Waktu terus berjalan hingga sampai pada waktu di mana dokter akan menjelaskan hasil pemeriksaan Andra. Semua pun telah berkumpul di ruang pemeriksaan, kondisi Andra pun kini telah membaik. Raut wajah tengang terpampang jelas pasa semua orang yang berkumpul di ruangan itu.
Terutama Mama Amara yang sangat khawatir terhadap kondisi kesehatan Andra. Clara pun demikian, tetapi sedikit menutupi ketengangan itu dengan berusaha tetap tenang. Apapun hasil dari pemeriksaan itu, semua akan menerimanya dengan baik.
"Seperti yang sudah saya sampaikan tadi. Sekarang waktunya membacakan hasli tes CT Scan dan pemeriksaan lainnya," ucap sang dokter yang bersiap akan membacakan hasli tesnya.
"Iya, Dokter. Bacakanlah semua hasil tesnya," jawab Mama Amara sembari menatapnya.
Dokter itu pun mengangguk dan berkata, "Baiklah, saya akan membacakan hasil tes keseluruhannya."
Dokter pun membacakan satu per satu hasil tesnya. Sampai pada akhirnya ia membacakan hasil tes sidik jari dan golongan darah Andra. Memasuki pembacaan itu semua semakin menegang, pasalnya ini hasil yang paling di tunggu-tunggu. Di mana semua akan melihat kebenaran identitas dari pria yang ada di hadapan mereka semua.
"Baiklah, sekarang saya akan membacakan golongan darahnya. Golongan darangnya adalah O," ucap dokter itu sembari menatap semuanya secara bergantian.
"Iya, golongan darah Andra O," jawab Mama Amara yang tersenyum bahagia.
"Jika hanya dari golongan darah saja, bisa saja itu kebetulan sama," sahut Papa Surya yang masih belum yakin.
"Rhesus-nya apa, Dok?" tanya Mama Amara yang ingin memcoba memperjelas lagi.
"Rhesus-nya positif (+) Nyonya Besar. Golongan darah O rhesus positif (O+)," jawab dokter.
Mama Amara pun semakin yakin dan bahagia sembari menatap suaminya dan berkata, "Lihatlah … itu memang golongan darah anak kita. O dengan rhesus positif (+)."
"Bisa saja itu semua masih kebetulan."
"Apa yang kebetulan, jelas-jelas dia anak kita. Andra! Kenapa kau masih tidak mempercayainya? Di dunia ini tidak ada kebetulan, semua sudah di rencanakan," jelas Mama Amara yang mencoba memberi pengertian pada Papa Surya.
"Tapi itu semua bisa terjadi dengan siapa pun. Kebetulan golongan darah dan resusnya sama."
"Tidak, itu bukan kebetulan! Tapi itu kenyataannya karena dia memang benara anak kita Andra. Dia Andra, Pa."
"Sudahlah, lebih baik kita dengarkan hasil tes yang lainnya saja, jangan memperkeruh suasana dengan berdebat."
'Apa yang di katakan Mama Amara ada benarnya tidak ada yang kebetulan semua itu sudah di rencanakan Tuhan. Aku juga tidak percaya dengan takhayul kebetulan itu hanya omong kosong saja.' Batin Clara.
"Baiklah, kalau begitu saya lanjutkan membacakan hasil tes selanjutnya," ucap sang dokter.
"Iya, Dokter. Silakan," jawab Papa Surya yang mempersilakannya kembali melanjutkan pembacaan hasil tesnya.
Dokter itu kembali membacakan hasil tesnya kali ini ia membacakan hasil test sidik jarinya. Saat ia membacakan hasil tesnya semua pun terkejut karena benar pria itu adalah Andra. Papa Surya yang sebelumnya tidak percaya pun merasa tidak menyangka ternyata dugaannya salah. Clara yang sedikit percaya dan sedikit tidak percaya pun tertegun.
"Kau dengarkan, Pa. Dia memang anak kita Andra, kenapa kau tidak mempercayainya? Lihatlah naluri seorang ibu itu tidak akan salah," ucap Mama Amara yang sangat terharu.
"Iya, aku salah. Aku kurang mempercayainya," jawab Papa Surya yang menyesal.
Mama Amara pun mendekat pada Andra yang berada di ranjang dan berkata, "Andra, Sayang … anak mama."
"Iya, Ma," jawab Andra yang menatap haru mamanya.
Mereka berdua pun berpelukan sedangkan semua orang terdiam sembari menatap pada mereka. Clara tidak mengerti jika benar di adalah Andra, tetapi mengapa melupakannya pikir Clara yang tidak mengerti dengan hal itu. Clara pun menatap sang dokter dan berkata, "Dokter, jika benar dia Andra lalu kenapa dia lupa denganku?"
Mendengar hal itu Mama Amara pun melepaskan pelukannya dari Andra. Ia menatap putra kesayangannya itu dan meraih kedua pipinya. Banyak kata yang ingin di ucapkan, tetapi mengingat kondisi Andra yang tidak begitu baik Mama Amara pun hanya tersenyum dan menayangakan tentang Clara.
"Andra, Sayang. Anak mama … kau ingat dengan papa dan mama. Kau juga ingat dengan istrimu, bukan?" tanya Mama Amara dengan nada lembutnya.
"Ma, aku ingat dengan Papa dan Mama. Tapi, apa yang Mama katakan tentang istri? Ma … aku bahkan belum menikah, tapi Mama selalu mengatakan istri. Istri siapa?"
