Chereads / LEGACY Series / Chapter 16 - KEPINGAN ENAM BELAS

Chapter 16 - KEPINGAN ENAM BELAS

Arus Gelombang

.

.

.

Javier pikir aktivitas sekolahnya akan sesantai dulu. Kenyataannya sejak kepindahan seorang guru baru, pekerjaan rumah makin banyak. Javier sampai harus meminta bantuan ayahnya untuk menyelesaikan. Biasanya dia akan mengerjakan dengan ibunya. Hanya saja, mengetahui kecerdasan ayahnya, dia pikir tidak ada salahnya meminta bantuan ayahnya. Pekerjaan ibunya otomatis akan berkurang. Apalagi sekarang dia jadi semakin dekat dengan ayahnya.

"Jadi sudah paham sampai sini?"

Javier menatap wajah ayahnya sebentar. Berpikir keras sebelum mengangguk. Metode yang diajarkan oleh ayahnya memang berbeda dengan ibunya. Bila ibunya akan membimbingnya sampai memahami maka bagi ayahnya tidaklah demikian. Saga hanya akan memberi petunjuk sekali. Sesudah itu dia akan lanjut ke pembahasan lain. Tidak ada pengulangan baginya. Bila Javier masih juga belum memahami maka Saga akan memberi contoh secara berbeda. Dan contoh itu pun berlaku sekali. Saga benar-benar tipe irit dalam memberi pengajaran namun ajaibnya Javier bisa memahami. Mungkin karena dibanding Saga dan Novalin, hanya Saga yang mampu tegas padanya. Dibanding takut, Javier justru tertantang untuk memahami semua yang ayahnya katakan.

"Bagus. Kita lanjutkan… mengapa buahnya tidak dimakan Jav?"

Javier tersadar buah yang disiapkan ibunya sejak dia belajar dikamar tidak disentuhnya sama sekali. "Nanti saja Dad."

Saga menghela napas. Disentuhnya kepala puteranya dengan pelan. "Kau harus tetap makan, Jagoan. Tugasmu cukup banyak sekarang."

Javier pun membenarkannya dalam hati. Beberapa teman-temannya juga turut merasakan hal serupa. "Ini karena guru baru Dad."

"Guru baru?"

Kepala Javier mengangguk. "Iya Dad. Guru pindahan dari kota. Kami semua sangat takut padanya."

Pandangan Saga berubah serius. "Apa dia menyakiti kalian?"

Javier menggeleng. "Tidak Dad. Hanya saja, PR-nya makin banyak." Ungkap Javier dengan nada lesu. Saga tersenyum mendengarnya.

"Tidak masalah, asal dia tidak berbuat sesuatu yang jahat pada kalian. Kalau dibilang, memang tiap pelajaran akan memiliki kesulitan masing-masing. Dad dulu juga mendapat pelajaran yang sama tiap hari."

Javier menatap wajah ayahnya dengan bingung. "Dad belajar semua ini juga?"

Saga menggangguk. "Bahkan lebih Jav. Dulu selain jam sekolah, Dad harus mengikuti kursus sampai malam hari. Kakek Dad orangnya amat keras. Dad dari kecil dididik menjadi seorang pewaris keluarga. Artinya Dad tidak memiliki waktu untuk melakukan hal lain seperti anak-anak pada umumnya."

"Pewaris itu apa Dad?" Javier menjadi tertarik dengan cerita hidup ayah tirinya.

Saga tersenyum kecil menatap rasa penasaran itu. "Pewaris itu, orang yang akan mewarisi semua kekayaan keluarga, Jav. Keluarga Dad orang kaya."

Javier membayangkan apa yang dikatakan ayahnya sebelum menggeleng ngeri. "Tapi Dad pasti jarang bermain kan?"

"Daddy-mu itu tidak punya teman untuk bermain Jav." Sambung Novalin mendadak bergabung dalam kamar puteranya. Ketiganya memilih duduk didekat ranjang putera mereka. Saga langsung menatap Novalin dengan mata terpicing.

"Yang benar saja sayang. Aku masih punya Pedro, dan…"

Novalin mendesis. "Mereka bawahan kamu, bukan teman kamu."

Javier mengepak buku diatas meja kecilnya. "Mom, Dad, jangan bertengkar." Kedua orang yang disebutnya lantas meminta maaf dan lanjut membantu hingga waktu belajar Javier berakhir.

