Clara dan Andara pun kini sudah merebahkan tubuhnya di ranjang, kini mereka sudah berada dalam satu ranjang yang sama. Clara pun menoleh pada Andra yang masih menatap langit-langit, dirinya masih penasaran dengan ingatannya yang benar-benar amnesia atau hanya berpura-pura untuk suatu alasan tertentu. Tangan Clara meraih tangan Andra sembari berkata, "Andra … ini sudah malam, sebaiknya kau segera tidur."
Andra pun menoleh pada Clara dan menarik tangannya lalu berkata, "Ahk, aku belum mengantuk. Kau tidur saja duluan."
"Hm … aku juga belum mengantuk."
"Tapi ini sudah malam."
Clara pun terduduk dan menyendarkan bahunya di atas kepala ranjang, ia menatap Andra dan berkata, "Bagaimana aku bisa tidur kalau belum mengantuk."
"Coba saja pejamkan matamu, pasti nanti akan tertidur."
"Itu hanya sebuah kata-kata kuno yang akan semua pria katakan."
"Maksudmu?" tanya Andra sembari melirik Clara yang terduduk.
"Ya … semua pria pasti akan mengatakan demikian saat seseorang belum mengantuk, tapi sudah menyuruhnya tidur. Hm … mungkin bahkan bukan hanya pria saja, tapi semua orang akan mengatakan seperti itu."
"Itu karena memang salah satu cara agar cepat tertidur."
"Tapi, sepertinya nyatanya tidak demikian."
"Kau belum mencobanya, tapi kau sudah berkomentar demikian."
"Hm … kau sendiri, kenapa tidak mencobanya?"
Andra pun lalu terduduk bersampingan dengan Clara sembari berkata, "Aku belum mengantuk dan aku juga belum ingin tidur."
"Tapi ini sudah terlalu larut dan kau sebaiknya tidur. Kesehatanmu belum pulih."
"Aku sudah baik-baik saja."
Melihat luka yang ada di kepala Andra, Clara pun teringat saat dirinya pertama kali mendengar berita kematian Andra. Bagaimana pun Clara juga sedih saat mendengar berita itu, berita itu begitu mengguncangkan batinnya. Secara saat itu Andra berakat ke kantor dengan kondisi baik-baik saja, tetapi seketika ia mendapatkan kabar tentang tewasnya Andra dalam kecelakaan tragis.
'Entah kau amnesia atau tidak, tapi aku merasa jauh lebih baik. Bagaimana pun aku juga merasa kehilangan dirimu, saat pertama kali aku mendengar kabar kematian dirimu. Aku pun sangat terkejut dan tidak menyaka akan hal itu.' Batin Clara sembari menatap Andra dengan tatapan begitu dalam.
Andra pun melihat ke arahnya dia juga merasakan tatapan yang begitu dalam yang Clara berikan. Dia yang merasa tidak nyaman pun berkata, "Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Ahk, tidak apa-apa. Aku hanya senang bisa melihatmu kembali," jawab Clara lalu menunduk.
"Ya … aku juga senang, kalau aku selamat dari kecelakaan maut itu."
"Aku sungguh tidak menyangka, hal itu menimpamu."
"Semua itu musibah."
"Ya, kau benar. Kita tidak pernah tahu akan musibah seperti apa yang akan kita alami."
"Untung saja Tuhan masih memberiku umur panjang, walaupun …." Andra pun menghentikan ucapannya.
"Walaupun apa, Andra?" tanya Clara yang melihat raut wajah Andra yang berubah menjadi sedih.
"Walaupun … aku kehilangan sebagian ingatanku."
"Hm … soal itu, aku yakin kau pasti bisa mengingat kembali semua kenangan itu."
"Aku harap demikian," jawab Andra sembari menatap Clara.
"Iya, Andra."
"Maafkan aku," ucap Andra yang tiba-tiba meminta maaf pada Clara.
"Maaf? Maaf untuk apa, Andra?"
"Maaf jika aku tidak mengingat dirimu, walaupun semua orang mengatakan bahwa kau adalah istriku. Tapi, aku sama sekali tidak mengingat dirimu."
"Sangat disayangkan sekali aku tidak mengingat semua kenangan kita," ucap Andra lagi yang merasa bersalah karena hal itu.
"Andra … kau ja—"
"Clara, sekali lagi aku minta maaf. Kau bisa 'kan memaafkanku karena hal itu. Aku tahu ini pasti mungkin terasa berat bagimu," ucap Andra yang memotong ucapan Clara.
"Hm … Andra, kau tidak perlu meminta maaf seperti itu. Aku memahami dirimu, aku tahu ini semua juga pasti berat bagimu. Kau pasti sangat menginginkan ingatanmu kembali ya," ucap Clara sembari menatap Andra.
