Masa lalu, masa kini
.
.
.
Memilih untuk menyembunyikan apa yang terjadi pada tempat kerjanya adalah keputusan Saga. Dia mencoba berpikir ulang tentang kejadian tersebut. Dan dia cukup yakin, semua baik-baik saja. Novalin lebih baik tidak tahu daripada membuat istrinya itu mendadak cemas. Saga hanya perlu memastikan kesehatannya tidak bermasalah. Menurut informasi terakhir dari istrinya, mereka aman selama berada ditempat ini. Itu artinya tidak ada yang perlu dicemaskan.
Pagi itu saat bangun Saga memutuskan untuk bersiap-siap lebih awal namun dia belum mau membangunkan istrinya. Saga melangkah keluar dan mengintip ke kamar putra tirinya. Javier juga tengah tertidur.
Saga memilih keluar dan menghirup udara pagi yang membuat menggigil siapa pun. Sepasang lengan ramping tahu-tahu melingkar didepan dadanya. Saga menunduk dan mengurai pelukan itu sebelum membalikkan badannya.
Novalin berdiri tepat dibelakangnya dengan wajah masih mengantuk. "Selamat pagi, Nov."
"Selamat pagi, Ga. Aku sudah curiga, pasti ada yang kamu sembunyikan."
Saga tertegun. Bagaimana wanita itu bisa mengetahuinya. Padahal dia ingat sama sekali tidak menunjukan tanda apapun. Semua hanya ada dalam pemikirannya semata. "Apa maksud kamu?"
Novalin menggeleng. "Entahlah, perasaanku saja. Sudah, aku mau nyiapin sarapan dulu ya."
Saga mengangguk dan menarik dagu Novalin sebentar. Mengambil satu ciuman dipagi itu. Setelah selesai bersiap-siap, Saga tertegun melihat beberapa lembar uang diatas meja makan.
"Nov, ini…"
"Ini buat kamu, Ga. Maaf, aku tidak memasak banyak hari ini. Takutnya kalau jam makan siang, kamu lapar, mending beli aja makanan."
Saga ingin menolak namun Novalin segera menyelipkan uang tersebut dalam saku kemejanya. Saga hanya mampu menggeleng. Dia pikir tindakan Novalin memang tidak keliru. Untuk saat ini dia memang belum memiliki uang sama sekali. Hanya saja harga dirinya sebagai seorang lelaki terusik dengan hal itu. Kelak saat mendapat upah pertamanya, maka dia berjanji akan mentraktir keluarga kecilnya.
"Aku pamit ya."
"Selamat bekerja, Dad." Seru Javier dengan penuh semangat. Saga membalas sapaan itu dan segera beranjak menuju jalan ke tempat kerjanya. Saga cukup senang dengan situasi pagi itu.
^
Anak-anak sangat menikmati masakan buatan Novalin. Pekerjaannya dipanti sebenarnya merangkap. Tidak hanya menyiapkan makanan untuk anak-anak, kadang dia juga membantu membereskan seisi dapur. Keterbatasan orang dalam panti membuat Novalin merasa tidak masalah membantu sedikit. Mustahil dia menyusahkan pengawas anak-anak dalam panti.
Novalin sudah berpesan pada putranya agar begitu jam sekolah selesai, segera menyusulnya di panti. Kepala panti tidak akan masalah bila kedatangan satu anak lagi. Novalin baru saja akan beranjak dari dapur saat dirinya tiba-tiba dipanggil oleh kepala panti. Novalin pikir tugasnya akan bertambah.
"Ada seseorang yang mencarimu, Nov."
Dahi Novalin berkerut. Mencarinya? Dia cukup tahu tidak banyak orang yang mengenalinya di desa tersebut. Kepala desa sendiri menerimanya dengan tidak banyak pertanyaan. Hanya David satu-satunya orang yang mengenalnya cukup baik.
Novalin beranjak menuju ruang tamu dibagian depan panti. Novalin lantas terpaku melihat siapa yang hendak menemuinya. Firasat buruk langsung menghampiri pikirannya.
"Selamat siang, Novalin."
Novalin menelan ludahnya. "Selamat siang… Pedro."