^

"Bicara mengenai Pedro… dia sempat menemuiku, Ga." Kata Novalin sambil menatap suaminya yang masih mengumpulkan tenaga seusai aktivitas ranjang mereka.

Saga memilih bersandar pada kepala ranjang dan Novalin ikut meletakkan kepala diatas dada lelaki itu. Mendengar irama jantungnya yang ritmis. Sementara tangan Saga memainkan rambut wanita itu dengan tatapan menerawang.

"Dia takkan menyakitimu, Nov. Aku jamin."

Novalin menghela napas. "Masalahnya, dia mengatakan dia sempat menemuimu. Tapi kamu tidak mengingat dia. Dan… dia juga bertemu dengan Javier." Kata Novalin terdengar tidak nyaman. Sejak lama, Javier adalah prioritasnya. Meski sekarang sudah bertambah satu lagi, yang tidak lain adalah lelaki yang bersamanya sekarang, namun Novalin tetap tidak dapat tenang tanpa memikirkan kedua orang yang berarti dalam hidupnya saat ini.

"Aku tidak ingat jelas, kapan dia menemuiku. Tapi tenang saja, selama aku bersama kalian kupastikan dia takkan melakukan apapun pada kalian." Janji Saga dan Novalin tersenyum tenang.

"Terima kasih Ga. Terima kasih karena kamu mau menerima kami." Aku Novalin dan Saga balas mengecup puncak kepala wanita itu.

"Oh iya Ga… aku tidak tahu apakah aku berhak bertanya, tapi mengapa kamu sangat membenci keluargamu sendiri?"

Saga memejamkan matanya sejenak. Suasana hatinya sedang bagus dan dia tak ingin dirusak karena cerita kehidupannya yang lampau. Kehidupan yang amat tidak diharapkannya, kecuali sekarang. "Ngomong-ngomong kapan ulang tahunnya Javier, Nov?"

Novalin mengangkat kepalanya dan menatap wajah Saga. Rupanya lelaki itu memilih untuk menyimpan ceritanya sendiri. Novalin langsung paham dan tidak ingin melanjutkan. "Empat November, Ga." Jawab Novalin pelan.

Saga mengangguk. "Berarti sudah dekat. Harus kasih hadiah apa, Nov. Kamu hapal kan kesukaan Javier."

Novalin mendesah. "Kalau aku jawab, kamu adalah kado ultahnya tahun lalu, kamu percaya?"

Saga tidak mampu menyembunyikan senyumnya. Saga jelas tahu akan hal itu. Javier sangat mengidolakannya. Dan itu tidak berubah sedikit pun. "Dia alasan kamu setuju menikah denganku, kan?"

Novalin mengangguk. "Dia selalu memaksaku untuk menikah. Masalahnya menikah tidak semudah itu, Ga. Lihat saja kita. Setelah menikah pun, kamu malah harus mendapat perawatan penuh. Itu sempat bikin aku tidak yakin kalau semua akan baik-baik seperti sekarang."

Saga memajukan tubuhnya dan merangkul Novalin dalam dekapannya. "Anggap saja itu ujian untuk pernikahan kita."

Novalin merasa hatinya benar-benar bahagia mendengar ucapan lelaki itu. "Tapi, Javier kadang sakit mendadak dekat ulang tahunnya." Kenang Novalin karena tiap menjelang perayaan ulang tahun puteranya itu, dia selalu mendapat waktu libur untuk merawat Javier. Bukan sesuatu yang disengaja Novalin, hanya saja kenyataannya memang demikian. Beruntung DS tidak begitu mempersoalkan masalah itu, karena selalu ada yang dapat mengganti jadwalnya saat berhalangan bertugas.

"Kok bisa?" tanya Saga sambil mengurai pelukannya.

Novalin mengangkat bahu. "Entahlah, Ga. Aku sudah membawanya ke dokter dan pemeriksaan menyeluruh. Tubuhnya sehat dan normal, hanya saja dia suka sakit ringan tiap menjelang perayaan ulang tahunnya. Maka itu apapun permintaannya tak mungkin aku tolak,"

Saga mengusap punggung mulus istrinya. "Tenang saja, Nov. Mulai sekarang aku bersama dengan kalian. Jadi kupastikan apapun takkan menimpa Javier."

Novalin langsung mencium bibir Saga setelah mendengar itu. Saga membalas ciuman itu sambil tertawa.

