Pagi kembali tiba, dengan kicauan burung-burung yang sangat merdu di telinga. Gadis yang bernama Yuna saat itu masih tergeletak lemah di atas empuknya kasur tanpa memperdulikan jam alarm yang terus-terusan berdering tanpa henti. Perlahan ia membuka matanya dan mulai melihat sekelilingnya yang tampak kabur, Yuna menggeliat pelan sambil melihat jam dinding yang terus berdetak seperti biasanya.
Kemudian mengarahkan matanya pada jam alarm yang terus-terusan berdering, tangannya bergerak mematikan benda waktu yang mengganggunya tidur. "Kok udah pagi aja sih? Aku tahu nih apa yang akan terjadi padaku hari ini, genk Archipelago pasti akan memburuku lagi. Dasar anak Archi gak ada akhlak," ucapnya sambil mengumpat pelan.
Sesekali mulutnya berdecak sambil menaik turunkan nafas berat, karena merasa lelah dengan hidupnya yang penuh fitnahan, sampai saat ini Yuna belum tahu siapa yang menjebaknya dan membuat isu-isu tak benar itu di sekolah. Apa tujuan orang itu berbuat demikian kepada Yuna? Gadis itu mulai melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk segera mempersiapkan dirinya agar dia segera sampai ke sekolah.
Beberapa saat kemudian ponselnya berdering, tentu saja Ini membuat Yuna kesal dengan seseorang yang memanggilnya ditelepon di pagi-pagi buta begini. Dengan perasaan menahan emosi, Yuna meraih ponsel yang berada di meja kecil. "Ni orang gak ada kerjaan apa yak?" Yuna menggerutu.
Nama yang tertera di layar ponsel Yuna merupakan nama 'Erika' seseorang yang kemarin menyerang Yuna bersama dengan komplotannya yang tak jelas. Yuna sama sekali tidak takut dengan mereka, hanya saja, dia lebih memilih tidak melawan sedikitpun demi keselamatan dirinya. Karena Yuna tahu seberapa licik dan jahat Erika dan komplotannya dalam berbuat jahat kepada seseorang.
Yuna juga tidak habis pikir karena Erika ketua genk Archipelago sekaligus ketua band musik di sekolahnya bisa membuat kesalahan fatal dengan menyerang seseorang yang sama sekali tidak membuat kesalahan itu. Erika sangat ceroboh sehingga dia menyerang Yuna tanpa menyelidiki kebenarannya dulu, ia melakukan itu hanya karena marah dengan seorang pacar yang berhubungan dengan wanita lain.
"Dasar wanita bodoh!" Yuna emosi.
Kemudian Yuna mengangkat telepon itu, meskipun rasa sakit yang berada di pinggangnya masih berbekas akibat ulah dari mereka.
"Kenapa lu nelpon gua? Enggak tahu waktu ya? Pagi-pagi kayak gini udah nelpon, sok sibuk banget hidup lu!" ujar Yuna mendengus kesal.
"Diem lu cewek lont*, udah nggak ada harga diri masih ngelawan lagi! Gua cuma mau memperingatkan sesuatu yang elu, jangan sampe guru-guru tahu tentang kejadian kemarin. Kalau sampai guru tahu tentang perbuatan gua, habis lu di tangan gua!" tandas Erika.
Yuna hanya tertawa kecil mendengar perkataan dari seseorang yang ada di telepon. "Kenapa lu? takut ya? hahaha, ketua genk kok takut. Waduh waduh, telah berpulang wibawa ketua genk yang bernama Erika Ratna Putri, semoga tenang jiwa dan mentalnya di alam sana," ujar Yuna yang tampak mengejek.
"Lu jangan kurang ajar ya! Gua gak main-main sama omongan gua," ucap Erika.
"Haduh, Rik. Masih pagi lho ini, jangan emosi napa ... sensi banget deh. Ingat ya, lu kalau memang berani sama gua, coba satu lawan satu. Jangan keroyokan dong mainnya, mental kok patungan sih! Nggak level deh. Kemarin kalau satu lawan satu mungkin elu yang habis di tangan gua, lu kan mainnya keroyokan ya jelas kalah lah gua," ucap Yuna menantang.