"Walaupun berat bagiku, tapi aku memiliki keluarga yang sangat baik padaku. Jadi, aku sudah merasa jauh lebuh baik."
"Syukurlah kalau begitu."
"Aku pasti akan terus berusaha untuk mengingat kembali semuanya," jawab Andra yang tersenyum menatap Clara.
"Iya, aku harap ingatan itu pun akan segera kembali."
"Aku juga sangat berharap demikian."
"Iya ...."
"Oh, iya … ini sudah semakin larut sebaiknya kau tidur," ucap Andra yang meminta Clara untuk tidur.
'Melihat Andra meminta maaf seperti ini, aku jadi merasa bersalah karena curiga padanya kalau dirinya tidak sungguh-sungguh amnesia. Hm … mungkin benar dirinya mengalami amnesia sebagaian, tapi ada satu hal yang aku takutkan. Jika Andra nanti mengingat kembali ingatannya, tetapi bertahap sebagian-sebagian. Nanti bagaimana dengan ingatan Andra dengan Sheira? Apa nanti Andra akan kembali pada Sheira?' batin Clara sembari berpikir.
Melihat Clara yang terdiam menatap ke bawah dan mengabaikan ucapannya. Andra pun memegang pundak Clara hal itu pun membuat Clara terkejut dan menoleh padanya. "Ada apa?"
"Kau kenapa melamun?" tanya Andra.
"Ahk, tidak … tidak apa-apa."
"Ada sesuatu yang kau pikirkan?"
"Tidak ada, Andra."
"Jangan bohong, katakan saja jika aku memiliki masalah. Bagaimana pun juga aku adalah suamimu."
"Iya, aku tahu itu … tapi, sungguh tidak ada apa-apa."
"Benarkah?"
"Iya, aku tadi hanya teringat kediaman saja," jawab Clara yang berbohong.
"Iya … kita tinggal di Kediaman Andra. Kediaman kita setelah kita menikah."
"Jadi, kita tinggal di kediaman itu?"
"Iya, kita tinggal berdua di sana."
Andra pun terdiam sembari berpikir dalam benaknya, ia ingin melihat kediaman itu karena dirinya yakin kalau kediaman itu pasti bisa membantunya memulihkan kembali ingatannya. Namun, Andra sedikit tidak yakin untuk mengunjungi kediaman itu, pasalnya Andra tahu pasti di sana banyak kenangan dirinya dan Clara. Secara mereka berdua itu suami istri jadi pasti kediaman adalah tempat untuk menyimpan segudang kenangan pikir Andra.
'Aku ingin ke kediaman itu, mungkin saja di sana aku bisa mengingat beberapa kejadian. Tapi, pastinya di sana banyak sekali kenangan tentang aku dan Clara. Jika benar dia adalah istriku, pasti banyak foto album yang terpampang di sudut-sudut kediaman karena hal itulah aku tidak membuat Clara bersedih. Bagaimana pun aku ingin menjaga perasaanya.' Batin Samuel sembari menatap Clara.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Clara yang menyerkitkan dahinya.
"Tidak apa-apa, hanya saja …." Andra pun menghentikan ucapannya.
"Hanya saja apa?"
"Hanya saja … hm, hanya saja kalau ini sudah semakin larut sebaiknya kau segeralah beristirahat," ucap Andra yang mengalihkan pembicaraan.
"Kau sengaja ya mengalihkan perbincangannya?"
"Tidak, sudah benar bukan ini sudah semakin larut. Sebaiknya kau tidur."
"Seharusnya aku yang mengatakan seperti itu padamu. Kau yang sakit, kau justru yang memperhatikanku."
"Hm … tidak apa-apa."
"Kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi."
"Pertanyaan apa?" tanya Andra yang sembari menyerkitkan dahinya.
"Kau kenapa tadi melihatku seperti itu?"
"Tidak apa-apa, apa salah aku melihatmu?"
"Tidak, bukan begitu maksudku, tapi … tadi kau me—"
"Aku hanya berusaha mengingatmu itu saja," ucap Andra yang berbohong sembari memotong ucapan Clara.
"Oh begitu …."
"Iya," jawab Andra lirih.
'Maaf, jika kau berbohong padamu.' Batin Andra sembari menatap Clara.
'Tapi aku rasa dia berbohong, apa dia telah mengingat sesuatu tentangku? Apa dia mengingat saat … saat dulu? Saat-saat di mana aku dan dia … ahk, apa iya dia sudah mengingat saat itu?' batin Clara yang bertanya-tanya sembari menatap Andra dengan tatapan curiga.