^

Saga sudah menyiapkan kejutan untuk Javier. Karena itu dia berencana menjemput putera tirinya seusai jam sekolah. Sepertinya cerita Novalin tidak terjadi untuk tahun ini karena Javier baik-baik saja saat memutuskan untuk berangkat sekolah tadi pagi. Bos Saga memberi izin bagi Saga agar bisa pulang cepat karena alasan lelaki itu jelas. Dengan langkah pasti, Saga berhenti didepan pintu sekolah kecil tersebut.

Bangunan satu lantai itu terlihat amat sederhana dari luar. Saga menghela napas. Andai saja keadaan mereka tidak sedang dalam persembunyian, dia akan memindahkan Javier ke sekolah paling elit dengan fasilitas terlengkap.

Satu per satu anak-anak mulai berhamburan keluar. Kecuali Javier. Saga merasa ada yang tidak beres segera mengecek ke dalam. Seorang guru menghampiri Saga dan menjelaskan kondisi Javier yang sedang berbaring di ruang UKS.

Tubuh Javier mendadak demam. Dan sampai jam sekolah berakhir, demamnya turun sedikit setelah mendapat obat tetapi badannya lemas. Saga langsung beranjak ke ruang UKS yang dimaksud. Benar saja tubuh puteranya yang selalu ceria mendadak pucat dan hanya mampu menatapnya dengan pandangan lesu dari atas ranjang.

"Biar saya membawa Javier ke dokter!" jelas Saga lantas menggendong tubuh Javier yang menurut tak berdaya. Saga tak lupa meminjam selimut tipis untuk menutupi tubuh Javier sebentar. Para guru meminta maaf karena tidak bisa berbuat banyak. Saga berjalan membawa tubuh Javier menuju rumah David.

Belum setengah jalan Novalin langsung menghampirinya. "Ga, Javier kenapa?"

"Demam, Nov. Demamnya belum turun sampai sekarang. Kita harus mencari David." Kata Saga namun Novalin menahan langkah lelaki itu.

"David, nggak ada Ga."

Saga tertegun. "Apa maksud kamu, Nov?"

Novalin menahan air matanya yang mulai mengenang. "David sedang dikota, ada pasien dari desa yang harus dirujuk ke kota dari kemarin. Kita harus gimana, Ga?"

Saga berpikir cepat. "Desa ini, pasti memiliki puskesmas atau…"

Novalin menggeleng cepat. "Hanya David, satu-satunya tenaga medis didesa ini Ga."

Saga merasa demam putera tirinya tidak kunjung reda. Suhu tubuhnya terpancar meski sudah diselimutinya, Saga dapat merasakannya dalam gendongan tersebut. Masalahnya bila tidak ditangani, hal tersebut akan mengancam nyawa Javier. Saga tidak ingin itu terjadi. "Tidak ada pilihan lain, Nov. Kita tidak bisa merawat Javier dirumah. Di UKS tadi mereka sudah memberinya obat tapi aku rasa itu tidak berhasil."

Novalin mulai menangis. Ini semakin memparah keadaan. Mau tak mau mereka berhenti sejenak pada sebuah bangku didepan toko sembako yang tengah tutup.

"Kita harus ke kota, Nov." kata Saga memerhatikan wajah istrinya.

Novalin menggeleng. "Nggak bisa Ga. Itu jauh berbahaya,"

Saga mendesah. "Tapi kamu tega sama Javier? Dengar, aku akan ke Pelabuhan. Kamu ke rumah ambil semua simpanan kita. Kita harus bawa Javier ke pusat kesehatan terbaik. Aku dan Javier tunggu kamu di Pelabuhan." Putus Saga tanpa persetujuan, lantas membawa tubuh Javier menuju Pelabuhan. Novalin menghapus air matanya dan terpaksa melakukan semua sesuai ucapan Saga. Pikiran wanita itu mendadak buntu disaat seperti ini.

^

Perjalanan menuju kota tidak semudah yang dibayangkan Saga. Butuh hampir enam jam yang ditempuh. Sementara itu Novalin dan dirinya bergantian mengganti kompresan dijidat Javier. Kondisi putera mereka amat lemah. Padahal selama perjalanan, Saga sudah berusaha membujuk Javier untuk minum sedikit teh hangat.

