Setelah memasang kemejanya dan semuanya sudah siap, Gio langsung bergegas ke rumah Yuna menggunakan sepeda motornya. Jika dilihat dari wajahnya, Sepertinya dia sudah sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Yuna seakan tidak peduli dengan masalah yang menghantamnya saat itu.
Ia mulai menaiki sepeda motornya dan mulai bergerak menuju ke arah rumah Yuna. Melewati pohon-pohon dan juga melihat beberapa orang yang berada di sana yang juga melintasi jalan tersebut.
Tidak lama setelah itu, akhirnya Gio sudah berada di depan pagar rumah Yuna. Ia mulai turun dari sepeda motornya dan masuk ke area kawasan rumah Yuna dan mulai mengetuk pintunya.
'tok tok tok'
"Assalamualaikum," ucap Gio.
Kini dia hanya menunggu seseorang dari dalam rumah itu untuk membukakan pintu untuknya.
Tidak lama Gio menunggu di depan rumah itu, datanglah seseorang dari dalam rumah itu yang sepertinya hendak membukakan pintu untuk Gio.
"Halo, Gio. Silakan masuk," ucap Yuna setelah membukakan pintu untuk Gio.
Gio pun mulai masuk ke dalam rumah itu dan duduk di sofa, pandangannya sama sekali tak teralihkan dalam melihat Yuna. Menurutnya wajah Yuna itu tidak membosankan. Ia terus memandanginya seakan lupa tujuan utama dia datang kemari.
"Lu kenapa liatin gua kayak gitu?" tanya Yuna.
Gio langsung terkejut dan langsung memalingkan pandangannya ke arah yang lain. "M-maaf, soalnya lucu cantik banget," ucap Gio seakan semuanya baik-baik saja.
"Lu itu serius nggak sih datang ke sini?! Kita ini sekarang sedang berada di dalam masalah tau gak? Kenapa lu malah fokus ke yang lain dan sibuk memperhatikan wajah gua?" ucap Yuna sedikit marah.
"Maaf, ya udah kalau gitu kita mulai diskusi sekarang," ucap Gio.
Gio pun mulai menjelaskan sesuatu yang dia tahu dari awal sampai akhir kepada Yuna. Sedangkan Yuna, memperhatikan dan mendengarkan semua penjelasan dari Gio tentang rencananya. Kurang lebih 15 menit mereka berdiskusi, akhirnya mereka sama-sama selesai dalam mengutarakan pendapatnya.
"Jadi Apa lu setuju dengan gua bilang tadi? Gua sama sekali tidak memaksakan pendapat, berarti yang gua tahu dan gua pahami adalah sesuatu yang gua bilang tadi. Semoga lu paham dan cepat ambil keputusan," ucap Gio.
"G-gua ... gua gak tau, tapi apa lu yakin? Kalau sebelum mengatakan semua ini sudah berpikir semuanya matang-matang, kan?" tanya Yuna.
"Tentu saja."
"Jadi menurut lu, ini memang ulah Erika?" tanya Yuna lagi.
"Gua yang paling kenal Erika, dan sebelum kasus ini ada dia memang membenci lu, kan? Sebenarnya gua sekarang gak main asal tuduh meskipun yang gua curigai adalah pacar gua sendiri. Tapi yang gua pahami adalah itu, dan lu kalau masih kurang yakin dengan pendapat gua, lu bisa meminta bantuan dengan Rasya. Dia teman lu, kan? Menurut gua dia lebih pintar dari gua, dan mungkin dia juga bisa jadi detektif," ucap Gio panjang lebar.
Sementara Yuna, mencoba mencerna kembali ucapan dari Gio. Jika memang dipikir-pikir, memang hanya Erika dan anggota gen Archipelago yang lain yang selalu mengusik dari awal seakan mereka sama sekali tidak suka dengan Yuna. Yuna sedikit percaya dengan perkataan yang dikatakan oleh Gio, tetapi di sisi lain, dia tidak mau jika semua opininya dianggap sebagai tuduhan karena dia dan gue juga masih belum mempunyai bukti bahwa Erika adalah dalang di balik semua ini.
