Ujian dari saling mencintai adalah jarak
.
.
.
Bunyi pecahan gelas terdengar. Sadam menghela napas panjang. Informasi yang barusan disampaikan Octa dengan kegugupan membuat Sadam kehilangan kekuatan pegangannya. Sekarang Sadam bingung harus menjelaskan semua pada Novalin yang masih tinggal dalam rumah mereka. Meski wanita itu sudah meminta agar bisa pulang kembali ke desa. Karena Javier sudah terlalu lama tidak sekolah sejak dari putranya itu sakit. Namun Sadam masih tidak setuju. Karena keberadaan Saga masih belum pasti dan juga mafia-mafia itu bisa sewaktu-waktu memanfaatkan situasi. Sadam tidak mau kecolongan dua kali. Mustahil mereka tidak tahu siapa istri Saga juga.
Mona menghampiri suaminya dengan terkejut. "Dam, ada apa? Apa yang terjadi sayang?"
Sadam menatap wajah istrinya sendu. "Saga pergi, Mona."
Dahi Mona berkerut. "Pergi gimana, bukannya tim DS sudah menemukan keberadaan kak Saga?"
Sadam membawa istrinya untuk duduk diatas ranjang sebelum menjelaskan informasi yang barusan dia terima dari Octa. Persis seperti dugaan, Monalisa langsung terperanjat dan tanpa diduga memeluk tubuh Sadam.
"Maafkan aku Dam."
Sadam menatap istrinya yang mendadak tersedu-sedu dalam dekapannya. "Apa maksud kamu Mona?"
"Aku yang mengusulkan agar kak Novalin menikah kontrak dengan kak Saga. Kupikir itu satu-satunya cara karena aku pikir kak Novalin pasti takkan bahagia kalau bersama kak Saga, Dam. Saat itu kan kamu yang memaksa agar kak Saga cepat-cepat menikah."
Sadam memejamkan matanya sebentar. Lagi-lagi dia dibuat terpaku dengan keputusan sepihak Monalisa. Istrinya adalah orang yang paling dicintainya, termasuk juga orang yang paling berani dalam membuat keputusan ajaib tanpa sepengetahuannya.
"Sekarang kita harus gimana Mona, Saga sudah pergi. Mengejarnya juga percuma. Dia bilang masa kontrak pernikahan berakhir. Coba kamu bayangin, siapa yang paling hancur disini."
Tangisan istrinya semakin keras. Membuat Sadam merasa tidak nyaman, pada akhirnya dia mengusap punggung Mona agar wanita itu lebih tenang. Mona masih terus menangis sampai suaranya mengecil. Dia menatap Sadam dan lelaki itu sudah memberinya beberapa lembaran tisu untuk membersihkan wajahnya.
"Satu lagi, Dam."
"Apa?"
"Kak Novalin sedang hamil."
Kali itu Sadam Decode membeku. Bila tadi istrinya terisak, sekarang dirinya yang tak mampu berkata-kata.
^
Javier memandangi ibunya yang belum kunjung menyusulnya untuk tidur dan malah sibuk menata barang-barang mereka. Javier pikir mereka masih akan terus tinggal dirumah itu tetapi dari cara berkemas, sepertinya besok pagi Javier akan pulang ke desa.
"Mom…"
"Ya sayang?"
"Kita akan pulang besok?" tanya Javier memastikan. Novalin menutup resleting tasnya dan beralih pada puteranya. "Iya sayang."
"Tapi kenapa Mom?"
Novalin menghela napas. "Karena Jav sudah lama tidak sekolah sayang. Ayo, sebentar lagi waktu naik kelas. Jav mau ketinggalan kelas?"
"Dad bagaimana Mom?" pertanyaan itu membuat Novalin bingung menjawab. Dia sendiri bingung menjelaskan situasinya. Karena Saga tak kunjung ditemukan. Seingatnya Mona sudah mengatakan bahwa DS berhasil mendapatkan tempat penyekapan lelaki itu kemudian keesokan harinya, hasilnya nihil. Orang-orang yang menahan Saga sudah lebih dulu membawa lelaki itu ke tempat lain. Sadam Decode sendiri tidak ingin dia dan putranya pergi begitu saja. Bagi Sadam tempat teraman adalah kediaman utama Decode.
