Suara teriakan menggema di kamar apartemen itu. Bahkan tidak berhenti henti gadis di bawah Theodor menangis sesenggukkan dan memohon ampun. Theodor mengikat tangan dan kaki Kaila di sisi ranjang. Kaila telungkup dengan punggung mulusnya yang terus terkena cambukan. Sudah sepuluh kali dia dicambuk membuat dia rasanya seperti mau mati saja.
"Hiks ... hiks, ampun. Hua mama, papa," kata Kaila sambil menangis tersedu-sedu.
"Tubuh kamu sangat Indah tubuh, Kaila," puji Theodor dengan nada dinginnya.
"Lepasin Kaila. Kaila janji akan nurut," kata Kaila.
Tring tring tring
Ponsel Theodor berbunyi. Theodor tersenyum miring melihat siapa yang menelepon. Dia mengangkat panggilan itu.
"Hallo, apakah sudah siap semuanya?" tanya Theodor.
"Sudah, Tuan," jawab Noah.
"Oke saya akan keluar sekarang," balas Theodor.
Theodor keluar dari apartemen itu membuat Kaila kaget. Dia ditinggal ketika dalam seperti ini.
"Theodor jangan tinggalin Kaila. Lepasin Kaila dulu, sakit," kata Kaila sambil terisak.
Kaila terdiam cukup lama hingga suara gemerincing seperti besi mengganggu pendengarannya. Dia ingin menengok ke belakang susah karena dia dalam keadaan telungkup.
Ceklek
Theodor masuk ke kamar lagi membuat Kaila berusaha menatap ke belakang. Dia tersenyum karena sebentar lagi dia akan menanamkan tanda kepemilikan di tubuh Kaila.
"Kaila," panggil Theodor.
Kaila melihat sebuah jarum panjang terkejut. "Theodor, apa yang mau kamu lakukan? Maafin aku, Kaila janji tidak akan memamerkan paha Kaila lagi. Jangan siksa aku," kata Kaila dengan wajah yang sembab.
bunyi dengungan alat itu begitu menusuk Kaila.
"Argh, sakit! Theodor!" teriak Kaila.
"Teriaklah Kaila. Suaramu sangat merdu saat memanggil aku seperti itu," perintah Theodor.
"Mama, papa," panggil Kaila.
"Nah, selesai sudah," kata Theodor berhasil mengukir tato bertuliskan namanya di punggung mulus Kaila yang penuh bekas cambukkan.
Wajah Kaila terbenam di kasur ranjang. Dia sangat merasakan sakit saat ini.
"Jangan menangis, Kaila," bisik Theodor di telinga Kaila.
Theodor melepaskan ikatan Kaila. Tubuh Kaila terasa remuk saat ini, sekedar melawan pun sudah tidak sanggup.
"Aku bilang kamu tidak boleh menangis. Kamu harusnya bahagia sudah aku beri tanda," kata Theodor sambil membawa tubuh Kaila ke dalam dekapannya.
Kaila menangis sesenggukan di pelukan Theodor.
Bugh
Tubuh Kaila didorong oleh Theodor hingga
Kaila menggeliat kesakitan. Kaila menyilangkan tangannya hingga menutupi tubuh bagian depan dia karena tidak memakai atasan sama sekali.
"Theodor, kamu mau apa?!" teriak Kaila beringsut mundur. Dia ketakutan saat ini sama Theodor.
Mulut Kaila menganga saat melihat besi yang berada di tangan Theodor dilumuri timah panas.
"Arghh! jangan, Theodor. Kamu mau apa?! teriak Kaila.
"Emang mau aku apakan, Kaila? Aku hanya ingin memperlihatkan benda kesukaanku yang lain," balas Theodor.
"Kaila sini mendekat," perintah Theodor.
Kaila menggeleng-gelengkan kepala. Dia menangkup tangan ke depan dan memohon pada Theodor agar melepaskannya.
"Aku minta maaf. Kaila janji akan nurut," mohon Kaila terisak.
"Kamu menggemaskan sekali, Sayang," kata Theodor.
"Huh, Theodor jangan," mohon Kaila saat tangannya ditarik Theodor.
"Tahan sebentar, Sayangku," balas Theodor yang matanya mulai menggelap karena amarah yang memuncak. Theodor membayangkan bagaimana Richard menatap tubuh Kaila yang begitu indah.
"Arrgh!" teriak Kaila.