"Tapi lu sadar nggak sih, Gio? Dengan lu mengucapkan seperti itu, itu sama saja lu sudah menuduh seseorang. Karena lu juga belum mempunyai bukti yang kuat, kan?" ucap Yuna dengan penuh penekanan.
Gio menghembuskan nafasnya ke segala arah. "Seperti yang gua katakan tadi, gua nggak maksa lu buat percaya sama gua. Lu bisa cari tahu sendiri melalui Rasya, tapi jika lu sudah setuju kalau Erika adalah pelakunya maka kita bisa melakukan rencana yang gua katakan tadi, memangnya apa yang membuat alu kurang percaya kalau Erika yang sudah melakukan semua itu?" ucap Gio.
"Gua sebenarnya juga pengen cari tahu sendiri, tapi karena kita tidak punya waktu banyak lagi untuk membuktikan, kayanya gua harus percaya sama elu."
"Tapi apa lu yakin?" tanya Gio.
Yuna menganggukkan kepalanya dengan ragu. "In Sya Allah gua yakin," jawab Yuna.
"Jadi kapan kita akan melakukannya, gua harap lu sudah konsisten dengan keputusan lu yang sekarang. Kita harus buktiin kalau kita memang tidak bersalah," ucap Gio seakan meyakinkan Yuna.
***
"Kau adalah hatiku ... kau belahan jiwaku ... seperti tuk ku mencintamu sampai ... matiiii ... kau adalah hatiku ... Kau belahan jiwaku ... Seperti tuk ku mencintamu sampai matiiiiiii ... " Rasya sedang menyanyi dengan penuh penghayatan sambil mencuci mobilnya di depan rumah.
Suara nyanyian Rasya sampai terdengar oleh tetangganya membuat tetangganya hanya bisa geleng-geleng kepala Sambil tertawa kecil.
"Haduh, Sya. Malah nyanyi terus! Cuci mobilnya itu yang bener!" protes salah satu tetangganya yang tadi tertawa.
"Hehehe ... namanya juga anak muda, Bu! Ya wajar kalau suka nyanyi-nyanyi!" seru Rasya membela diri sambil cengengesan karena malu.
"Hmmm ... Anak muda zaman sekarang emang ada-ada aja," ucap tetangga itu lagi sambil menggelengkan kepala.
Rasya tertawa kecil sambil menggaruk-garuk lehernya menahan malu. "Ya, maaf atuh bu," ucap Rasya.
"Yaudah, kalau gitu saya mau lanjut pergi dulu!"
"Widih, mau ke mana, Bu?"
"Biasalah mau pergi arisan."
Rasya menggeleng-gelengkan kepala. "Emang dasar ya, ibu-ibu zaman sekarang," ucap Rasya sambil mendecak berkali-kali.
"Apa kamu bilang?!" tegas Ibu itu.
"Hehehe ... nggak kok, Bu! Hati-hati di jalan ya!"
Tetangga Rasya langsung pergi begitu saja dengan raut wajah yang tidak menyenangkan. Rasya menjadi berpikir dua kali dengan perkataannya tadi. "Apa ada yang salah ya sama perkataan gua? Atau emang pada dasarnya dia emang selalu marah-marah dan judes kayak gitu? Udah ah, bodo amat!" ucap Rasya kemudian melanjutkan ritual mencuci mobilnya dengan bernyanyi kembali yang suaranya tidak begitu merdu.
Tidak lama setelah itu, ada sosok laki-laki yang datang menemui Rasya di saat Rasya sedang mencuci mobilnya. "Woy, Rasya!" ucap seorang laki-laki yang baru saja datang itu.
"Eh, elu kan ..." Ucapannya seakan terhenti setelah melihat laki-laki itu.
"Gua orang."
"Iya gua udah tahu kalau cuma itu! Maksudnya lu anak dari kelas IPS yang satu kelas sama Yuna. Ada apa?" tanya Rasya.
"Iya, kenalin nama gua Rey. Gua sama Fanny merupakan sahabat Yuna sebelum kita mendengar kabar itu. Tapi pas lu bilang dan nyadarin kita semua di kelas bahwa mungkin saja foto dan video itu merupakan rekayasa, gua jadi sedikit percaya sama elu karena gua juga tidak begitu yakin kamu Yuna melakukan hal kotor itu," jelas Rey.
"Jadi? Maksud lu datang ke sini?"