Chereads / MILO(Akmil dan Akpol ku) / Chapter 12 - Bagian Ke Duabelas: Tikungan Belum Tajam

Chapter 12 - Bagian Ke Duabelas: Tikungan Belum Tajam

Pagi datang Vania yang sudah siap diruang tamu dengan rasa kantuknya, oh jangan tanya semalem dia tidur jam 11 lewat karena menemani temannya yang overthinking karena Pacarnya menghilang pergi ke club malam tanpa sepengetahuan nya.

Ada panggilan Masuk ke Handphone Vania sepagi ini. 'MAMA IBU NEGARA' sudah bisa ditebak siapa lagi kalo bukan Mamanya yang bawel ini.

MAMA IBU NEGARA

Vania : assalamualaikum

Mama : walaikumsalam , udah mau berangkat ya

Vania : iya ma ,kenapa tumben pagi pagi nelpon

Mama : kamu besok liburkan ?

Vania : iya ma libur

Mama : yaudah hari kamis Kamu kepalembang ya

Vania : uhuk! Lah ada anggin dari mana lagi ini ibu negara satu!

Mama : udahh nurun aja kata mama!

Vania : tapi kan-

Mama : ga ada tapi

Vania : pengen dibandung ibu negaraa

Mama : udah kamu kepalembang ya abang algo besok berangkat

Vania : aku ?

Mama : kamu kamis aja sama kak Ami

Vania : hemm iya iya deh , oh iya ma aku mau ngomong

Mama : tentang?

Vania : jadi gini ma

Mama : kenapa? Mama tau kok kamu udah jadian sama rizal

Vania : ehhh kok mama tau ?

Mama : ya tau lah

Vania : mama marah ga ? Entar papa gimana? Papa marah pasti..

Mama : satu satu kenapa nanya , ga ada yang marah hubungan kamu sama Rizal. Malah  mama setuju kamu sama rizal kok

Vania : mama baru beli apa? Tumben..

Mama : dikasih restu gamau nih?

Vania: Eh-

Mama: udah sana berangkat, inget walau udah ada pacar jangan aneh aneh tetep unget sekolah!

Vania: iya ibu yang bawel! assalamualaikum Ibu negara!

Mama:Walaikumsalam

Sambungan telpon mati

"Mama sama Papa setuju banget ya sama Rizal," Vania menarik tasnya dan melangkah ke arah pintu rumah.

Suara klakson mobil sudah terdengar, berarti Penjemput nya sudah tiba. "Tumben banget Om telat datengnga," Vania memutar bola matanya dengan lesu dan membuka Pintu rumah.

"Bude aku per.."

Laki laki dengan berbadan tegap sudah berdiri didepan Pintu dengan senyum Manisnya.

"Kak.." Vania terdiam sesaat.

"Pagi!" Sapa Rizal,

"Ngapain?"

"Jemput kamu lah,"

"Ka-kaan aku dijemput sama om Am.."

"Kan ada aku.."

"Ta ta-" Rizal langsung memotong Omongan Vania,

"Udah ayo entar kamu telat loh!" Lanjut Rizal dan menarik Tangan Vania,

"Ahh iya iya.." Vania melihat ke arah jam ditangannya dan langsung bergegas setelah melihat arah jam sudah mau ke jam tujuh lewat,

"Bude aku pergi dulu Assalamualaikum!!"

Vania menarik Tangan Rizal terburu buru ke arah Mobil Rizal, "Ayo kak entar aku telat!" Vania sudah menggenggam gagang pintu mobil, Rizal sudah masuk ke mobil dan disusul oleh Vania.

"Semalem tidur jam berapa?" Suasana dimobil sedikit dinggin, walau mereka sudah jadian bukan berarti Suasana dinggin nya langsung hilang. Toh mereka juga baru jadian dan baru kenal.

"Kak-"

"Kamu pulang sejam abis itu langsung siap siap tidur," Balas Vania, hampir saja dia menyebut 'kak'.