Novalin bisa saja bertahan namun kondisinya yang membuat keadaan semakin rumit. Dua hari setelah melakukan test pack itu, Novalin mendadak mengalami morning sickness. Padahal sebisa mungkin dia berusaha agar tubuhnya bekerja sama dengan keadaan. Tentu saja hal itu dengan mudah diketahui Monalisa. Bukannya menyimpan informasi itu lebih lama, yang ada Novalin terpaksa mengakui.
Reaksi pertama yang dia terima adalah pelukan bahagia dari Monalisa. Adik iparnya itu sangat senang. Dia bahkan mengatakan anggota rumah mereka akan bertambah dan itu artinya Novalin tidak boleh sibuk-sibuk lagi. Usia Novalin sudah tidak semuda dulu, tentu saja kehamilan itu akan berdampak banyak pada kesehatan maupun kandungannya. Monalisa bahkan sudah mendaftarkan Novalin untuk memeriksakan diri pada seorang dokter obgyn yang dikenalnya. Karena itulah Novalin berpikir, dia harus segera keluar dari rumah itu.
Dia tidak boleh membuat kerepotan yang semakin banyak karena masalah ini. Meski dia tidak bisa menahan diri dari kerinduan terhadap suaminya sendiri, namun masalah Saga akan ditemukan atau tidak, sudah Novalin pasrahkan pada waktu. Apapun itu, dia tetap berdoa pada keselamatan Saga tiap malam. Dia tidak peduli bila Tuhan jemu dengan apa yang dia doakan, masalahnya dia teramat mencintai lelaki itu.
"Kita pasti akan bertemu dengan Dad lagi sayang. Sudah tidur ya sekarang."
Javier memajukan bibir bawahnya, ibunya jelas tidak bisa menjawabnya. Namun karena waktu sudah beranjak malam Novalin tidak lupa mendongengkan cerita yang selalu ampuh membuat Javier bisa terlelap. Pada akhirnya malam itu, ibu dan anak itu tertidur tanpa keberadaan ayah dalam keluarga kecil itu.
^
Novalin tidak terkejut ketika pagi hari, saat dia dan Javier hendak berangkat, mereka sudah ditahan oleh penjaga rumah. Yang ada malah dia dipanggil menuju ruang tengah, sementara Javier dibiarkan bersama Monalisa. Mona mengatakan akan membuat sarapan terlezat sehingga Javier terpaksa meninggalkan ibunya. Sadam sendiri langsung menemuinya pagi itu, meski dengan piyama tidur dan wajah sendu. Novalin tidak menyangka, keputusannya untuk meninggalkan rumah itu cukup berdampak pada atasan seluruh Decode company itu.
"Tuan…"
Sadam menghela napas panjang. "Mulai sekarang, jangan panggil aku tuan, Nov. Kamu bisa memanggil Mona, sedang aku tidak demikian."
Novalin tersenyum bersalah. "Rasanya canggung saja, tu… maksudku, Sadam."
Sadam mengangguk tenang. "Aku sudah dengar dari Mona. Kamu sedang hamil. Rencananya bahkan hari ini, kalian harus ke obgyn untuk memastikan kondisi kamu."
Novalin meringis. Secepat itu kabar kehamilannya berkembang. Padahal bisa saja itu kebetulan. Atau kemungkinan alat test pack-nya keliru. Tetapi langkahnya memang terbatas. Apa yang tidak kelihatan bila mereka sama-sama beraktivitas dibawah atap yang sama.
"Jujur, aku tidak ingin merepotkan Sadam."
Sadam menggeleng. "Tidak demikian Nov. Dengan kehamilan ini, itu artinya kamu akan melahirkan pewaris bagi Decode. Dan kamu tidak bisa pergi begitu saja."
Novalin terdiam lagi. Sulit baginya membantah bila apa yang Sadam katakan ada benarnya. Bukan salahnya bila harus menikahi Saga dan latar belakangnya yang mengikat. Sekarang dalam kandungannya ada anak mereka. Artinya kelak, anak itu dipastikan akan menyandang marga Decode juga.
"Mengenai pendidikan Javier, biar itu menjadi urusanku. Mulai sekarang kamu tidak bisa sungkan lagi, Nov."
