Selepas perbincangan Clara tadi siang, Andra pun semakin waspada dengannya. Ia yang tidak mengingat dengan Clara membuatnya waspada karena masih merasa asing dengannya. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan jika Andra akan bersikap biasa pada Clara nantinya setelah ia sudah tidak merasa canggung lagi.
Andra pun beristirhat di kamar sedangkan Clara menunggunya di luar. Dirinya yang baru pertama kali memasuki Kediaman Mahadrika pun berkeliling melihat-lihat beberapa ruangan di dalamnya. Saat Clara tengah berjalan-jalan keliling, Mama Amara yang melihatnya pun menghampiri. Mama Amara tersenyum sembari memanggil Clara, "Clara, Sayang."
"Mama," jawab Clara sembari menoleh ke arah sumber suara.
"Kau di sini?"
"Hm … iya, Ma. Aku ingin Andra beristirhat dengan nyaman, jadi aku keluar dari kamarnya. Lagi pula dia pasti masih merasa cangung jika aku tetap ada di dalam. Hal itu justru pasti akan membuat Andra tidak bisa beristirahat dengan nyaman."
Mama Amara pun mengangguk mengerti dengan apa yang Clara jelaskan. "Mama mengerti, kondisi Andra saat ini memang sedang tidak baik. Tapi, mama yakin kalau Andra pasti akan segera sembuh."
"Iya, Ma."
"Clara … apapun yang terjadi, kau mau 'kan berjanji pada mama. Kalau kau tidak akan meninggalkan Andra, walaupun Andra belum mengingatmu," ucap Mama Amara yang menatapnya sendu.
Kedua bola mata coklat Clara pun menatap dua bola mata hitam sendu Mama Amara yang saat ini tengah menatapnya. Clara yang melihat raut wajah penuh harapan yang terpancar di raut wajah Mama Amara pun tidak tega melihatnya. Dari sudut bibirnya ia pun menerbitkan sebuah senyuman sembari berkata, "Iya, Ma. Aku janji, aku tidak akan meninggalkan Andra. Apapun yang terjadi nantinya, aku akan tetap selalu di sisinya."
"Mama harap kau menepati janjimu, Sayang."
"Iya, Ma."
'Maafkan aku, Ma. Aku terpaksa harus berbohong dengan berjanji seperti ini. Semua itu aku lakukan demi kebahagiaanmu, aku tidak mau melihatmu lebih sedih. Bagaimana pun juga kau seorang ibu, aku sudah menganggapmu seperti ibuku sendiri. Walaupun kau hanya ibu mertuaku, tapi aku menyayangimu seperti ibu kandungku. Maaafkan aku, Ma. Aku tidak akan pernah bisa menepati janjimu karena aku saja datang ke sini untuk tujuanku, setelah tujuanku tercapai aku akan pergi.' Batin Clara sembari menatap ke salah satu sudut ruangan.
"Oh, iya … ini pertama kalinya kau ke sini, ya?" tanya Mama Amara yang baru mengingat kalau ini kali pertama Clara menginjakkan kaki di Kediamna Mahardika.
"Iya, Ma," jawab Clara yang mengangguk.
"Maaf ya, kedatanganmu ke sini untuk pertama kalinya, tapi mama dan papa tidak bisa menyambutmu."
"Tidak apa-apa, Ma. Aku juga tidak memerlukan sambutan. Mama dan papa menerimaku dengan baik saja, aku sudah sangat senang."
Mama Amara tersenyum haru sembari mengusap rambut Clara dan berkata, "Sayang, mama sangat terharu mendengarnya. Besok kalau Andra sudah sembuh mama janji, mama akan buatkan pesta untuk kalian berdua."
"Ma, aku tidak menginginkan pesta atau apapun itu yang terpenting mama, papa dan Andra baik-baik saja kau sudah senang."
"Kau sungguh baik, Clara. Andra beruntung memiliki istri sepertimu."
'Tidak, Ma. Aku tidak sebaik seperti apa yang kau pikirkan.' Batin Clara.
"Mama bisa saja."
"Mama bersyukur Andra memilihmu menjadi istrinya. Kau istri yang sangat baik dank au juga sangat cocok dengannya."
Clara pun menunduk seolah kehabisakan kata-kata untuk menjawab ucapan Mama Amara. Ia pun akhirnya justru mengalihkan perbincangan dengan bertanya tentang taman bunga milik mertuanya itu. Mama Amara sangat suka berkebun ia bahkan memiliki taman bunga yang cukup indah, Clara mendapatkan informasi itu dari pelayannya di Kediaman Andra.
"Ma, aku dengar dari Nina pelayan pribadi Mama yang Mama kirimkan menjadi ketua pelayan di Kediaman Andra kalau Mama itu suka sekali berkebun, ya?" tanya Clara yang mengalihkan perbincangan.
