Malam ini memang tak ada Abang Vania namun ada tante Vania. Bisa gaswat jika ia ketahuan keluar malam.
Namun tiba tiba ada dering telpon masuk ke ponsel Vania, dan orang itu Rizal lagi.
"Halo Vann...Wildan udah ketemu.." Rizal langsung membuka sambungan telpon dengan suara yang lega,
"halo halo...ohhh udah, Ketemu dimana?" Vania masih melihat ke arah kunci mobil dengan gusar.
"Wildan ketemu di kantor kak ayu.."
Vania langsung menarik nafasnya
"Lah bisa begitu ya.." kekeh Vania yang sudah bisa duduk tenang dikursi meja belajarnya,
"Van van ada yang nelpon sebentar ya.." Rizal buru buru mematikan telpon
"Oooke." Sambungan telpon langsung dimatikan Rizal.
"Wildan gapapa ya kan.." Vania Berbicara sendiri, "Tenang Vaniaaa" Vania langsung menelentangkan dirinya diatas kasur.
Entah kenapa ia harus sekawatir itu dengan orang yang baru ia kenal. Bahkan interaksi antara Vania dan Wildan tak selebih saat mengobrol saja saat bertemu.
Rizal langsung mengalihkan sambungan telpon ke nomor yang masuk,
"Wil lu kenapa.." Rizal langsung bertanya tanpa salam ataupun awalan.
"Congrats udah jadian!" Wildan tak menjawab pertanyaan Rizal, ia langsung memberi ucapan selamat untuk Rizal.
"Eh-maaf bukan gamau ngundang tapi waktu itu gua mau undang luh kata kak ayu luh mau jalan sama cewek.." Rizal mengira Wildan marah karena tak mengajak nya dan menjelaskan alasan nya mengapa ia tak mengajak Wildan ke acaranya saat itu.
Rizal juga sudah kembali ke Asrama jadi ia tak tau banyak apa yang terjadi. Toh ia meminta izin ke atasan nya.
"Bener kan kata kak ayu..?" Tanya Rizal lagi karena tak ada jawaban atau pun suara dari Wildan.
"I..iy...iyaa bener,"
Kondisi sambungan telpon sedikit canggung,
Rizal lah yang memulai kembali "Te-terus ini kenapa lu nelpon? Terus Tadi kemana lu..kenapa ngilang ga jelas?" Tanya Rizal dengan suara yang sedikit canggung
"Handphone gua mati,"
"Ouhhh.."
"Ya-yaudah pokoknya congrats ya! Gu-gua mau mandi.."
"Ah-iya iyaa..thanks wil, and-"
Tutt..
Sambungan telpon pun sudah terputus.
S
ebelum kalimat Rizal terselesaikan, "Wildan kenapa lagi...udah ah,"
Rizal tak begitu memikirkan Hal Wildan, dia juga tidak kembali menelpon Vania.
Dia memilih membuka laptop-nya dan membuka beberapa website
"Masih pembukaan ini? coba aja bisa ikut....." Rizal menatap layar Laptopnya dengan harapan tinggi,
"Mimpi banget gua ihhh!" Rizal langsung menutup Layar laptop-nya dengan kasar.
Kesal,marah,sedih mencampur jadi satu. Siapa yang tak sedih jika impianya harus terpotong karena mengikuti keingginan orang tua nya, marah dan kesal akan membabat habis kesabaran disaat waktunya bukan?
Dengan waktu yang sama adik bungsu Rizal pun merasakan semangat hidupnya yang menghilang di patahkan oleh kakak nya sendiri.
BUKK!
Suara dentuman kaki yang di hentak kan sangat terdengar di seluru ruangan.
"Uhh! lu tau siapa cewek yang mau gua ajak jalan? Vania g*blk! Vania RIZ!" Wildan membanting ponsel nya ke atas kasur dengan kasar.
"Ga dari dulu sampe sekarang lu sama aja munafik riz..apa-apa selalu lu, segala yang gua suka pasti bakal lu dapetin!"
Wildan menghentak-hentakan kaki nya ke lantai, melampiaskan semua emosinya ke lantai yang tak bersalah.
