Chereads / LEGACY Series / Chapter 24 - KEPINGAN DUA PULUH EMPAT

Chapter 24 - KEPINGAN DUA PULUH EMPAT

Takdir dan air mata

.

.

.

Monalisa menempeli Sadam dengan cukup erat. Pemandangan itu menjadi perhatian semua orang dalam rumah besar tersebut. Biasanya Mona akan berfokus pada Arthur dan Sadam menjadi yang kedua untuk dia dekati. Tetapi hari itu berbeda. Arthur sudah diberikan kesempatan bermain bersama dengan pelayan kepercayaan pasangan itu.

Sadam berusaha memperingatkan istrinya agar berhenti melakukan tindakan konyol tersebut. Karena dia sendiri tidak nyaman menjadi pusat perhatian orang-orang. "Sayang, sudahlah urusanku masih banyak."

Monalisa menggeleng. "Aku akan menyusul kamu ke kantor."

"No!"

Alis Monalisa terangkat. "Kalau begitu, aku yang pergi dengan Arthur."

Perdebatan kecil itu selain dapat disaksikan semua orang, termasuk juga Novalin. Dia mulai menduga akan terjadi sesuatu hari itu. Oleh sebab itu Monalisa bertingkah demikian. Namun Novalin tetap tenang. Dia sudah menyusun rencananya sendiri. Bila memang hari ini akan terjadi terjadi sesuatu, maka sudah dipastikan dia harus menemui Saga terlebih dahulu. Bagaimana caranya, itu sudah dia pikirkan nanti.

"Mommy, Jav berangkat ya. Sampai jumpa Mommy, sampai jumpa adik." Kata Javier berpamitan pada ibunya dan tak lupa mengecup perut ibunya. Javier pun ikut berpamitan kepada seisi meja makan lantas menyusul arah Sadam. Putranya itu selalu berangkat dengan mobil yang Sadam tumpangi. Karena lelaki itu bertugas memastikan sendiri Javier akan selamat sampai ke gerbang sekolah. Agak berlebihan memang karena rumah megah itu memiliki beberapa supir dan juga kendaraan tersendiri. Namun Sadam menegaskan keselamatan mereka adalah yang terutama baginya.

"Mona, ada apa?"

Monalisa menoleh dan langsung mendekati Novalin. "Kakak merasakan sesuatu?"

Novalin menggeleng. "Apa yang terjadi padamu dan Sadam?"

Monalisa menampilkan senyuman khasnya. "Jadi, sebentar lagi ulang tahun pernikahan kami. Ada yang ingin kuminta tetapi Sadam belum mengabulkannya. Makanya aku berusaha membujuknya dari kemarin."

"Apa yang kau inginkan memang, Mona?" Novalin mencoba berpikir apalagi yang dibutuhkan seorang Nyonya Decode bila daftar kepemilikannya amat banyak terhadap berbagai aset Decode.

"Ngeliat kakak hamil besar gini, aku jadi kepingin juga. Tapi Sadam belum setuju."

Mau tak mau Novalin terkekeh. Monalisa memang sangat ajaib. Bisa-bisanya dia meminta anak seakan meminta dibelikan suatu benda. Novalin tidak jadi lanjut bertanya karena dia tahu itu urusan internal kedua pasangan tersebut.

Tak berselang Monalisa berpamitan dari Novalin. Wanita itu memiliki agenda untuk membahas renovasi salah satu rumah milik Decode. Monalisa menyesalkan karena tidak bisa mengajak Novalin ikut. Usia kandungan Novalin sudah memasuki trimester ketiga. Sadam juga akan menceramahi Monalisa kalau sampai nekat.

"Tidak apa-apa Mona. Aku hanya ingin menyelesaikan rajutanku sekarang. Sepertinya waktu semakin dekat." Kata Novalin sambil tersenyum. Monalisa akhirnya berangkat dan disaat itulah Novalin tahu. Hampir sebagian besar penghuni rumah sudah tidak berada dalam rumah. Tersisa ayah mertua Novalin yang hanya menghabiskan waktu untuk beristirahat dikediamannya tersendiri.