Novalin menghela napas. "Aku minta maaf, kalau kamu dan Mona sampai harus repot-repot mengurus semua ini. Aku janji begitu Saga kembali, kami akan tetap tinggal di desa dan tidak akan mengganggu kalian."
Sadam-lah yang menggeleng. Bahkan lelaki itu mendadak menunduk. "Kalau kamu ingin menyalahkan, salahkan saja kami Nov. Aku sudah dengar dari Monalisa. Dia sempat mengusulkan pernikahan kontrak antara kamu dan Saga ya?"
Novalin meringis lagi. "Jangan salahkan Mona. Dia hanya berusaha membantuku waktu itu. Tapi aku tidak menyesal keputusanku sama sekali. Tuan Saga mampu membuatku bahagia selama tinggal dengannya."
Sadam mendadak menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya ketika Novalin mengatakan itu. "Ada apa Sadam?"
"Atas nama Saga, aku ingin minta maaf padamu Nov. Dan secara pribadi juga."
Perasaan Novalin mendadak tidak enak. Jarang sekali, dia mendengar permintaan maaf yang dikatakan dengan nada nelangsa seperti itu. Apalagi itu berasal dari atasannya sendiri. Terakhir lelaki itu mengatakannya adalah saat Saga tidak kunjung sadar dari koma panjangnya dirumah sakit. "Apa maksudnya Sadam?"
Sadam mengambil napas panjang. "Saga sebenarnya sudah ditemukan DS. Di hari yang sama, DS menjemputnya dan membawa orang-orang yang menahannya kepada polisi. Tapi Saga mengatakan dia tidak ingin ditemui lagi. Dia mengatakan kontrak pernikahan kalian sudah berakhir. Dan dia bilang… dia sudah selesai denganmu, Nov."
Novalin menatap Sadam dengan tatapan nanar sebelum tubuhnya mendadak kehilangan kesadaran.
^
Putih. Itu yang pertama kali Novalin lihat ketika membuka mata. Dia mengerjap sekali lagi dan tidak ada yang berubah. Tangan kanannya terangkat dan benar saja ada selang infus tersambung disana. Novalin menatap sekelilingnya. Monalisa disebelah ranjangnya tengah menatapnya dengan mata berair.
"Kakak sudah sadar?"
Mendengar pertanyaan itu, entah mengapa air mata Novalin hanya menetes. Monalisa segera memanggil dokter. Dia sangat panik karena kakak iparnya terus menerus menangis tanpa suara. Dokter akhirnya muncul dan memeriksa keadaan Novalin. Monalisa bertugas sebagai walinya mendengar semua penjelasan dengan saksama. Setelah Novalin sedikit lebih tenang, Monalisa baru mendekati ranjang. Lebih tepatnya bersimpuh disebelah ranjang rumah sakit.
"Kak, maafkan aku."
Air mata Novalin kembali menetes. "Sakit, Mona. Sakit sekali…"
Monalisa langsung memeluk tubuh Novalin dan keduanya sama-sama menangis tersedu-sedu. Sadam menunggu diluar ruangan tidak mampu berbuat banyak. Wanita dan emosi mereka hanya bisa dikeluarkan dengan tangisan. Sadam tidak ingin bergabung dan merusak suasana. Cukup tadi, Novalin pingsan karena apa yang dikatakannya. Tidak perlu menambah lagi. Sadam menghela napas. Andai saja, dia bisa menyeret kakaknya kesini. Maka dia tidak peduli, bila Novalin akan membencinya. Karena Sadam merasa harus menghajar kakaknya itu hingga babak belur.
"Kak, aku mohon dari kakak. Jangan pernah berpikir untuk pergi kemana-mana lagi. Aku dan Sadam sudah bertekad kami akan membantu kakak selama kehamilan ini. Dokter juga berpesan supaya kakak lebih berhati-hati…"
"Kalian hanya menginginkan anak ini Mona?"
Monalisa menghela napas. "Demi Tuhan kak, bukan seperti itu. Aku paham, kondisi kakak sedang tidak stabil. Tapi percayalah kak, bukan saja kakak yang sakit. Aku juga sakit kak. Aku pernah merasakannya kak. Karena itu aku tidak mau kakak bernasib sepertiku."
