"Kau mau apa?" tanya Andra pada Clara yang mendekat pada Andra yang ada di ranjang.
"Kau bertanya padaku, aku mau apa? Apa kau tidak lihat ini sudah jam berapa? Ini sudah malam waktunya tidur, tentu saja aku mau tidur," jawab Clara yang lalu meraih selimut di ranjang Andra.
"Tunggu!" ucap Andra yang menghentikan Clara.
"Ada apa?" tanya Clara yang menoleh padanya.
"Kau mau tidur di ranjang ini?"
"Iya," jawab Clara dengan nada datarnya.
"Kau tahu, aku bahkan tidak mengenalmu dan kau mau seenaknya saja tidur di ranjang ini bersama denganku."
"Andra, aku itu istrimu. Kau lupa ingatan jadi kau tidak mengingatku. Aku harap kau segera sembuh agar kau bisa mengingat semuanya," ucap Clara sembari menatap lurus ke tembok.
"Aku tahu, aku lupa ingatan dan aku tidak mengenalmu. Maka dari itu … kau seb—"
"Apa kau tidak suka aku tidur di sini?" tanya Clara yang memotong ucapan Andra.
"Bukannya aku tidak suka, hanya saja aku merasa tid—"
"Ya, sudah. Aku akan tidur di sofa saja, kalau itu maumu," ucap Clara yang memotong ucapan Andra lalu melirik sofa yang ada di kamar.
"K-kau mau tidur di sofa?" tanya Andra sembari melihat ke arah sofa.
"Iya," jawab Clara lalu melangkah menjauh dari ranjang.
Andra melihat langkah kaki Clara yang melangkah menuju ke arah sofa, sebenarnya ia tidak tega jika melihat seorang wanita harus tidur di sofa. Sedangkan dirinya yang seorang pria tidur di ranjang. Andra pun beranjak dari ranjang dan berkata, "Tunggu!"
Clara pun menoleh ke belakang melihat ke arah Andra dan menjawab, "Ada apa lagi sih, Andra? Apa kau membutuhkan sesuatu?"
Andra pun melangkah menuju Clara yang telah terhenti, kedua bola mata itu pun saling menatap satu sama lain. Andra menghela napas dan menghembuskannya perlahan lalu berkata, "Aku saja yang tidur di sofa. Kau tidur di ranjang saja."
"Apa?" seru Clara yang sedikit terkejut.
"Apa kau tidak dengar? Kau tidur saja di sofa dan aku yang tidur di ranjang," ucap Andra yang mengulangi ucapannya.
"Kau mau tidur di sofa? Kau ini sedang sakit, sebaiknya kau yang tidur di ranjang. Kau 'kan butuh istirahat yang cukup."
"Aku ini seorang pria, aku bisa tidur di mana saja."
"Ya, tapi kondisimu saat ini masih lemah. Kau butuh tempat tidur yang nyaman dan sofa bukan tempat untuk istirahatmu."
"Kau pikir aku akan membiarkan seorang wanita tidur di sofa? Sedangkan aku seorang pria tidur di ranjang. Aku bukan tipe pria yang bisa melihat wanita kesusahan."
"Aku bahkan tidak merasa susah hanya untuk tidur di sofa."
"Sudahlah, kau menurut saja. Kua tidur di ranjang dan aku yang tidur di sofa."
"Andra … aku ini di sini untuk menjaga dirimu. Apa kata mamamu nanti jika tahu kalau kau justru tidur di sofa?"
"Biar aku yang akan menjelaskan padanya nanti."
"Tidak, sebaiknya. Kau kembali beristirahat saja di ranjang. Ayo, aku bantu kau kembali ke ranjangmu," ucap Clara yang lalu memegang bahu Andra.
"Aku tidak mau!" ucap Andra yang melepaskan tangan Clara.