Sosok yang disebut Pedro mengangguk. "Siapa menyangka, kita akan bertemu disini." Katanya sambil mengulurkan tangan namun tidak digubris Novalin. Wanita itu menatap kanan kiri. Memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan mereka.
"Bagaimana, kau bisa disini?"
Pedro mendesah. "Aku mendapat pengurangan masa tahanan. Tapi aku tidak diizinkan berkeliaran didalam kota. Entahlah, keputusan pengadilan tidak begitu kupahami. Hanya pengacara yang mengontrolku bagai robot."
"Tenang saja, aku pastikan takkan mengganggu kalian. Dua hari yang lalu aku tanpa sengaja bertemu dengan tuan Saga. Tak kusangka, beliau tidak mengingatku sedikit pun. Bahkan informasi yang kudapat, beliau malah sudah menikah. Dan kau, adalah istrinya sekarang?"
Novalin memilih mundur satu langkah. Fakta bahwa didepannya adalah orang kepercayaan Saga dimasa lalu membuat sebuah kekhawatiran memenuhi benak Novalin. Pedro adalah seorang yang bekerja berdasarkan perintah langsung Saga. Lelaki itu tidak pernah segan dalam melakukan tugasnya. Cara kerjanya berlainan dengan sistem DS. Hukuman penjara sepertinya cukup memberi pelajaran padanya namun siapa yang menduga lelaki itu bisa menemukan mereka.
"Lantas tujuanmu, kesini?"
Pedro menghela napas. "Kau takut padaku?!"
"Mommy…"
Novalin mendesah. Situasi menjadi kacau dalam benak Novalin. Mustahil dia mengusir Javier yang mendekatinya dari dalam panti. Puteranya menatap ke arah Pedro sebentar dan langsung menyapa dengan gaya khasnya.
"Selamat siang, Om."
Pedro terpaku sebentar terhadap sapaan itu sebelum menampilkan seringai yang membuat Novalin semakin tidak mampu berkutik. "Selamat siang. Siapa namamu, nak?"
"J masuk sebentar, Mommy ada urusan penting dengan tamu ini!" kata Novalin dengan tegas. Javier menatap ke arah wajah ibunya sekali lagi dan langsung mengangguk. Puteranya kembali menatap Pedro dan hanya menyebut inisial namanya lantas pamit dari sana.
"This is a joke?"
Novalin tidak peduli dengan ucapan itu sebaliknya tubuhnya kembali waspada. "Kau belum mengatakan tujuanmu kesini, Pedro!" Novalin mengingatkan sekali lagi.
Pedro menegakkan bahunya. "Tidak ada. Aku hanya ingin sekedar menyapa. Semoga pertemuan kita selanjutnya lebih menarik dari ini." kata Pedro lantas meninggalkan tempat itu begitu saja. Sepeninggal lelaki itu, Novalin langsung terduduk.
"Mommy?" tanya Javier menyaksikan ibunya yang membisu.
Novalin langsung mengusap kepala puteranya. "Sayang, lain kali kalau Mommy ada tamu, jangan langsung datang ya."
Javier menatap ibunya dengan bingung. "Mengapa Mommy? Jav pikir tadi temen Mommy seperti tante Mona."
Novalin menggeleng. "Pokoknya Jav harus lebih denger Mommy kali ini."
Javier memutuskan untuk mengangguk walau pertanyaan dalam kepala kecilnya belum juga terjawab. Selanjutnya dia diantar menuju dapur dan Novalin sudah menyiapkan makan siang untuk mereka. Pikirannya sekarang melayang pada suaminya. Apa yang terjadi dalam pertemuan tersebut. Apakah itu memicu ingatan suaminya? Novalin mendadak resah.
^
Hasil penangkapan hari itu tidak begitu banyak. Otomatis pekerjaan Saga bisa selesai lebih cepat. Bosnya memberi kesempatan baginya untuk istirahat. Saga menggunakan uang saku pemberian istrinya dan membeli makan siang. Memang tidak seenak buatan istrinya dirumah namun dia harus menggunakannya. Pekerjaannya masih tersisa sedikit lagi.
