Yuna sekuat tenaga mempertahankan foto menjijikkan itu agar tak lepas dari genggaman tangannya. Ya, walaupun harus ribut-ribut dengan Erika. Kemudian Aurel datang dan ikut berpartisipasi untuk mengambil foto itu.
"Sialan! Lepasin, gak?!" bentak Erika.
Aurel langsung menarik foto itu dengan usahanya. Sementara Yuna masih belum mengerti tujuan dan motif mereka ingin merebut foto tak benar tersebut.
Tak lama setelah itu, seorang guru bergender wanita datang dengan nickname 'Ririn' di dada kirinya menghampiri sekumpulan siswa yang ada di sana. Tampaknya guru wanita itu ingin mengetahui kericuhan apa yang terjadi sehingga menimbulkan suara yang bising.
"Ada apa-apa ini ribut-ribut!" bentak guru yang baru saja datang. Tak lupa ia memasang sorot mata yang tajam kepada seluruh siswa yang ada di sana.
Mendengar suara bentakan dari guru itu, membuat Aurel dan Erika menghentikan aksinya untuk mengambil alih foto yang ada di genggaman Yuna. Dengan cepat-cepat, Yuna menggenggam erat foto tersebut dan menyembunyikannya di balik badan.
"Kalian semua, apa kalian gak liat kalau sekarang sudah waktunya jam pelajaran?! Sana, kembali ke kelas kalian masing-masing!" gertak Ririn si guru itu.
Seluruh murid pun bergegas menuju ke kelasnya masing-masing, begitu juga dengan Yuna. Tetapi saat Yuna ingin membalikkan badan untuk menuju kelas, tiba-tiba ada yang menghentikan langkahnya dengan menggunakan suaranya.
"Tunggu, Yuna. Khusus untuk kamu, kamu gak boleh pergi ke kelas dulu. Ayo ikut Ibu ke ruang BK!" perintah Ririn dengan raut wajah anti senyum kemudian melenggang pergi begitu saja dari hadapan Yuna.
Yuna bergeming, dan hanya bisa menatap kepergian Ririn yang mulai jauh dari pandangannya tanpa berkedip sedikit pun. "A-apa ini? Apa salahku?" ucapnya dengan penuh kekhawatiran.
Bukannya mengikuti Ririn ke ruang BK, justru Yuna masih tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Sejenak ia menelan ludah karena tak percaya dengan yang dialaminya saat ini. Kemudian ia membuka tangan kanan yang tadi memggenggam foto itu dan menatapnya dengan nanar, tangannya gemetar. Foto itu menunjukkan Yuna dan Gio sedang berciuman.
"Siapa yang sudah berani melakukan semua ini? Apa masalah dia sebenarnya?" batin Yuna sembari berfikir keras.
"Siapapun yang sudah melakukan semua ini padaku, lihat saja. Aku tidak akan mengampuninya," ucapnya dengan penuh dendam.
Di saat kaki Yuna mulai melangkah, tangan Yuna seperti ada yang menyentuhnya. Yuna terkejut dan segera menolehkan kepalanya pada sosok yang menyentuh bahkan memegang tangannya dari belakang.
"Gio?" Ternyata yang menyentuh tangan Yuna tadi adalah Gio.
Dengan kasar Yuna melepaskan tangannya dari tangan Gio yang melekat di tangan Yuna tadi.
"Jangan pegang-pegang gua!" bentak Yuna kasar.
"Gua tau, lu sekarang sedang emosi. Sebenarnya kita mengalami nasib yang sama, jadi lu jangan emosi gitu ke gua. Karena gua juga korban! Gua gak tau siapa yang sudah merekayasa foto dan video itu, gara-gara itu gua sekarang dipanggil ke ruang BK!" ucap Gio dengan kesal.
"Gua bakal nyari tau siapa dalang di balik semua ini! Kalau sampai udah ketemu orangnya, gua bakal laporin dia ke polisi!" ucap Yuna dengan nada kesal.
"Gua juga akan nyari, tapi yaudah, mending kita ke ruang BK," ucap Gio lalu melangkahkan kakinya menuju ruang BK.