Clara pun menatap Andra dengan tatapan heran karena sifatnya kali ini berbeda dengan sifat Andra yang dulu. Sebelum mengalami amnesia Andra sangat lembut, bahkan dia tidak oernah menolak apapun yang Clara lakukan. Sedangkan kali ini dia terlihat seperti lebih pemarah berbeda sekali dengan keperibadian dirinya yang dulu.
"Andra … kau jangan keras kepala kau harus istirahat dengan cukup. Kau ingat 'kan apa kata dokter," ucap Clara yang melembut agar Andra mau menurut padanya.
"Aku ingat, tapi kau tidak perlu terlalu mengurusiku karena aku bisa mengurus diriku sendiri."
'Dia sungguh berubah, tidak seperti Andra yang sebelumnya. Apa pengaruh amnesia membuatnya menjadi berubah seperti ini?' batin Clara sembari menatap Andra.
"Kenapa kau sangat berubah? Tidak seperti dulu? Aku tahu kau mengalami amnesia, tapi kenapa kau sangat berubah sekali. Andra … tolong jangan seperti ini," ucap Clara membuat Andra terdiam sejenak.
"Aku tidak berubah," jawab Andra yang membantah ucapan Clara.
"Dulu kau begitu lembut padaku, tapi sekarang … kau justru sangat berbeda. Kau bahkan tidak menganggapku dan kau memperlakukanku seperti ini. Kau bahkan terus membentakku. Memangnya salahku di mana?"
"Bukan seperti itu, hanya saja aku memang tidak mengingat dirimu. Jadi, aku …." Andra pun menghentikan ucapannya.
"Maafkan aku jika aku mungkin membuatmu kecewa karena sikapku yang seperti ini. Tapi, seharusnya kau memahami diriku yang sekarang. Aku amnesia dan aku memang tidak ingat denganmu, jadi aku minta kau jangan tersinggung dengan apa yang aku ucapakan padamu. Kalau dulu aku begitu lembut padamu, ya mungkin itu karena aku memang mengingatmu dan aku tahu kau sebagai istriku. Tapi, kali ini berbeda aku sungguh tidak ingat denganmu. Jadi, wajar saja kalau ada jarak diantara kita," ucap Andra lagi yang menjelaskan kondisinya saat ini agar membuat Clara lebih mengerti dan tidak salah paham menilai dirinya.
Clara pun melihat Andra dan berkata, "Iya, aku sangat mengerti denganmu. Karena itu aku yang tidur di sofa dan kau yang tidur di ranjang. Aku tidak mau kalau sampai kau yang tidur di ranjang kau itu belum sepenuhnya pulih."
"Kalau itu aku tidak mau," jawab Andra yang tetap menolak."
"Kenapa?"
"Kau sudah tahu 'kan alasanku apa? Aku tidak perlu menjelaskannya lagi padamu. Bagaimana pun aku pria dan aku … suamimu. Jadi, lebih baik aku yang tidur di sofa."
"Kalau kau tetap bersih keras seperti itu. Aku juga akan tidur di sofa."
"Apa maksudmu?" tanya Andra sembari menyerkitkan dahinya.
"Iya, aku juga akan tidur di sofa sama sepertimu. Jadi, kita sama-sama tidur di sofa biar adil."
'Aku memilih tidur di sofa untuk tidak tidur satu ranjang dengannya, tapi dia justru malah mau tidur satu sofa denganku.' Batin Andra sembari menyerkitkan dahinya.
"Tidak bisa!" ucap Andra yang menolaknya.
"Kenapa tidak bisa?"
"Kau harus tetap tidur di ranjang."
"Tidak mau!" jawab Clara yang menolaknya.
"Kau ini ya keras kepala."
"Kau juga seperti itu."
Clara ingin melihat apakah benar Andra itu memang amnesia sungguhan atau hanya berpura-pura. Ia pun memiliki suatu ide agar dirinya bisa tahu kondisi Andra sebenarnya. Mengingat saat mereka menikah dulu Andra tidak mencintai Clara begitu pun sebaliknya. Mereka berdua menikah karena rencana dari Clara yang membuat pernikahan itu berlangsung. Clara melakukan hal itu sebagai alat balas dendamnya pada Andra atas kesalahan yang diperbuat Andra dulu pada Clara.