Suara teriakkan Kaila menggema di ruangan itu. Tubuh Kaila bergetar hebat saat besi panas bertuliskan nama Theodor menembus kulitnya di bawah bukit kembar dia. Mata dia perlahan menutup karena tidak sanggup menahan panas dan perih dari besi panas itu.
"Sempurna, Sayang," bisik Theodor dengan senyum miringnya.
Theodor membaringkan tubuh Kaila ke ranjangnya. Setelah itu, dia menghubungi nomor telepon Noah.
"Noah, tolong suruh dokter keluarga datang ke apartemenku," perintah Theodor.
"Baik, Tuan. Segera saya infokan," balas Noah.
Theodor yang sudah selesai menelepon mengambil kain dan air untuk membersihkan luka di tubuh Kaila. Theodor mulai membersihkan luka Kaila. Dia menatap tubuh Kaila yang sangat menggoda hingga dapat membuat semua pria ingin sekali mendekati, bahkan sifat Kaila yang mudah berbaur membuat Theodor geram.
"Tidak akan aku biarkan pria lain melihat tubuhmu selain aku," gumam Theodor.
Kaila perlahan mulai membuka matanya sambil sesekali meringis ketika merasakan tubuh dia masih terasa sangat perih akibat hukuman dari Theodor yang sangat menyakitkan.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu. Theodor membuka pintu apartemennya hingga terlihat dokter keluarga Bowie berdiri tepat di depan pintu.
"Malam, Tuan," kata James.
"Silahkan masuk, Dok," kata Theodor sambil membukakan pintu makin lebar.
Dokter James masuk ke dalam, lalu dia menyapa Kaila yang tertunduk lesuh.
"Boleh saya memeriksa anda?" tanya James.
"Boleh, Dokter," jawab Kaila.
Theodor membantu membalikkan tubuh Kaila membuat Kaila meringis kesakitan. Dokter James mulai memeriksa kondisi Kaila.
"Maaf, Tuan. Anda bisa mengoleskan salep ini ke luka nona Kaila supaya cepat sembuh dan tidak berbekas sama sekali," kata James.
Theodor mengambil salep dari tangan James, lalu dia mengoleskan salep itu di tubuh Kaila membuat Kaila reflek menggigit selimutnya supaya rasa sakit yang menjalar di tubuhnya dapat reda.
"Tuan, ini ada obat pereda rasa sakit untuk diminum nona Kaila," kata James.
Theodor mengambil obat itu dengan raut wajah datar. Dia membantu Kaila duduk lalu meminta Kaila untuk itu minum obat.
"Pintar. Kalau menurut kayak gini, kan aku suka," kata Theodor melihat Kaila meminum obatnya sendiri.
James mengkodekan ingin berbicara pada Theodor.
"Aku keluar dulu ya, Sayang. Kamu tidur duluan aja," kata Theodor mengecup puncak kepala Kaila.
Kaila menganggukkan kepalanya. Dia sudah enggak untuk berkata-kata.
"Jangan nakal, Sayang," kata Theodor.
Theodor keluar dari kamar lalu menutup pintu kamar. Dia berjalan bersama James ke ruang tamu.
"Silahkan duduk, Dok. Ada yang ingin anda bicarakan?" tanya Theodor.
"Saya langsung to the point saja sama Tuan Theodor. Maaf kalau mengganggu, Tuan. Kalau Tuan kasar seperti itu pada nona Kaila, nona bisa saja menjauh dari anda," kata James.
"Kau cuma dokter keluarga bukan keluargaku jadi jangan bertingkah seperti aku saudaramu," balas Theodor dengan tatapan tajam.
"Maaf, Tuan, saya cuma ingin anda tidak menyakiti nona Kaila," kata James.
"Kau bisa pergi dari sini, silahkan," balas Theodor sambil menunjuk pintu keluar.
James bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar dari apartemen itu. Langkah dia terhenti saat melihat Noah berdiri tepat di depan pintu.
"Jangan macam-macam dengan tuan jika tidak ingin karir anda hancur sekarang," bisik Noah di telinga James.
"Maksudmu apa? Saya hanya memberitahu yang terbaik," balas James.
"Iya yang terbaik menurut anda belum tentu baik untuk tuan Theodor," kata Noah.
Theodor melihat Noah sudah pergi bersama James berjalan menuju ke kamar. Dia melihat Kaila menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.