Kembali ke hari dimana Vania menjadi kekasih Rizal. Di hari itu Wildan memang sedang menjemput Vania ke rumah nya untuk mengajak Vania jalan tanpa sepengetahuan Vania.
Mobil wildan terparkiran di depan rumah Vania,
Disaat Wildan turun dari mobilnya, ja langsung disambut dengan sebuah mobil yang sudah terparkir
"Ini mobil nya rizal kan?" Batin Wildan melihat mobil hitam itu terparkir.
"Wil..Wildan?" Kak Ami sedikit terkejut melihat Wildan datang,
"ya-yaaa!" Wildan langsung menyadarkan dirinya dari lamunan.
"Mau masuk ya mau ikut acara?" Tanya Ami dan berjalan mendekatin Wildan.
"Ehhh bentar-bentar aku ambilin kunci rumah dulu buat masuk.." Lanjut Ami yang sudah memutarkan langkah kakinya.
"A-acara...?" Wildan terbata bata,
"Iya acara nya vania sama rizal.." jawab Ami dengan ling lung melihat raut wajah Wildan.
"Gimana gimana..Vania sama Rizal?" Wildan mencerna ucapan Ami,
"Iya....kan Rizal mau nembak Vania," Jawab Ami sedikit hati hati dengan omongannya.
"Oh.." Wildan melonjak tercengah,
"Ehhh gua balik duluan..ja..jangan bilang yang lain gua dateng cukup kita aja yang tau," Wildan langsung menarik kunci mobil disaku celananya,
"Ga..ga jadi masuk dulu?" Ami pertanyan perlahan,
"Gua aja gatau ada acara.." Jawab Wildan,
"Assalamualaikum.." Langkah kaki Wildan berputar mengarah ke mobilnya,
"Ehh tapiii.." Belum kalimat Ami selesai Wildan sudah menghilang dari hadapanya dan kepala mobilnya pun sudah mulai mundur dari parkiran.
Wildan membanting stirnya ke jalan Pasteur. Dengan jalan yang lurus dan sedikit ramai, tak membuat kecepatan Mobil Wildan berkurang sedikit pun.
Ia menyalip segala hal di jalan, dengan emosinya yang sedang mengebu ia melupakan dirinya yang seorang calon polisi.
"Doa gua harus lebih kenceng!" Teriak Wildan dan semakin menginjak pendal gas.
Flashback off.
Malam pun sudah menunjukan pukul setengah 2 pagi, Wildan membangunkan dirinya dan bergegas melakukan sholat Tahajudnya.
Setelah apa yang ia panjat kan dan segudang cerita yang sedang menumpuk di pundak nya, sudah ia ceritakan dengan tuhan. Ia kembali menidurkan dirinya.
Bulan sudah bersiap untuk bertukar waktu dengan Matahari dengan ditemanin fajar yang mengeluarkan segala warna cantiknya. Walau tak banyak orang menanti fajar setidaknya warna cantik yang ia timbulkan dapat membangunkan semangat pagi.
"VANIA!" Teriak Bang Algo masih mengetuk pintu Kamar Vania. Subuh ini Abang Vania sudah harus ke palembang karena urusan yang harus dia selesaikan.
"hmm..."mata Vania masih terpejam dengan kantunyan diatas kasur,
"Buka dulu gua mau pergi!" Ia masih mengedor pintu kamar adiknya.
Tak ada Jawaban dari Vania malah ia menambah lelap tidurnya.
"Ayooo dong luh tidur mulu! buka pintu dulu!"
"SAMPE ITUNGAN KE TIGA GA BANGUN MINI GUA CANCEL!"
Belum sampai hitungan pertama Vania langsung berlari ke arah pintu dengan sedikit mata yang sayu.
Glek!
"Kalo urusan gini aja baru bangun...Gua pergi dulu, adek besok sama kak Ami,"
Bang algo memberi tangan kanan nya,
Vania meraih tangan Abang nya dan menyalimi tangan nya. "Jangan Bandel inget!" Abang Vania memperingati Adiknya yang sedang di masa remaja yang sedang tumbuh.
Abang Vania memberi peluk nya sebelum adiknya kembali berjalan masuk ke kamar. "Pergi dulu yaa.." Abang Algo melepas peluknya,
"Sana tidur lagi hushh hushh.." Abang Vania menutup kembali pintu kamar vania.