'Aku memiliki sebuah ide yang cemerlang. Lihatlah, apa kau masih bisa berpura-pura amnesia. Aku yakin setelah ini kau pasti akan menunjukkan kondisimu yang sebenarnya.' Batin Clara sembari melirik Andra.
"Ya, sudah … daripada berlama-lama. Lebih baik, bagaimana kalau kita tidur di ranjang saja bersama?" ucap Clara yang mengatakan ide cemerlangnya untuk membuat Andra bisa menunjukkan kondisinya yang sebenarnya.
"Apa?" seru Andra yang sedikit terkejut.
"Daripada kita tidur di sofa yang sempit untuk berdua. Lebih baik tidur di ranjang yang luas," ucap Clara sembari melihat ke arah ranjang.
"Kau saja yang tidur di ranjang dan aku yang tidur di sofa."
"Kenapa kau bersih keras tidur di sofa?"
"Aku tahu kau mungkin melupakanku. Tapi, apakah kita tidak bisa tidur satu ranjang lagi? Lagi pula ranjang itu luas dan kita tidak mungkin melakukan apapun. Kenapa kau bersih keras ingin menjauh dariku?" ucap Clara lagi.
"Aku ... ak—"
"Andra, apa kau benar-benar menganggapku sungguh orang asing bagimu?" ucap Clara yang memotong ucapan Andra.
Andra yang melihat tatapan Clara yang penuh dengan kesedihan, ia pun merasa tak enak hati telah menyakiti perasaan Clara. Walaupun sebenarnya Clara juga hanya berpura-pura saja agar bisa menjalankan rencananya selanjutnya. Clara ingin menjawab rasa kecurigaannya terhadap Andra. Andra pun melihat ke arah ranjang dan berkata, "Baiklah … kita tidur di ranjang bersama."
"Kau … benar-benar tidak masalah?"
"Bukankah itu yang kau inginkan."
"Ahk, kita suami istri memang seharusnya begitu."
"Ya, karena itu aku juga tidak masalah. Walaupun aku belum mengingatmu, tapi aku menghargaimu sebagai istriku."
"Hm … iya, terima kasih."
"Kau tidak perlu berterima kasih. Bukankah sudah seharusnya aku seperti itu sebagai suamimu."
"Aku harap kau segera mengingat semuanya. Agar kau juga ingat denganku."
"Aku juga harap demikian. Semoga saja ingatankus segera pulih."
'Hm … kita lihat saja nanti. Aku sangat penasaran apakah benar kau memang amnesia sebagaian atau tidak.' Batin Clara sembari menatap Andra.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Andra yang merasa aneh dengan tatapan Clara.
"Tidak apa-apa, ya sudah … ayo, kita tidur. Biar aku bantu kau menuju ranjang."
"Tidak perlu, aku bisa sendiri."
"Hm … baiklah."
"Tunggu apa lagi?" tanya Andra sembari melirik Clara yang masih terdiam di tempat.
"Aku sedang menunggumu berjalan menuju ranjang."
"Kenapa harus menungguku? Kau jalan saja duluan."
Clara pun memegang bahu Andra dan berkata, "Bagaimana mungkin aku berjalan terlebih dahulu? Biar kita jalan bersama aku juga akan membantumu."
"Sudah aku katakan tidak usah, aku bisa jalan sendiri."
"Hm … baiklah," jawab Clara lalu melepaskan tangannya dan melihat Andra melangkah.
'Baiklah, Andra … kita lihat nanti apa kau masih bisa berpura-pura amnesia dihadapanku atau tidak.' Batin Clara yang menatap Andra dari belakang sembari menyimpukan senyum menyeringai tipis.