"Kata mama kamu kamis kepalembang?"

"Iyaa, mama tiba tiba nyuruh ke palembang,"

"Bentar- kakak udah kenal keluarga ku banget ya ternyata?" Vania baru tau jika Rizal bisa dekat dengan mama Vania.

"Aku udah lama kenal keluarga kamu tapi cuman kamu doang yang baru aku lihat sekarang," Jelas Rizal. Ya mangkanya Rizal dan Vania masih sedikit canggung.

Rizal menoel Vania yang sepertinya hampir terlelap "Aku gapapa kan ga ikut balik kesana?"

"Ah gapapa kok kak…" Vania langsung menyadarkan dirinya sebelum benar benar terlelap.

"Aku udah mau balik lagi ke asrama soalnya.."

Vania hanya membalas anggukkan kepala saja, oh tolong lah dia masih mengantuk sekali mana hari ini ujian terakhirnya.

Pastinya otaknya harus idup disaat ujian mulai.

Rizal tak melanjutkan pembicaraannya, ia langsung memperlembut rem dan gas mobil nya, agar tak menganggu wanita disampingnya yang hampir terlelap. Perjalan tak begitu jauh hanya memakan 15 menit dari rumah Vania ke Sekolah, namun setidaknya Vania bisa tidur walau hanya itungan menit.

"Yaudah ujian yang bener biar cepet jadi dokter, kalo udah jadi dokter tinggal aku lamar!" Rizal mengajak rambut Vania dengan tanganya.

Vania dengan cepat mengusir jauh tangan Rizal, sebelum rambutnya berubah bentuk "Ihhhh cantokan aku rusak jadiiiinya!!"

"Hahahahha iya iya maaf yaaa bawell!!"

Muka Vania masih tertekuk namun tak ada gunanya ia memperpanjang, pukul pun sudah berubah. "Yauda aku masuk yaa, hati hati

dijalan!" Vania perlahan menutup pintu mobil.

Rizal membuka kaca mobilnya "Semangat ujiannya Sayangg!!!" Teriak Rizal dari mobil dan dibalas Vania hanya melambaikan tangannya. Mobil Mercedes yang berwarna gray sudah keluar dari halaman parkir sekolah.

Jangan tanya lagi, semua arah mata tertuju dengan Vania, Si Anak osis yang diantar oleh seseorang dan turun dari mobil bermerek dengan suara teriakan 'Sayang!'

Vania berjalan masuk seperti tak sadar saja, padahal dalam hatinya "Rizalll pen gua tabok banget subhannallah rasanya!!" Raung Vania dalam hatinya, sambil berjalan dikoridor seperti biasa dengan raut muka yang biasa.

Vania langsung memposisikan Duduknya ditempat Biasa, dimana lagi jika bukan di ujung koridor. Teman teman nya sudah sampai. "VAN!" Sudah bisa ditebak teriakan siapa. "Iya ibu nissa? Suara speaker nya kecilin dulu maaf masih pagi soalnya!" Vania tersenyum jengkel sekali.

Nissa mendekat kan dirinya ke arah leher Vania, "Bentar itu kalung yang lu pengen banget kan? Udah full tabungan lu?"

"Eehhh ini.." Vania langsung memegang liotin yang ada dikalungnya. "Itu yang dileher lu apaan? Kalung apa rante?" Nissa langsung mengangkat alisnya.

"Ini dikasih.."

"APA DIKASIH!" Suara 4 perempuan ini langsung berteriak kencang.

Vania hanya menggangguk kan kepalanya,

"Sama siapa?" Tanya felicia heran.

Vania tak memikirkan hal lain jadi dia hanya menjawab dengan santai, "Cowo gua."

"APA!" Ya mereka teriak lagi, sepertinya Vania harus ke THT abis ini.

Ini Nissa ga salah denger kan, "Yang kemaren?" Nissa masih tak yakin dengan ucapan Vania.

"Yang kemaren itu Van?" Alex pun tak yakin,

"Bukan…"

"HAH!" Oke mereka teriak untuk ke tiga kalinya.