Tanpa berbasa-basi lagi, Yuna juga melangkahkan kakinya untuk pergi ke ruang guru. Gio berada di depan Yuna dengan berjalan tegap dan pandangan lurus ke depan tanpa memperhatikan siapa pun yang melihatnya dengan tatapam tajam.
Tak lama kaki mereka melangkah, akhirnya Yuna dan Gio sudah berada di depan ruang BK. Mereka pun segera masuk ke dalam ruangan itu secara bersamaan, dan terlihat di sana ada seorang guru BK yang tampaknya memang sudah sejak yadi mereka menunggu kedatangan mereka berdua.
"Kalian berdua, silahkan duduk di kursi ini!" ucap guru laki-laki bernama Yon.
Gio dan juga Yuna langsung duduk di kursi depan meja Pak Yon, terlihat dari raut wajah mereka bahwa mereka sangat takut dan gugup menghadapi guru yang bernama Yon itu.
"Saya dan guru lainnya sudah tau mengenai foto yang ditempel di mading sekolah ..."
"Foto itu tidak benar!" potong Yuna.
"Kami tidak melakukan itu! Percayalah sama kami! Kita berdua juga belum tahu siapa yang merekayasa foto itu lalu menempelkannya di mading," lanjut Gio.
"Sebentar, saya belum menyelesaikan perkataan saya. Kenapa kalian lancang memotong pembicaraan?" tegas Pak Yon.
Keduanya hanya bisa menunduk setelah Pak Yon sedikit memarahi mereka karena sudah memotong pembicaraanya.
Kini Pak Yon ingin melanjutkan untuk mengintrogasi kedua siswa yang ada di hadapannya. Tapi sebelum itu, Pak Yon mengambil sebuah map kuning yang bertuliskan 'buku pelanggaran berat siswa'. Tapi Pak Yon hanya memegangnya saja, tetapi tak berbicara apa-apa.
Yuna dan Gio saling tatap sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke depan, yaitu ke arah Pak Yon.
"Apakah foto-foto itu benar?! Kalian benar melakukan semua itu?!" ucap Pak Yon lagi dengan tegas.
"Tidak, Pak! Saya berani bersumpah kalau saya tidak melakukan hal itu!" ucap Yuna yang sedang berupaya meyakinkan sang guru BK.
"Ya, saya juga. Saya juga berani bersumpah kalau saya tidak melakukan itu! Bapak tidak perlu percaya dengan yang dikabarkan, dan juga dengan foto-foto itu! Karena bisa saja kalau foto itu merupakan sebuah rekayasa," ujat Gio.
Pak Yon hanya diam menatap wajah kedua muridnya yang penuh dengan keseriusan. Jika dilihat, memang tak ada sebutir pun kebohongan di sana, karena mata tak pernah bohong.
"Oh, begitu. Jadi, jika memang foto dan video yang sudah mulai tersebar luas itu tidak benar, siapa kira-kira seseorang yang tlah merekayasa semua itu?" tanya Pak Yon.
"Mana kami tau lah, Pak! Kami sama sekali nggak tau pasal itu, saya aja terkejut karena baru mendengar informasi ini tadi," jelas Yuna dengan penuh penekanan.
"Bagaimana dengan kamu, Gio?" tanya Pak Yon.
"Apalagi saya, saya sama sekali tidak tahu mengenai hal itu! Tapi saya pastikan akan mendapatkan orang itu!" ujar Gio.
Pak Yon yang merasa bingung dengan pernyataan kedua siswanya yang penuh dengan keseriusan dan sungguh-sungguh, hanya bisa diam dan berfikir. Sesaat kemudian, ia mulai menemukan ide yang menurutnya brilian.
"Jika kalian memang tidak melakukan perbuatan kotor itu, saya akan berikan waktu dua minggu pada kalian untuk membuktikan bahwa kalian tidak bersalah. Sekalian kalian bisa cari tahu siapa orang itu," ucap Pak Yon.
Gio dan Yuna setuju meski waktu dua minggu itu tidaklah banyak.
"Yuna! Apa yang kau lakukan?!" suara seorang wanita tiba-tiba datang dengan raut wajah penuh akan kekecewaan. Dia adalah Ibu Yuna sendiri yang sedang berdiri di ambang pintu.