Dan Vania langsung kembali ke kasurnya dan membanting dirinya untuk melanjutkan tidurnya.
Seketika ada bayangan wildan dipikiran Vania, Ia langsung membangun dari posisi tertidurnya dan terdiam sejenak.
"Apa apa an gua!" Vania meraup muka nya dengan kasar berulang-ulang kali, berusaha mengusir pikirannya.
"Wildan kenapa sih kemaren? Mana kemaren pake ilang lagi....gua cuman takut dia kenapa-kenapa udah itu aja.."
Ucap Vania tambah sadar,
"Anj-" ia langsung menyadarkan dirinya dan meraup mukanya dengan kasar berulang-ulang kali.
"Dia beda banget sama kakak nya yang lebih nakal lebih bandel malah lebih stress...Wildan memang friendly and more private.."
"Katanya Wildan ga punya pacar..ahhh masa sih orang kaya dia ga punya pacar? tapi kalo Wildan punya enak banget jadi pacarnya, "
Vania benar-benar mengacak rambutnya dengan kasar dan meraup mukanya dengan kasar. "VANIA BANGUN NJIR!APA APAN LU MIKIRIN COWO TERUSS!!!"
"LU TUH UDAH PUNYA! JANGAN NAKAL!" Vania menyadarkan dirinya lagi, dan Vania serentak mengambil handphone nya dan membuka applikasi chat. Tak tau ada petir apa yang membuat Vania mengirim pesan untuk kekasih nya di subuh subuh seperti ini.
"Belum di jawab sama dia. mungkin belum bangun.." batin Vania dan meletakkan ponsel di kasurnya,
Kringgg!
"Halo?" Baru beberapa detik Vania meletakan ponsel di kasurnya sudah ada telpon masuk.
"Pagi! Aku ga bisa lama lama ngomongnya soalnya handphone bakal ditaro kedepan, kenapa nge-chat? Kangen? Ehhh udah duluu yaa bai baii!" Rizal berbicara tanpa jeda,
Tuttt...
Sambungan telpon juga sudah terputus. Vania harus memaklumi kejadian ini, kan kekasihnya seorang Taruna yang memiliki waktu-waktu khusus saja untuk memegang handphones.
Vania menidurkan setengah badannya di kasur, Vania merasakan hal yang tak begitu membuat perasaannya berbunga.
Memang Vania tahu tentang perjodohan ini dan tak ada penolakan dari Vania. Karena semua keluarga nya berpikir Vania tak mengetahui perihal perjodohan ini.
Hubungan Vania dan Rizal baru di mulai, baru 5 hari perjalanan kisah mereka. Vania hanya merasa menyukai Rizal di saat awal pertemu, dan berjalan nya sekarang Vania tak tau bagaimana menjelaskan perasaannya sendiri.
Vania membuka applikasi Pengirimi pesan di Ponselnya yang mengetik pesan untuk Rizal yang sudah mengilang.
"Chatnya di baca kalo udah ga sibuk aja ya,
Sorry kalo aku ga sesuai dengan ekspetasi kamu, aku cuman anak kecil yang baru tau dunia. Hubungan ini ngebuat kita saling stack sebenernya, bahkan aku gatau harus gimana nunjukin rasa sayang aku ke kamu.
Kita di awali dengan ke tidak sengajaan yang buat kita sekarang jadi terikat, aku gatau apa pun tentang kamu. Maaf belum bisa mengejar ekspetasi kamu.. Miss from ur anak kecil!"
Vania ingin meletakan ponselnya di atas kasur namun pesan masuk dari Rizal mengalihkan perhatian Vania.
Isi pesan nya juga sedikit panjang, "Hai cantik! Kangen ya? Hahahha..Memang waktu nya terlalu cepet buat kita berdua, percaya sama aku deh seiring waktu kita bakal ngertiin satu sama lain kok. Aku percaya kamu dan kamu percaya aku, oke? Waktu bisa ngerubah segalanyan Van.."
Dan pesan yang terakhir "We need deep talk later, bai bai sayang!"
Vania terdiam dan mata nya memerah, menahan tangis? Atau hanya kelilipan?