Novalin menunggu di mobil. Setelah melewati beberapa perdebatan, akhirnya Novalin bisa keluar dari rumah. Dengan dalih bawaan bayi, dia ingin membeli kebutuhan khusus bayi yang sudah menarik perhatiannya sejak kemarin lalu Novalin akhirnya ditemani empat orang anggota DS.

Novalin tahu dia tidak bisa memanfaatkan mereka, karena salah sedikit semua pergerakannya akan diketahui langsung oleh Sadam. Karena itu wanita itu memilih jalan pintas. "Kalian boleh tunggu sebentar diluar tidak? Sirkulasi disini sempit, takutnya bayiku dalam perutku susah napasnya." Jelas Novalin sebagai alibi agar orang-orang DS memberinya kesempatan untuk duduk diam dimobil. Tidak berselang seseorang keluar dari pintu samping bangunan Decode Holding.

Orang itu bergerak masuk dalam mobil. "Demi Tuhan kak Nov… nyawaku dalam bahaya ini." kata orang itu tak mampu menyembunyikan keringat diwajahnya.

"Tenang saja Geri. Everything gonna ok."

Geri, sekertaris Sadam, tetap tidak tenang ditempatnya. "Apa yang kakak inginkan sekarang."

Novalin menipiskan bibirnya. Pandangannya sesekali melirik keluar mobil. "Selama aku dirumah, aku tidak tahu apa-apa Geri. Jadi tolong katakan saja padaku, apa yang sedang ditargetkan DS sekarang."

Geri mengangkat alis. "Aduh kak, aku hanya urusin perusahan bukan DS. Tapi kalau dari kabar yang kutahu, DS sedang mencari keberadaan tuan Saga dan sedang lobi dengan kepolisian untuk mengurus orang-orang yang pernah menahan tuan Saga."

Novalin mengangguk lagi. "Jadi Saga belum ditemukan juga?"

Geri menggeleng. "Cuma tuan Sadam ingin ikut bantu menangkap orang-orang jahat itu dengan polisi hari ini."

"Kau tahu siapa orang-orang itu?"

Geri menggeleng lagi. "Mereka kata tuan Sadam mafia, Nyonya."

Novalin menghela napas. "Mafia juga banyak, Ger."

Geri mendesah. "Aku juga tidak tahu pasti Nyonya. Tapi beberapa kali tuan Sadam menyebutkan kata M. Entah apa maksudnya."

"M?"

Geri mengangguk lagi. Tak berselang lelaki itu segera keluar dari mobil dan pergi karena orang-orang DS sudah beranjak kembali. Novalin segera lanjut menuju pusat perbelanjaan yang dia maksud. Novalin tidak boleh mengingkari perjanjian awalnya. Dia hanya perlu bersabar sebentar.

M yang disebut Geri entah mengapa membuat Novalin menghela napas. Seakan hidupnya yang sekarang tak jauh berbeda dengan kisah sebelumnya. Novalin lagi-lagi mengelus perutnya. Kini dia mulai paham mengapa ketika kejadian penangkapan Saga pertama kali setelah pemberkatan mereka, tidak mengenainya sama sekali. Harusnya Novalin paham saat itu.

"Sepertinya aku tahu dimana Saga berada," batin Novalin resah.

^

Keadaan disekitar tempat tinggal Saga terasa lebih sunyi dari biasanya. Ini menarik perhatian Pedro yang terbiasa berlalu lalang untuk menyiapkan kebutuhan majikannya. Lelaki itu sengaja mencari tempat tinggal dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga bila sesuatu terjadi maka akan banyak pengalihan dari orang-orang disekitar. Tetapi yang terjadi kali ini berbeda.