Beberapa orang yang menumpang di kapal tempat keluarga kecil itu berada memandangi mereka dengan tatapan simpatik. Saga tidak memedulikan semua itu. Namun yang membuatnya tidak berhenti melirik ke arah Novalin, tidak lain karena masker pemberian wanita itu. Tadi-tadinya Novalin bahkan memaksa agar dia mengenakan topi. Tapi ditolak mentah-mentah Saga. Semua itu terlalu berlebihan. Mereka sedang dalam keadaan genting. Penampilannya yang serba tertutup malah akan semakin dicurigai sebagai penculik anak.

Begitu mereka tiba dikota, baik Saga dan Novalin segera mencari taksi. Mereka menuju salah satu rumah sakit terdekat yang dapat dijangkau. Novalin sudah menyiapkan setiap dokumen dan barang-barang diperlukan selama perjalanan mereka.

Pasangan itu tiba dirumah sakit dan Javier langsung diberi penanganan. Selama menanti di IGD, Novalin tidak dapat melakukan apapun selain menangis dalam pelukan erat Saga.

"Tenang, Nov. Javier pasti baik-baik saja." Bisik Saga menenangkan istrinya yang masih belum juga berhenti terisak. Saga mulai memahami bagaimana cara Novalin memperlakukan putranya selama ini. Membayangkan tahun demi tahun yang dilewati wanita ini seorang diri, membuat Saga dilanda rasa penasaran. Bagaimana bisa Novalin berpisah dengan suami sebelumnya. Apakah mereka bercerai?

"Nov, gimana kalau sambil nunggu Javier kita makan dulu?" tawar Saga lantas membawa istrinya agar duduk bersama dibangku depan ruang IGD. Kepala Novalin mengangguk dan Saga segera bergerak mencari sebuah tempat makan didekat area rumah sakit.

^

Ditinggal sendiri oleh Saga membuat Novalin memutuskan untuk mengambil napas dalam-dalam. Setelah memastikan suaranya terdengar tidak begitu serak karena terlalu banyak menangis, wanita itu beranjak menuju meja perawat dan meminta akses telepon.

Pada akhirnya nada panggilan pertama terhubung dan Novalin mendesah lega begitu mendengar balasan dari seberang.

"Decode Security, ada yang bisa dibantu?"

"Saya ingin bicara dengan Mrs Octavia Ramoes sekarang." Kata Novalin menebak-nebak suara penjawab teleponnya. Seingatnya yang dia hubungi adalah telepon sekertaris atasannya. Bukannya tidak ingin menghubungi langsung atasannya, hanya saja saat ini Novalin sadar tempatnya berada dan kesempatan langka yang dia peroleh saat ini.

"Mohon maaf, sebelumnya untuk keperluan apa…"

"Katakan saja pada Octa, Novalin butuh bantuan, sekarang." Novalin masih mengawasi ke pintu depan IGD, takut sewaktu-waktu Saga muncul dan mencari keberadaannya. Nada tunggu selama semenit sebelum suara penjawab telepon berganti.

"Novalin Decode, demi Tuhan… apa yang bisa kulakukan sekarang?"

Novalin memilin kabel telepon ditangannya saking cemasnya. "Something happen, Ta. Intinya sekarang aku dan tuan Saga ada di kota. Mendadak sekali, bisakah kirim back-up untuk kami sampai kami kembali ke desa?"

"Wait, kembali ke desa? Ah, katakan dimana kalian sekarang?"

Belum sempat menjawab telepon sudah langsung ditutup sepihak. Novalin tertegun. Saga tengah menatapnya dengan dingin namun dibalik tatapannya tersimpan amarah yang tertahan.

"Ga…"

"Apa yang sedang kamu lakukan?" sergah Saga menarik Novalin menjauhi meja perawat dan berbicara disudut luar ruangan. Dia tidak ingin mereka menjadi pusat perhatian orang-orang.

"Aku butuh back-up, Ga." Bisik Novalin namun Saga menggeleng.

"Sepertinya kamu belum mengerti, Nov. Listen, setelah infusan Javier habis dan hasil pemeriksaan darah keluar, kita harus meninggalkan tempat ini." jelas Saga.

Novalin membuka mulut ingin mendebat namun ekspresi Saga sulit dibantah. Mau tak mau wanita itu langsung menurut. Mereka menikmati makan siang seadanya disaat hari hampir sore sambil menanti kondisi Javier pulih.