"Daripada lu udah kayak gak ada harga dirinya, main kok sama pacar orang! Gampangan banget sih lu jadi cewek. Oh iya lupa lu kan emang cewek gampangan," balas Erika.
"Udah ya, udah, lu aja belum tahu kebenarannya seperti apa, tapi lu udah nganggep gua kalau gua sesuai yang di kabarkan. Gua capek ngeladenin lu di telfon, kalau di sekolah pasti lu sama komplotan lu yang gak jelas, kalau empat mata beraninya cuma di telfon. Gak keren banget sih mental lu! Sok suhu aslinya cupu!" tegas Yuna semakin menjadi-jadi.
Di saat Erika ingin membalas perkataan dari Yuna, Yuna sudah mematikan dan memutuskan hubungan koneksi dengan Erika terlebih dahulu. Kemudian dia melemparkan ponselnya ke arah kasur dengan sembarang, tampaknya emosi Yuna sudah semakin tak stabil. Setelah itu Yuna mencoba menenangkan dirinya lantaran hati yang begitu emosi dengan perlakuan Erika.
Kakinya melangkah dan kemudian duduk di bibir ranjang, mencoba menghela napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. "Sudah aku duga, kalau hari ini pasti akan terjadi sesuatu yang sama lagi. Masih pagi-pagi aja udah ada orang yang ganggu aku, gimana nanti kalau aku sudah ada di sekolah? Aku tidak perlu menebak-nebak apa yang akan terjadi nanti, karena sebenarnya aku sudah memprediksinya terlebih dahulu dan sudah kupastikan itu benar dan akan terjadi," ucap Yuna.
Tidak lama ia berdialog bersama dirinya sendiri, dia pun segera melangkahkan kakinya untuk melakukan ritual mandi seperti biasanya. Waktu terus berjalan dan tak pernah berhenti, begitu juga dengan jam dinding yang masih berjalan dengan yang semestinya. Menandakan bahwa hari itu sudah semakin siang, Yuna sudah tidak ada waktu lagi untuk berdialog dan bertanya-tanya kepada dirinya sendiri karena dia sadar waktu terus berjalan.
Yuna melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah yang penuh kenangan itu. Suara shower mulai dihidupkan oleh Yuna untuk segera mandi.
***
15 menit tlah berlalu, saat itu Yuna sudah berada di depan cermin dengan mengoleskan lipgloss ke bibirnya yang tipis, merah, nan indah. Kemudian mengatur nya sendiri sesuai yang diinginkan, gadis Itu tampak rapi dan cantik dengan seragam yang ia kenakan dan logo SMA yang berada di dada kiri.
Setelah itu, tangannya meraih sebuah botol berisi cairan yang sangat wangi untuk disemprotkan ke badannya. Itu merupakan parfum pemberian temannya yang berada di Australia. Jika dilihat dari tekstur, bentuk, dan juga kualitas wangi, sepertinya parfum yang digunakan Yuna merupakan parfum yang mahal.
Tidak lama ia bersiap-siap di depan cermin, kemudian dia mengambil tas berwarna hitam miliknya yang ada di dekat ranjang kasurnya kemudian ia kenakan dan segera berpamitan kepada orang tuanya untuk berangkat sekolah. Harinya saat itu terasa biasa-biasa saja, semuanya terlihat begitu datar dan tidak ada yang spesial. Hanya saja, perlakuan genk Archipelago terhadapnya membuat dia sangat kepikiran. Karena ini baru pertama kali seumur hidupnya Yuna merasakan difitnah dan di rusak nama baiknya secara terang-terangan tanpa tahu siapa yang melakukan itu semua.
Sambil berjalan Yuna terus berucap dalam hati. "Kalau aku sudah mengetahui pelaku dibalik semua ini, aku tidak akan mengampuninya,"