Pedro berusaha tetap tenang setelah keluar dari salah satu mini market dan hendak beranjak menuju kembali ke kamar Saga. Tetapi menyaksikan apa yang sedang terjadi membuat lelaki itu mengurungkan niatnya. Secepat mungkin lelaki itu menyetop taksi yang kebetulan lewat dan beranjak pergi dari sana. Saat taksi yang membawanya melaju di jalanan, Pedro menyaksikan sendiri beberapa orang dengan mobil langsung membuntutinya.

Pedro langsung menghubungi Saga. Sepertinya tempat tinggal mereka sudah diketahui.

"Halo?"

"Tuan, sekarang juga tinggalkan kamar dengan hati-hati. Orang-orang M sepertinya menemukan tempat kita. Aku dalam perjalanan untuk mengelabui mereka." Jelas Pedro masih terus memastikan arah orang-orang yang mengejarnya.

"Ok. Jangan menemuiku sampai aku yang menghubungimu lebih dulu."

"Baik tuan."

Saga menyelipkan ponsel pintar dalam saku celananya. Meraih jaket kulit dan memastikan pintu kamarnya terkunci. Selanjutnya lelaki itu membawa senapan yang sudah Pedro siapkan untuknya dan membawa beberapa uang dalam saku jaketnya. Saga tahu akhirnya akan segera datang. Lelaki itu mengintip melalui jendela. Orang-orang sedang mengawasi kamarnya dari lantai dasar. Saga berbalik menuju kamar mandi dan sengaja menghidupkan keran air.

Detik selanjutnya Saga bergerak menuju balkon dan memakai masker untuk menutupi wajahnya. "Itu dia…" Terdengar suara itu dari kejauhan dan Saga langsung melompat ke balkon persis dibawah lantai kamarnya. Suara tembakan terdengar membuatnya cepat-cepat berguling. Pemilik kamar dilantai tempatnya berada memandangi Saga dengan bingung.

"Cepat panggil polisi." Hanya itu yang Saga katakan sebelum menerobos ke dalam kamar orang itu dan lanjut keluar melalui pintu. Jeritan ketakutan terdengar dan tak berselang keramaian terjadi. Secepat mungkin Saga berlari. Memacu kakinya melewati anak tangga. Belum sampai menuju dasar orang-orang yang mengejarnya sudah hampir mencapai tubuhnya.

Saga berdecak. Tidak mengira M masih memiliki simpanan uang dan orang-orang sebanyak itu hanya untuk menangkapnya. Saga langsung memecahkan jendela dengan sekali tendangan dan berhasil keluar melalui pintu samping gedung. Selain tembakan yang masih mengikutinya Saga tetap tidak berhenti. Pada akhirnya dia berhasil menemukan celah bangunan yang terhubung dengan bangunan disebelahnya.

Memanfaatkan momentum itu Saga meraih senjata dan menembak beberapa kali ke arah orang-orang yang masih mengejarnya. Tembakan itu cukup sembarangan tetapi berhasil mengenai salah satu pengejar. Mereka sendiri tidak mengira Saga mengantongi sebuah senjata.

Saga berhasil mencapai lantai dasar dengan selamat dan hendak mencari kendaraan ketika sosok yang selama ini ingin menangkapnya tengah menatapnya dengan tenang.

"Cukup main-mainnya tuan Saga Decode!" teriak M.

Saga terkejut bukan main. Sejak kapan M sudah berada disana. Namun belum sempat Saga melawan, empat orang mendadak melumpuhkannya. Tubuh Saga langsung dibekuk dengan cukup keras.

"Kau pikir dengan bantuan bawahan bodohmu bisa mengelabuiku? Bukankah dia sedang di taksi kan," kata M sambil menoleh ke belakang. Tak berselang sebuah ledakan terjadi dan asap mengepul cukup besar. Jeritan orang-orang terdengar.

