Mana mungkin seorang Yuna akan melakukan hal itu? Tentu saja ini tak mungkin karena seorang Yuna pasti seseorang yang sangat baik, dan jika dibilang dan digosipkan seperti itu rasanya itu tidak mungkin. Yuna pun berusaha melakukan pembelaan di sana, karena bagaimanapun ia brisikeras bahwa dia tak melakukan itu.
"Semua foto-foto tersebut bohong! Itu boong! Karena gua gak pernah ya main sama Gio. Gua tau, pasti ini merupakan kerjaan seseroang yang gak suka sama aku kan?" bentak Yuna.
"Buktinya udah jelas lho ini," ucap Erika dengan menyunggingkan senyumannya.
Yuna yang merasa sangat kesal itu kemudian menghampiri Aurel dengan langkahan kaki satu langkah ke depan dan mulai menatap seluruh wajah Erika secara rinci.
"Pasti ini ulah lu kan? Biar apa sih lu lakuin itu? Lu pikir kayak gitu tuh lucu?" ucap Yuna seakan mulai berani.
Dengan sekuat tenaga, Erika mendorong tubuh kecil Yuna yang membuat Yuna hampir terjatuh. "Lu jangan sembarang nuduh gua ya! Dikira gua yang buat foto-foto itu? Bodo banget sih lu! Udah jelas kalo ni cerita dan foto lengkap dengan videonya udah banyak yang nyebar, masa elu yang jadi topik pembicaraan ga tau sih!" jawab Erika geram. Saking geramnya, ia sampai menggeser giginya dengan keras.
"Daripada kita sibuk ngurusin tu anak yang ga mau ngakuin kesalahannya mending kita pergi aja dari sini, ntar kita telat sekolah lagi gara-gara ngurusin ni cewe ga berguna," ucap Aurel yang sedang mengajak temannya pergi dari tempat itu.
Genk Archipelago saat itu sudah beranjak pergi dari tempat itu menggunakan mobil mereka. Kini hanya Yuna seorang diri yang berada di situ. Dia merasa lelah dengan semua ini dan kemudian melanjutkan perjalanannya menuju sekolah.
Dengan langkah gontai, kakinya melangkah. Dirinya masih berfikir keras dengan yang semua terjadi di situ.
***
Tak selang berapa lama, akhirnya Yuna sudah berada tepat di depan gerbang sekolahnya yang besar dan mewah. Ia mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam sekolah itu.
Sepanjang kakinya melangkah, ia hanya bisa melihat sekumpulan siswa yang sedang memperhatikan Yuna yang sedang berjalan. Yuna pun terus berjalan tanpa menggubris apapun yang telah dilihatnya saat itu, dan tak peduli sama sekali dengan orang-orang yang berada di sekitarmya dengan tatapan yang aneh seperti itu.
"Kenapa mereka melihatku seperti itu? Ada apa dengan mereka?" batin Yuna sembari terus berjalan.
"Hmm, sepertinya aku memang sedang jadi bahan omongan di sekolah. Apa karena gara-gara kasus itu? Tapi emang bener, aku gak melakukannya sama sekali. Huh, yang benar saja," gerutunya sambil terus berjalan menuju ke arah depan.
Tak lama kakinya melangkah, akhirnya ia sudah berada tepat di depan kelasnya. Ia langsung masuk ke dalam kelas namun hanya ada dua orang di sana, yaitu Rey dan Fanny yaitu temannya sendiri. Yuna menghampiri dua orang itu dan mulai bertanya pada mereka.
"Kalian kok cuma berdua, sih? Yang lain pada ke mana?" tanya Yuna kepo maksimal.
"Memangnya kamu gak tau? Mereka sekarang lagi ada di tempat mading ngeliatin sesuatu di sana," jawab Fanny.
"Hah? Ngeliatin apaan emangnya?" tanya Yuna lagi.
"Kamu itu sekarang lagi jadi bahan perbincangan di sekolah! Masa sih kamu gak tau, Ye?" ujar Rey.
"Ya ... aku emang gak tau sih, tapi emangnya kalian percaya dengan isu yang sedang heboh itu?" tanya Yuna.