"Oh, iya. Mama memang suka sekali berkebun. Mama suka melihat bunga-bunga yang indah karena itulah mama suka berkebun."
"Hm … pasti taman bunga Mama sangat indah, ya?"
"Ahk, mungkin lebih tepatnya nyaman untuk di pandang," jawab Mama Amara yang merendah.
"Pasti tentunya banyak berbagai bunga yang sudah Mama Tanam."
"Ya, ada juga beberapa sebagian mama beli."
"Oh, iya."
"Apa kau mau melihatnya? Kau mau berjalan-jalan ke taman bunganya?"
"Hm … ak—"
"Kalau kau tertarik untuk melihat taman bunganya, mama akan antarkan kau ke sana sekarang," ucap Mama Amara yang memotong ucapan Clara.
"Hm … tapi, apa Mama tidak keberatan? Mama 'kan baru pulang dari rumah sakit, Mama pasti lelah. Sebaiknya Mama istirahat saja, melihat taman bunganya bisa lain kali saja."
"Mama tidak lelah, justru mama sangat senang jika akan ke taman bunga."
"Sungguh?" tanya Clara sembari menatapnya tidak enak.
"Iya, Sayang. Mama tidak lelah, atau justru kau yang lelah, ya? Kau mau istirahat dulu?"
"Tidak, Ma. Aku tidak lelah, aku justru sedang berjalan-jalan melihat sekeliling ruangan di kediaman ini."
"Ya, sudah. Kalau begitu bagaimana kalau kita menuju taman bunganya sekarang?"
Clara pun mengangguk sembari berkata, "Iya, Ma. Boleh ayo!"
"Baiklah, ayo!" jawab Mama Amara lalu melangkah pergi menuju ke taman bunga miliknya di susul dengan Clara yang melangkah mengikutinya di belakang.
Clara memang juga suka dengan keindahan alam, jadi dirinya juga suka dengan taman bunga. Selain itu juga Clara mengagumi sebuah bunga. Baginya bunga itu sangatlah indah, kecantikannya memukai para kumbang dan juga kupu-kupu yang membuat mereka mengharuskan singgah padanya. Kecantikannya yang menawan mampu membuat manusia berbondong-bondong mengaguminya.
Setelah melewati beberapa ruangan dan kini mereka pun sudah berada di lantai satu. Mama Amara menunjukkan pada Clara jalan menuju ke taman bunga yang letaknya tepat berada di samping Kediaman itu. Taman bunga milik Mama Amara bukan sembarang taman bunga biasa. Taman yang dimilikinya sangat indah, sudah seperti taman-taman di luar negeri yang terdapat berbagai taman bunga dari aneka negara bahkan mancanegara.
Langkah kaki Mama Amara terhenti di sebuah pintu kaca yang menjadi pintu masuk menuju taman bunganya. Dari tempat Clara berdiri pun sudah melihat taman bunga yang jaraknya sudah dekat darinya. Walaupun belum melihat sepenuhnya ke dalam, tapi dari tempatnya berdiri saat ini ia sudah bisa melihat keindahan depan taman bunga itu.
"Ini pintu masuk ke taman bunganya," ucap Mama Amara sembari menunjukkan pintu masuknya.
"Hm … iya, Ma." Clara pun masih mengamati pemandangan depan taman bunga yang ada di hadapannya.
"Dari depan pintu masuknya saja sudah terlihat sangat bagus. Pasti di dalamnya sangat bagus," ucap Clara lagi yang sudah memuji taman bunga Mama Amara sebelum memasuki tamannya.
"Kau bisa saja, Sayang. Taman bunga itu masih seperti taman biasa," jawab Mama Amara yang masih saja terus merendah.
"Mama ini terlalu merendah."
"Tapi sungguh memang seperti itu."
"Ma, dari depan saja sudah sangat indah."
"Namanya taman bunga pasti indah."
"Hm, baiklah. Mama memang selalu benar," jawab Clara yang tersenyum.
Mama Amara pun juga tersenyum sembari menatap Clara dan berata, "Ya, sudah. Bagaimana kalau kita masuk saja sekarang?"
"Iya ayo, Ma. Aku juga sudah tidak sabar ingin melihat taman bunga yang indah itu."
"Hm … baiklah, ayo!" jawab Mama Amara yang lalu mengajak Clara masuk ke dalam taman bunganya.
Saat Clara akan memasuki taman bunga, ia pun tak sengaja melihat Andra di atas. Dia kini tengah berdiri menatap ke arahnya dan juga Mama Amara. Andra yang berdiri di balkon itu sepertinya tengah mengamati mereka. Clara yang merasakan hal itu pun berpura-pura tidak melihatnya.
'Andra? Bukannya dia sedang istirahat di kamar? Tapi kenapa dia justru sekarang berada di balkon?' batin Clara yang baru saja sekilas melihat Andra yang berada di atas balkon.