Mama Amara terdiam sejenak, tangan Andra pun meraih tangannya lalu kembali berkata, "Mama menganggap dia sebagai istriku, kenapa Mama mempunya pemikiran seperti itu? Aku bahkan sama sekali tidak mengenalnya, Ma."
"Apa maksudmu, Sayang? Kau tidak mengenali istrimu sendiri."
"Ma, aku belum menikah dan aku sama sekali tidak mengenalnya."
Mama Amara pun menggelengkan kepalanya, sang dokter yang melihat itu pun mencoba menjelaskan semuanya. "Semua tenang dulu, ya. Saya akan menjelaskan semuanya dan juga membacakan hasil rongten kepala Tuan Muda Andra."
"Iya, Dok. Silakan lanjutkan pembacaan hasli pemeriksaannya," jawab Papa Surya.
"Baik, Tuan Besar."
'Sebenarnya apa yang terjadi pada Andra? Apa benar dia memang amnesia sebagian?' batin Clara.
"Seperti yang sebelumnya sudah saya katakan tentang dugaan amnesia sebagian. Ternyata memang benar Tuan Muda Andra mengalami amnesia sebagian. Jadi, sebagian memori ingatannya hilang. Hanya beberapa memori saja yang di ingat," jelas dokter sembari menunjukkan gambar hasil rongten-nya.
"Jadi … Andra mengalami amnesia sebagian, Dok?"
"Iya, Tuan Besar. Itulah alasan Tuan Muda tidak mengingat Nyonya Muda."
'Jadi benar Andra mengalami amnesia sebagian.' Batin Clara yang sedikit terkejut.
"Apa semua itu bisa di obati?" tanya Mama Amara.
"Tentu saja bisa, kami akan memberikan obat. Tapi, kami tidak menjamin kalau ingatan Tuan Muda akan segera pulih karena biasanya hal seperti itu sulit untuk di pulihkan dalam waktu dekat. Bahkan ada yang tidak kembali mengingatnya, semua itu tergantung dengan tingkat keparahan amnesia-nya," jelas sang dokter.
"Lalu bagaimana dengan kondisi Andra? Apa dia bisa kembali mendapatkan ingatannya"
"Nyonya Besar, seperti apa yang sudah saya katakan. Semua tergantu pada yang di atas, jika takdir baik bisa datang kemungkinan Tuan Muda bisa segera mengingat semuanya."
"Tapi kalau tidak?" tanya Clara di sela perbincangan.
"Kalau tidak kemungkinan akan membutuhkan waktu lama atau bahkan ingatannya tidak akan kembali."
"Apa?" seru Mama Amara.
"Tapi, Nyonya Besar tenang saja. Mengingat kondisi Tuan Muda yang tidak terlalu parah dan melihat dari hasil rongten kepalanya. Ada kemungkinan kalau Tuan Muda akan mendapatkan ingatannya kembali. Namun, perlu kesabaran untuk hal itu."
"Syukurlah, kalau Andra masih bisa mengingat kembali."
"Tapi pesan saya, jangan paksakan Tuan Muda untuk mengingatnya. Biarkan ingatan itu pulih dengan sendirinya dengan bantuan obat mudah-mudahan ingatan Tuan Muda akan segera kembali. Karena biasanya ingatan itu akan muncul dengan sendirinya. Berusaha mengingat boleh, tetapi ada batasannya karena jika di paksakan nanti kepala Tuan Muda akan sakit dan saya takutnya akan berpengaruh buruk pada kondisinya."
"Baiklah, aku akan selalu mengingatnya."
Andra yang mendengar semuanya pun tidak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya. Ia pun menatap sang dokter dan berkata, "Dokter, kau pasti salah memeriksaku! Aku tidak amnesia, aku ingat kedua orangtuaku."
"Maaf, Tuan Muda. Mengingat kedua orangtua saja bukan berarti Tuan Muda tidak amnesia. Tuan Muda hanya mengalami amnesia sebagian, jadi memang Tuan Muda hanya kehilangan ingatan dari separuh ingatan Tuan Muda," jawab sang dokter yang mencoba menjelaskannya.
"Tapi aku tidak kehilangan … ahk," ucap Andra yang lalu merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Andra, kau kenapa?" tanya Mama Amara yang panik.
"Kepalaku sakit, Ma," jawab Andra sembari memegangi kepalanya.
"Sebaiknya semua keluar! Biar saya dan tim medis memeriksanya!" seru dokter yang akan memeriksa kondisi Andra.
"Tapi, Andra …."
"Ayo, Ma! Kita keluar dengarkan apa intruksi dokter. Dia akan memeriksa kondisi Andra, pasti Andra akan baik-baik saja," ucap Papa Surya lalu membawa Mama Amara keluar.
'Andra amnesia sebagian dia melupakanku dan itu artinya dia melupakan semua yang dia perbuat dulu terhadapku. Jika dia lupa denganku maka … dia juga lupa dengan Sheira. Aku mengenal Andra sejak sekolah dan Sheira mengenal Andra sejak kuliah. Berarti benar Andra juga melupakan Sheira.' Batin Clara sembari melangkah keluar.
'Jika benar Andra memang amnesia sebagian, pasti Andra juga melupakan Sheira. Kalau begitu, aku ingin membuktikannya dengan membawa Sheira di hadapan Andra. Dan aku akan lohat bagaimana reaski Andra saat melihat Sheira. Apakah benar Andra juga melupkan Sheira. Kalau benar amnesia sebagian harusnya dia juga lupa. Tapi, kalau Andra justru mengenalnya berarti dia hanya pura-pura saja.' Batin Clara lagi.