"Nah sudah selesai. Sekarang bawa pecundang ini. Eksekusi kita mulai!" teriak M pada orang-orangnya. Saga tak mampu melawan karena M benar-benar tak mengampuninya sekarang.

^

Suara ledakan tembakan merambah hari yang mulai gelap. Tubuh Saga terjatuh diatas aspal. Berulang kali lelaki itu disiksa. M tak mau membunuhnya begitu saja. Novalin meringis pahit menyaksikan itu dari kejauhan. Segera ditembakkan sekali lagi peluru ke udara, dari pistol di balik jas hitamnya dan dia mulai melancarkan tembakan ke arah orang-orang yang sedang fokus menyiksa Saga. Sayang tembakan itu berhasil dihindari dan berakibat kehadirannya diketahui semua orang.

"Lepaskan dia." Teriak Novalin.

Margin berbalik menatap tindakan impulsif wanita itu dengan datar. "Dia bukan manusia, wanita bodoh. Apa yang sedang kau lakukan disini!" sergah M, tak mengira Novalin akan menemuinya dikompleks perumahan miliknya yang memang sunyi.

"Tapi aku butuh Saga tetap hidup." Jerit Novalin tetap mengacungkan senjatanya. Deru hujan dan petir dari atas kepala diabaikannya. Novalin bahkan berusaha mempertahankan senjata ditangannya yang semakin licin.

Margin tertawa. Dengan satu tangannya diseretnya kerah baju Saga yang penuh darah. "Kau dengar itu, iblis. Wanita itu menginginkanmu tetap hidup. Beri aku alasannya, brengsek." Bisik Margin ke arah tubuh lemah Saga.

Wajah Saga hancur dan mata kanannya bengkak. Tetesan air hujan menambah perih pada lukanya. Tak ada kata yang dapat dikatakannya membuat Margin kembali menamparnya sebelum menyerahkan pada anak buahnya. Novalin menjerit meminta itu dihentikan lagi. Dia tak segan menembak satu kaki anak buah Margin. Kali itu tembakannya tepat.

"Dengar, kita akan mati bersama bila kalian tidak berhenti."

Margin berbalik dengan kilatan emosi diwajah anggunnya. "Novalin Vlair, apa yang sebenarnya kau inginkan dari lelaki sampah ini!"

Bibir Novalin bergetar. "Margin…, Saga ayah dari anakku."

Alis Margin terangkat. "Javier? Ayolah. Itu hanya akal-akalanmu dan Sadam. Aku tahu kebenaran itu dibanding siapapun, wanita bodoh."

Novalin menggeleng. Perlahan wanita itu menunduk dan menjatuhkan senjatanya ke atas jalanan. "Saga, ayah dari anak dalam kandunganku."

Semua orang di tempat itu terdiam. Suara hujan mengiringi kesunyian mereka. Mata Margin membulat. Dia melirik Saga yang juga terkejut. Lelaki itu mencoba melawan namun anak buah Margin melumpuhkannya dengan amat mudah. Tubuhnya sejak tadi sudah tak berdaya, membuat gerakan apapun takkan berarti banyak.

"Jangan berbohong Novalin. Aku takkan memaafkanmu kalau…"

Novalin menggeleng sekali lagi. Perlahan dia membuka satu kancing jasnya dan kemunculan perutnya membuat semua orang di tempat itu bergeming. Margin Harlon adalah penerus usaha gelap sesudah Jared Harlon. Pembalasan ini jelas takkan seimbang. Jared sudah lama pergi. Demi kakaknya, maka Margin membiarkan Novalin hidup aman bersama keponakannya. Bahkan mendapat pekerjaan yang layak dan tak mengusik mereka sedikit pun. Jared jatuh cinta pada Novalin sehingga wanita itu dibiarkan hidup tanpa mengetahui pekerjaan yang sesungguhnya. Saat hari kematian Jared datang, barulah Novalin mengetahui akan fakta itu. Namun dia tidak bisa melawan karena Margin bukan tipikal orang yang suka mengumbar.