"Siapa lagi ? Kalo bukan yang kemaren? Tumben Vania banyak cabang.." Cetuk Felicia.

"Wehhh, gua ga punya banyak cabang kaya kalian kalian ya sorryy.." Oh memang Vania tak mempunyai cabang seperti teman temanya yang sudah berpawang namun masih ada cabang lain.

"Gini gini yang kemaren itu adek-nya cowo gua and my boyfriend are Akmil so dia jarang ada liburnya.." Jelas Vania dengan rincih dan berharap teman-temanya tak tambah teriak.

Tapi apa boleh buat teman-temanya langsung mengheboh lagi, "Lu pada hah hah mulu!" Kawan kawannya Vania benar benar membuat kuping vania dan darahnya harus dicheck.

"Kapan luh jadian?" Selama Nissa menjadi teman Vania, seorang Vania akan menceritakan masalah seperti ini. Tapi kali ini Nissa mendapat ceritanya terlambat.

"Kemaren-"

Satu, Dua, Tiga...

"HAH APA APAAN KOK KITA GATAU INFO!" Teriak empat perempuan ini dengan kompak tanpa koma dan titik.

"Ishh hah mulu luh pada, Kebanyakan Hah sampe ujian udah mau masuk...bubar bubar!" Jam sudah mau masuk pukul 07:30.

Oh pastinya empat kuraci yang sedang menunggu cerita lanjutan dari kisah princess nya harus terpotong karena bel masuk,

"YAH GA SERU!" Seru 4 kurcaci itu dengan berbarengan.

Vania meninggalkan mereka yang masih bergaya dengan posisi inggin mendengarkan, namun termasuk harus masuk kedalam ruangan. Semua sudah duduk dikursi masing masing, ujian hanya berlangsung sejam lewat dan karena mata pelajaran terakhir jam pulang mereka pun akan lebih cepat.

Pukuk 10:00 pas bel pulang berbunyi, beberapa kelas yang hanya memiliki satu pelajaran boleh bubar dan pulang. 5 sekawan ini sudah duduk di area menunggu jemputannya.

"Van lanjutannya apaaa ihh..." Nisa mendekat ke arah Vania dan mengoyang kan tangan kanan Vania.

"Iyaa dong Van.." Tivanka memelas agar Vania mau menceritakan lanjutan nya.

Padahal Otak Vania sedang memanas karena melihat beberapa soal yang tak pernah ia lihat, "Kepo kalian semua nih yeee.." Vania melayangkan jari telunjuk nya ke arah 4 sekawan nya.

"Intinya aja ya...."

"AHHHH MAU LENGKAP DONG VANN!" Jangan tanya siapa yang berteriak,

"Gua sama Rizal baru jadian kemaren, dia nembak gua didepan kakak gua plus sama temen temen.." Vania berusaha menjelaskan dengan sesimple mungkin. "Udah ah gua mau kedepan mau balik, bai baii u all!" Vania melambaikan tangannya ke teman temannya.

"Vania cerita apa sih?" Tanya Alex setelah Vania berjalan pulang,

"Yaa intinya dia jadian ga ngomong ngomong ke kita…" Nissa menaruh dagu nya di pundak telapak tangannya sambil memperhatikan Vania yang jalan ke arah gerbang.

"Hayy sayangg akuuu!!!" Teriak putra dan menghampiri Alex, "Kalian Kenapa keruh gitu mukanya? Tadi ujiannya susah?" Tanya Rafa.

"Ga sih tapi, tuh ada anak manusia yang membuat darah tinggi kita semua," Tivankan menunjuk ke arah Vania yang sedang berjalan keluar.

Empat anak cowok itu kepusing melihat siapa yang mereka tunjuk, "Hah? Vania?"

Hanya dijawab anggukan oleh empat anak perempuan itu.