Novalin menatap Monalisa dengan bingung. "Apa maksudmu Mona?"
Monalisa buru-buru menghapus air matanya. "Sudahlah kak. Jangan pikirin aku, kita pikirin aja kesehatan kakak dan calon ponaanku, gimana?"
Novalin kembali terdiam. Monalisa ikut menutup mulutnya tetapi itu tidak lama karena dia kembali menawarkan diri untuk mengupas buah apel agar bisa Novalin santap.
^
Waktu terus berjalan. Pada akhirnya Javier dan Novalin menetap secara permanen dalam kediaman utama Decode. Keputusan itu tidak lagi diganggu gugat atau dipertanyakan siapa pun. Karena berani ada yang mengusik mereka, maka sudah dipastikan akan berurusan dengan kemarahan Sadam atau Nyonya rumah yaitu Monalisa.
Usia kandungan Novalin pun berkembang dengan sehat. Javier sangat senang mengetahui karena dia akhirnya akan punya adik seperti yang terjadi pada teman-temannya. Beberapa kali dia memang memusuhi ibunya sendiri. Sebagian besar pendapat karena bawaan kehamilan. Akhirnya Javier menjadi lebih dekat pada Monalisa dan tak pernah absen bermain dengan Arthur.
Pendidikan Javier juga beralih pada sekolah mewah yang diusulkan Sadam. Pemilihan sekolah tersebut juga sudah mendapat persetujuan dari Novalin. Bagaimana dia bisa menolak bila Sadam yang bertanggung jawab terhadap seluruh pembiayaannya. Novalin benar-benar merasa tidak berguna banyak bila sudah dicampuri sedemikian. Terkadang dia ingin mempertahankan egonya sebagai orang tua atas Javier tetapi dia sadar dengan kondisi seperti ini, menolak juga bukan pilihan yang bagus.
"Jav, dokter David mengirim salam padamu." Kata Sadam ketika dia pulang dan mendapati putranya Arthur sedang menyusun lego bersama Javier diruang baca.
"Om David? Wah, dari mana Om tahu?" tanya Javier dengan semangat.
Sadam hanya terkekeh. "Tentu saja, aku tahu karena David bekerja sama dengan perusahan kami."
"Jav jadi kangen mau ketemu Om David." Kenang Javier.
"Siapa om David, kak Jav?" tanya Arthur yang seakan diabaikan diantara dua orang tersebut. Sadam terkekeh mendengar pertanyaan itu. Dia segera mengangkat tubuh Arthur tinggi-tinggi dan bocah itu protes sementara Javier hanya tertawa.
Novalin tanpa sengaja mendengar tentang itu. Sambil mengelus perutnya, tanpa sengaja dia teringat ucapan Saga terhadapnya. Jadi David memang salah satu orang yang bekerja pada Decode. Bisa saja, semua yang pernah terjadi pada kehidupan mereka juga adalah rancangan Sadam. Tapi menaruh pikiran jelek tersebut pada orang yang sudah menampungnya dan memberi kehidupan layak padanya dan anak-anaknya adalah sebuah pemikiran picik. Novalin tidak benar-benar memiliki kehidupan keluarga yang besar seperti sekarang. Dulu dunianya hanya seputar dirinya dan Javier semata.
Novalin segera menggeleng sambil menatap perutnya yang sudah kelihatan membesar. "Kelak, jangan seperti ayahmu sayang. Tapi kau harus menyayangi semua orang seperti yang paman-pamanmu lakukan dalam rumah ini." bisik Novalin.
"Kak Novalin ngapain, ayo kita ke depan kak. Fotografernya sudah datang." Monalisa mendadak menghampiri Novalin. Karena itu kehamilan ketiga bagi keluarga Decode, sekaligus kehamilan pertama dari pihak Saga, maka Monalisa menawarkan maternity shoot. Novalin tentu saja menolak tetapi sekali lagi Monalisa Decode tidak semudah itu dibantah. Dengan dalih, saat mengandung Javier dulu usia Novalin masih amat muda dan dokumentasi tiap perkembangan anak semenggemaskan itu tidak sempat dilakukan, maka untuk kehamilan kali ini tidaklah demikian. Semua harus masuk dalam dokumentasi penting keluarga Decode. Akhirnya Novalin tidak mampu menolak.