Yuna langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu, tetapi Yuna langsung membelalakkan matanya karena yang sedang berdiri di ambang pintu tak lain adalah Ibunya sendiri. Yuna yang semula duduk di kursi ruang BK, langsung berdiri menghampiri Ibunya yang tampaknya sudah tersulut emosi.
"Dengarkan penjelasan Yuna dulu, Ma! Ini gak sesuai yang Mama liat, semua ini gak benar!" ucap Yuna begitu sampai di depan ibunya.
"Lalu bagaimana kenyataan yang terjadi? Mama benar-benar gak nyangka sama kamu, Yuna! Mama gak tau lagi harus dengan apa agar Mama memberikan hukuman yang setimpal untukmu! Kamu benar-benar memamalukan!" ucap Ibunya yang tampak semakin emosi. Ia mengucapkan itu dengan suara lantang di depan banyak orang.
Sementara Yuna, ia hanya bisa menahan malu dan menundukkan kepalanya karena sudah tak mampu menunjukkan wajahnya itu. Seusai Ibu Yuna memarahi Yuna, ia langsung pergi begitu saja dari rumahnya. Yuna sangat sedih bahkan tak mampu untuk menahan air matanya kembali.
"Kalian berdua, sekarang bisa keluar dari ruangan ini," ucap Pak Yon.
Mendengar itu, Yuna dan Gio bergegas keluar. Sejak tadi Gio hanya memandangi Yuna dengan rasa kasihan, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena semuanya sudah terjadi.
Dengan langkah gontai yang pasrah, Yuna segera berangkat ke kelasnya tanpa mempedulikan Gio yang ada di belakangnya. Sesekali Gio ingin sekali menyapanya dan menghiburnya, tetapi entah mengapa dia tidak mempunyai keberanian sebesar itu.
"Kamu tidak perlu sedih seperti itu, Yuna. Kita punya waktu 2 minggu untuk selesaikan semuanya dan membuktikan kepada guru dan seluruh siswa di sini bahwa kita itu tidak bersalah. Kita akan cari tahu sama-sama siapa pelakunya, waktu kita ini hanya 2 minggu," ucap Gio yang saat ini berada di belakang Yoona sambil berjalan.
Mendengar perkataan dari Gio, Yuna menghentikan langkah kakinya dan segera menoleh ke belakang, yaitu ke arah Gio. Sejenak dia menghela nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Waktu dua minggu itu tidaklah banyak, ia Gio. Bagaimana jika dalam waktu 2 minggu itu kita masih belum menemukan siapa pelakunya, apa yang akan diperbuat oleh pihak sekolah kepada kita?"
Kemudian Gio menggaruk-garuk kepalanya sambil menghembuskan nafas ke segala arah. "Kita itu belum apa-apa, tapi kenapa kamu bersikap seolah bahwa kamu itu sudah nyerah?"
Sesaat Yuna langsung menyadari tentang obrolan Gio dengannya yang sejak tadi berlangsung. Menurutnya seperti ada yang aneh dari biasanya.
"Kenapa kita ngomongnya pakai aku kamu? Gua baru nyadar sumpah," ucap Yuna setelah menyadari sesuatu.
"Emangnya kenapa kalau kita ngomong pake aku kamu? Biarkan saja seperti itu, aku lebih suka seperti itu kok," jawab Gio dengan senyuman manisnya.
Yuna tak menggubris lagi perkataan Gio dan tetap berjalan dengan langkah kaki yang cepat, sejenak Gio bingung dengan sikap yang ditunjukkan oleh Yuna. Gio pun mengejarnya dari belakang, karena ia rasa Yuna sedang menghindarinya.
"Eh, tunggu! Kok main pergi-pergi aja sih, kita ini kan masih belum selesai ngobrol," protes Gio.
"Emangnya kita mau ngobrol apa lagi sih? Enggak usah sok akrab sama gua," ketus Yuna.
"Hah? kenapa?" tanya seperti orang tak ada dosa.