Keduanya hanya saling tatap kemudian mengangkat bahunya, mereka tak berani untuk menatap Yuna lagi entah apa sebabnya. Yuna langsung membuang pandangan dan mengembuskan napas kasar ke segala arah.
"Aku tau, kalian pasti percaya dengan berita-berita itu, kan? Kenapa sih kalian bisa percaya kalo aku melakukan itu semua?! Emangnya kalian ga mikit dua kali mengenai hal itu? Kalian percaya kalau aku melakukan hal tidak sopan itu? Kalian berdua adalah satu-satunya teman yang aku punya dan kalian harus percaya sama aku kalau aku ga kayak gitu," ucap Yuna kesal.
Kemudian Fanny berdiri dari tempat duduknya dan menatap Yuna dengan dalam, ia sekarang berada di hadapan Yuna dengan jarak yang sangat dekat. Mungkin, jaraknya hanya satu jengkal tangan Fanny.
"Kita berdua mau lho percaya sama kamu, Yun. Tapi bukti-bukti itu sudah menunjukkan kalau kamu itu ..."
"Sudah, hentikan!" bentak Rey.
"Kalian jangan ribut-ribut di sini, dan untuk kamu Yuna, silahkan selesaikan sendiri masalahmu karena kita udah gak mau lagi bantu kamu. Kita gak bisa apa-apa, semoga kamu berhasil membuktikan kalau kamu sendiri tidak bersalah," ucap Rey lalu menarik tangan Fanny.
Kini di kelas, hanya ada Yuna seorang. Ia tak tahu harus dengan apa lagi dia perbuat, karena dia sendiri tak mengerti mengapa ada orang yang berbuat sekeji itu pada Yuna. Yuna tak menyangka bahwa ada seseorang yang berusaha bahkan terniat untuk menjatuhkan Yuna dengan cara yang demikian.
Yuna melangkahkan kakinya ke arah bangku lalu meletakkan tasnya di sana. Pikiran dan hatinya merasa tak tenang karena hal yang terjadi pada dirinya itu. Tak lama setelah itu, Yuna memutuskan untuk pergi ke tempat di mana siswa berkumpul saat ini. Ya, tentu saja di tempat mading.
Dengan langkahan kakinya yang cepat, ia berlari menuju tempat mading karena dia ingin mengetahui apa sebenarnya yang mereka lihat sekaligus ingin klarifikasi bahwa semua itu tidaklah benar.
Sesampainya Yuna di tempat mading, ia mulai menghampiri sekerumanan murid yang sedang berada di depan mading. "Ih, minggir-minggir!" ucap Yuna seakan desak-desakan.
"Wah, ini nih jagoannya."
"Ini dia artisnya!"
Semua siswa seakan menjadi gempar setelah Yuna tiba di lokasi, kemudian Yuna membelalakkan matanya setelah melihat gambar yang terpampang jelas di mading sekolah. Dengan pergerakan yang cepat, Yuna langsung menarik foto itu dengan kasar dari mading lalu meremasnya. Rahang leher Yuna jadi mengeras dan ingin melakukan sesuatu pada orang-orang di sana.
"Apa yang kalian liat di sini?! Itu semua tidak benar! Aku tidak melakukan itu! Semua itu rekayasa, tau gak sih!" kesal Yuna dengan emosi yang berapi-api.
Seluruh siswa menjadi terdiam dan menatap kemarahan Yuna yang mungkin tak bisa dijabarkan lagi. Tak lama setelah itu, Erika dan genk yang lainnya datang dan menghampiri Yuna, tak lupa memasang wajah licik dan senyuman yang miring.
"Sudahlah, Yuna! Lu itu ... gak usah ngelak lagi!" ucap Erika yang baru saja datang, ia mengucapkannya dengan suara lantang.
"Bener tuh, ngelak aja terus!" ujar Aurel.
"Kurang ajar lu semua! Brengsek!" kesal Yuna.
Erika menghampiri dan mulai berusaha merebut foto itu dari Yuna. "Siniin fotonya!"
"Gak! Ih, mau ngapain sih!"