"Itu artinya, akan ada tiga nyawa melayang malam ini, Novalin…"

Kata-kata Margin tertahan. Entah kapan Saga sudah merangkak untuk memeluk kaki wanita itu. Padahal untuk bangun dari pukulan anak buah Margin saja, lelaki itu takkan sanggup. Namun apa yang Margin saksikan kini, Saga sedang memohon padanya.

Jauh didepannya Novalin juga terduduk. Itu membuat beberapa anak buah Margin langsung bergegas menahan tubuh wanita itu. Mereka memang keji, namun melenyapkan wanita yang sedang berbadan dua, itu psikopat.

"Kalian membuat ini semakin sulit, brengsek!" Margin memaki dalam beberapa kata sebelum mengambil senjata dan menembak ke udara kosong.

"Kenapa harus dia, Novalin! Kau tahu, aku takkan mungkin melukaimu karena kau adalah istri almarhum kakakku. Tetapi mengapa harus iblis itu yang kaupilih?!"

Air mata Novalin tak berhenti mengalir. Tangannya bergantian menghapus pipinya. "Aku juga tidak menyangka, semua akan seperti ini, M. Tapi aku mohon padamu, lepaskan dia M. Aku akan melepas J sesudah ini. Kalian boleh mengambilnya, asal jangan…"

"Itu sama saja kau memberi pilihan untuk membunuhmu sekarang dan Javier hidup untuk membenciku selamanya. God damn it!"

Novalin menggeleng putus asa. "Kalau begitu hentikan ini sekarang, aku mohon." Suara Novalin mulai melemah. Seusai mengatakannya kesadaran Novalin mendadak hilang.

"Novalin, tidak! Semuanya, bawa dia ke rumah sakit." Teriak Margin kesal.

Saga dibawah kakinya mendadak menahan langkah Margin. "Apa? Kau juga meminta mati sekarang, jangan harap." Margin menyentak kakinya dari pegangan Saga sebelum menendang kepala hingga lelaki itu juga kehilangan kesadarannya.

"Sekarang bagaimana M?"

"Bawa juga si brengsek ini. Kita harus menunda eksekusi ini."

^

Sadam bergerak dengan cepat bersama tim dari kepolisian. Markas besar M dibekuk. Namun keberadaan wanita itu bersama sisa anggotanya mendadak hilang tanpa jejak. Sadam mendesah, keadaan ini sangat tidak baik. Entah dimana dia harus menemukan keberadaan kakak dan kakak iparnya sekarang. Sadam tidak habis pikir. Situasi mendadak berubah begitu cepat tanpa dia duga. Novalin mendadak meninggalkan rumah dengan alibi yang masuk akal, tetapi orang-orang DS tidak dapat menemukan jejaknya ketika akan pulang dari mall. Laporan Emma tentang salah satu senjatanya yang juga hilang membuat Sadam semakin tidak tenang.

Demi Tuhan, Novalin sedang mengandung.

"Octa, katakan pada Leon kita harus menemukan M segera. Aku khawatir nyawa Saga dan Novalin."

Octa diseberang telepon dapat membaca kecemasan tersebut. "Baik, Dam. Leon masih bergerak bersama timnya. Sementara aku akan menahan informasi ini agar tidak membuat panik semua keluarga, termasuk Monalisa."

"Oke. Aku tetap bersama kepolisian. Laporkan bila kau menemukan sesuatu." Putus Sadam dan Octa menyetujui sebelum mengakhiri pembicaraan mereka.

Sadam dan kepolisian lanjut mencari ketika ponselnya kembali berbunyi. Sepertinya ada yang terlewatkan. "Ya Octa?"

"Informan DS mengatakan Novalin ada di RS dekat kawasan perumahan elit,"