Vania membuka ponsel handphonenya, sepertinya Om Am telat lagi. Arah jam juga sudah mau mau kearah jam setengah sebelas, Tapi om Am tidak mungkin telat apa lagi jika waktu pulangnya cepat begini.

"Vania.." Seorang laki laki datang dari samping Vania, entah muncul dari mana atau datang dari mana.

Mata Vania langsung melotot dengan lebar melihat orang yang menghampiringa

"Kak-Wil-Wildan??"

Yaa benar itu Wildan.

"Balik bareng yuk!" Wildan mengajak Vania dengan ramahnya.

Bentar bentar bagaimana mau disebut balik bareng, Wildan saja bukan anak sekolah sini, malah dari mana juga tiba tiba dia muncul.

"Yukk balik!" Wildan mengulangin ucapannya,

"Kak Rizal lagi ada urusan, jadi aku disuruh gantiinnya," Jelas Wildan. Raut muka Vania langsung mengerti apa yang Wildan Maksud.

Vania bukan tak mau tapi baginya tak enak saja jika harus menganggu waktu orang lain untuk menjemputnya, apa lagi Wildan itu bukan siapa siapanya. "Padahal tinggal naik grab aja kak, ga enak juga ngerepotin kaka,"

"Tapi kan ini perintah, jadi harus dituruti dong?"

Akhirnya Vania menggikuti langkah kaki Wildan yang sudah jalan terlebih dahulu. Badan Wildan yang lebih tinggi dan diikuti Vania yang berjalan menunduk, seperti melihat induk ayam sedang menyebrang dengan itik itiknya.

"Muka nya ga usah tegang banget dong,

santai aja, aku ga makan manusia kok," Wildan menengok ke sebelah kiri, Vania dari tadi hanya diam saja dan tak bersuara sama sekali.

"Ini adek pacarnya di diemin aja gitu??"

Vania seponta menengok, Wildan tahu juga tentang masalah ini?

"Gimana gimana kakak tadi ngomong?"

"Iyaa, adek pacarnya.."

"Hah?"

"Kamu sama Bang Rizal udah officially right?"

Oke Vania terdiam.

"Iyaa, kemaren kak Rizal ngomong depan Abang, tapi kok kak Wildan ga dateng?" Vania malah menanyakan kembali,

"Ada kerjaan kemaren," jawab Wildan,

"Ouhh, pergi sama temen temennya ya?"

"Hmm.."

"Kapan kapan kalo ada waktu kita jalan bertiga ga!"

Deg! Wow ucapan Vania keren sekali bukan, disaat orang di kursi pengemudi sedang memanas, ia mengucapkan kalimat itu.

Mata Wildan melirik ke arah kiri, terlihat jelas kalung berliontin "infinity"

Wow! Wildan serasa throwback sekali,

Sekitar 4 bulan yang lalu Wildan dan kak Ayu sedang berbincang pasal renov rumah bandung. Rizal menghampiri mereka berdua yang sedang sedikit berdebat, "kak ayuuu!!" Rizal melarikan dirinya dan mennyederkan badannya di kak ayu. "Kakk!!!" Rizal menggayun kan lengan kak Ayu yang sedang berfokus dengan Handphone ditangan Wildan.

"Apa Riz," kak ayu masih terfokus dengan gambar rumah.

"Kakkk!!!"

"APAA MUHAMMAD ARIZAL ARYA!" Bentak kak ayu, "Kenapa sih?? Ada apa? Orang lagi stress ditambahin buat stresss!" Omel kak Ayu.

Dua adik nya itu tak bersuara sama sekali, "kamu tunggu disini Wil! Kamu juga Rizal mau apa!" Hohoho Hormon orang yang sedang berbadan dua sedang tidak bagus.

"I-ini mau ngeliatin foto kalung.." Rizal perlahan mengeserkan kembali badannya,

"GAUSAH DEKET DEKET KAKAK GA SUKA FARFUM KAMU!" Bentak kak ayu lagi saat Rizal inggin mengeserkan badannya,

"Orang lagi ngisi malah di gangguin," Jetuk Wildan dan membuang arah mukanya.