"Ya karena sebelumnya kita memang tidak saling kenal, kan? Maaf, maksud gua kita sebelumnya tidak sok akrab kayak gini dan lu di mata gua seperti orang asing pada umumnya. Lagian kalau kita berdua terus di sini terus ketahuan Erika, bukan ini lu yang dihajar tapi gua!" timpalnya.
"Iya, aku minta maaf," ucap Gio.
Tak menggubris perkataan dari Gio, Yuna langsung melenggang pergi begitu saja dari hadapannya. Tapi di sisi lain, Gio ingin berbicara dengan Yuna. Tak lama setelah itu, Gio juga langsung bergegas ke kelasnya.
"Aku sama sekali tidak mengerti ini, apa-apaan ini semua?" gerutu Yuna sembari melangkahkan kakinya ke kelas.
Tidak lama setelah itu, Yuna sudah berada di depan kelasnya dan mulai masuk ke dalam sana. Tapi anehnya, banyak mata di sana yang memperhatikan Yuna dengan tatapan yang tidak biasa. Sebenarnya Yoona merasa risih dengan tatapan tatapan mereka, mau bagaimana lagi karena mereka memang suka sekali memandangi Yuna dengan pandangan seperti itu.
Tidak lama kakinya melangkah, akhirnya Yuna sudah berada di bangkunya dan mulai duduk. Tetapi mata yang ada di kelas itu masih tertuju padanya, Yuna berusaha bersikap untuk biasa saja dan mulai melihat mereka satu persatu. Tetapi setelah Yuna melihat mereka satu-satu, mereka justru langsung memalingkan pandangannya ke arah yang lain.
"Ini nih dia yang sudah bermain dengan Gio!" Suara seorang wanita tiba-tiba saja terdengar.
Yuna menelan ludahnya dan langsung melirik ke arah sumber suara. Dan benar saja, karena orang yang baru saja mengucapkan itu tak lain adalah Erika dan juga Archipelago yang lain.
Yuna hanya bisa menatap tajam mereka karena dari dulu sama sekali tidak takut, hanya saja dia lebih memilih menghindar karena jumlah mereka banyak dibanding dirinya yang hanya seorang diri.
"Kenapa semuanya bisa terjadi seperti ini? Wahai, Yuna!" ucap Lya dengan melipat kedua tangannya di perut.
Yuna pun berdiri dari tempat duduknya dan mulai menghadapi anak-anak Archipelago di situ. Tetapi situasi di sana masih belum bisa diprediksi, apakah Yuna akan memberi pelajaran pada mereka sekarang atau tidak.
"Kenapa sih kalian kalau nggak ganggu gua sehari aja?!" bentak Yuna dengan nada tinggi.
"Bagaimana kami bisa hidup tenang kalau lu sendiri sudah melakukan hal yang tidak baik itu berada Gio, lu itu jadi cewek emang gak tau malu banget ya?!" ucap Erika kasar dan keras.
"Lu kok dari tadi coba main asal main tuduh aja sih? Kan udah gua bilang beberapa kali kalau gua itu, nggak ngelakuin itu. Kenapa lu nggak paham juga sih? Jadi capek gua kan kalau ini!" ucap Yuna dengan nada tinggi lagi.
"Lu jangan ngomong kasar gitu ya ke gua? Udah tau salah tapi tingkahnya masih ngelunjak kayak gitu lagi!" ucap Aurel ikut nimbrung.
Tidak lama setelah itu ada seseorang yang masuk dan menghentikan aksi mereka dalam membully Yuna. Dia merupakan sosok laki-laki berbadan tegap dan juga tinggi.
"Hentikan! Kenapa kalian berperilaku seperti itu pada Yuna?!" bentak laki-laki itu. Sepertinya dia bukan merupakan anak IPS, tetapi dia anak jurusan IPA.
"R-Rasya?" batin Yuna.
Laki-laki itu adalah Rasya, sosok pria yang sempat menolongnya pada saat Yuna mengalami cidera yang parah di bagian pinggang akibat perlakuan Genk Archipelago.
Rasya pun menghampiri lokasi di tempat Yuna saat ini sedang dibully oleh mereka. "Yang kalian lakukan ini benar-benar keterlaluan!" bentak Rasya lagi.