"APA KAMU? NGATAIN KAKAK? KAMU JUGA BANYAK MAU BANGET BUAT RUMAH INI! YANG MAU PUNYA ANAK KAKAK BUKAN KAMU!" Kak ayu menaikan nada suaranya lagi. 

"UDAH AH KAKAK CAPE YANG ADA DARAH TINGGI KAKAK DITENGAH KALIAN!" Kak Ayu berdiri dari sofa ruang keluarga dan berjalan masuk ke kamarnya.

"Kak ayu udah berapa bulan sih?" Mata Rizal mengikuti arah kak Ayu naik ke arah lift.

"Seinget gua baru 2 bulan...." Jawab Wildan yang masuk mengikuti gerak gerik kak Ayu.

"Lu mau ngeliatan apa sih emangnya? Sampe so clingy banget lagi," Wildan membuang buka nya ke arah lain.

"Ini mau liatin kalung, minta tolong dipilihin gitu loh. Gua ga ngerti bentukan kalung buat cewe soalnya," Rizal menjelaskan panjang lebar tanpa menatap muka adiknya,

"Coba gua liat,"

"Nih?"

Ada dua kalung, satu berbentuk Infinity dan satu lagi berbentuk Love.

"Yang Infinity lebih bagus...buat cewek apa buat lu?" Tanya Wildan masih melihat ke arah layar ponsel Rizal,

"Buat cewe lah masa buat gua!"

"Yaudah yang infinity aja pasti bagus di leher cewe.."

"Oke!thanks!" Rizal langsung berlari menaiki Anak Tangga setelah mendapatkan saran dari Wildan,

"Punya cewek dia sekarang?" Batin Wildan dan kembali fokus mencari decor kamar anak Kecil.

Flashback off

"Ahh..Ya-kapan kapanya.." Jawab Wildan dengan sedikit terbata, ia masih terfokus dengan kalung nya walau mata nya sudah kembali tertuju ke jalan.

"Bawa pasangan kakak juga gapapa kok.." Vania sedikit mencair kan suasana, ya setelah Wildan melihat liotin itu tak ada percakapan lagi.

"Hahhaha ga ada gebetan.." Ya gebetannya sudah jadi sama yang lain apa boleh buat, mana dengan kakaknya sendiri.

"Mau ku cariin?"

"Boleh-tapi spek nya kaya kamu bisa?"

Shet..Dua manusia itu tak menggeluarkan suara sama sekali lagi, Vania yang terdiam dan menatap jalan dengan hati yang ling lung.

Serta Wildan yang sedang memanas melihat kalung di leher Vania dan Hal Yang membuatnya tambah meringgis.

Perjalanan yang dari keluar sekolah Vania hingga didepan Rumah Vania menjadi dingin, tak ada percakapan dan lagu yang terputar di radio pun menambah keadaan.

"Makasih udah nganter ya!"Sahut Vania sebelum turun dari Mobil Wildan,

"Sama-sama, Yaudah aku langsung ya.."

"Hati hati yaa.." Vania melampaikan tangannya dan dibalas lampaian tangan Wildan dari dalam mobil.

Mobil Wildan sudah menghilang dari halaman rumah Vania dan Vani pun sudah masuk ke dalam rumahnya.

Selama Wildan berjalan pulang semua rasa kesalnya memukuli dirinya, kesal? Sedih? Dendam? Senang?

Semuanya menjadi satu, ia kesal kenapa Vania yang harus menjadi pacar Rizal sedangkan itu incaran ia bertahun. Walau sebenarnya ia sedikit senang apa yang Wildan pilih saat itu benar benar cantik di pakai Vania walau itu bukan berian dirinya.

Vania yang sedang membereskan barang barangnya yang akan berangkat ke palembang diganggu oleh seseorang tak dikenal melalui sambungan telpon,

"Halo.."

Xxxxx : halo apa benar ini dengan ibu Vania

Vania : betul kenapa ya ?