Saga berpikir untuk mengunjungi tempat kerja istrinya. Siapa tahu mereka bisa pulang bersama. Membayangkan hal tersebut membuat Saga ingin tertawa pada dirinya sendiri. Dia benar-benar mendalami perannya sebagai seorang suami.
Saga lantas bertanya pada teman-temannya keberadaan panti dimana istrinya bekerja. Hidup selama di desa, Saga memang jarang berjelajah. Kondisi kesehatannya yang membuatnya banyak tertahan didalam rumah. Sekarang setelah mencapai kesembuhan total, ucapan David ada benarnya. Dia harus lebih banyak keluar dan melakukan aktivitas. Mudah-mudahan dengan demikian, ingatannya akan lebih cepat pulih.
"Kalau besok, perahu yang masuk tidak banyak kau tidak usah bekerja seharian." Kata bos Saga. Mendengar itu Saga hanya mengangguk setuju.
"Baik bos, aku pamit sekarang. Aku harus menjemput istri dan anakku."
Bos Saga menatapnya dengan takjub. Dia meminta Saga menunggu sebentar. Lelaki paruh baya itu masuk dalam kantornya. Tak berselang dia kembali membawa amplop dan menyerahkannya ke dalam tangan Saga.
Saga enggan menerimanya. Karena waktu pembayaran upah masih lama. Seingat Saga, pembayaran upahnya dia minta tidak dilakukan perhari. Karena dia ingin menabung. Bos Saga membaca sikap karyawannya itu.
"Tenang saja, ini bukan bayaran upahmu. Ini hanya sedikit bonus untukmu. Sejak kau diterima bekerja disini, hasil tangkapan memang lebih stabil."
Saga akhirnya menerima dengan tersenyum senang. Selanjutnya dia bergegas menuju jalan yang ditunjuk teman-temannya. Dia tidak sabar untuk membelanjakan uang tersebut bersama istri dan anaknya. Sepanjang perjalanan Saga memerhatikan tiap orang yang tak sengaja dilewatinya. Desa tersebut memang tidak memiliki banyak penduduk. Buktinya Saga hanya berpapasan dengan tiga orang kalau menurut perhitungan kepalanya.
"Mommy, itu Daddy." Teriak Javier saat wajah Saga muncul didepan panti. Novalin ikut memandanginya. Namun anehnya tidak ada senyum atau keceriaan dalam matanya. Ekspresinya kembali datar seperti sedia kala. Saga enggan melangkah maju. Benaknya bertanya, apalagi yang terjadi sekarang. Saga menatap dirinya sebentar. Dia tidak sedang terluka. Dan dalam keadaan baik-baik saja.
"Hai jagoan." Sapa Saga pada putera tirinya yang langsung memeluk pinggangnya. Saga mengacak sebentar rambutnya sebelum bergerak mendekati istrinya.
"Hai Nov."
"Apa yang kamu lakukan disini?"
Saga menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Aku ingin mengunjungi tempat kerjamu, sekalian menjemput kalian pulang. Apakah itu tidak boleh?"
Novalin menatap wajah Saga sekali lagi sebelum menghela napas panjang. Belum sempat mempersilahkan Saga masuk dan berkenalan dengan orang-orang dalam panti, kepala panti mendadak keluar menemui mereka bertiga.
"Nov, apakah dia suamimu?" tanya kepala panti memerhatikan Saga yang berdiri dibelakang tubuh Novalin. Novalin segera menjelaskan singkat mengenai keluarga kecilnya.
"Apakah suamimu bisa membantu sebentar? Lampu digudang penyimpanan mainan anak-anak padam. Lampu barunya sudah ada, tapi kami semua tidak mampu memasangnya. Tangganya sedang dipinjam tukang bangunan dipasar."
Mendengar masalah itu, alis Saga terangkat. Dia menanti jawaban Novalin yang masih tampak menimbang. "Tapi aliran listrik disana bagus tidak Bu, suami saya…"
"Tenang saja, aku bisa membantu. Hanya mengganti bola lampu kan?"
Mau tak mau Novalin terdiam setelah mendengar sanggahan dari suaminya. Dia berkeras menemani Saga selama proses penggantian lampu tersebut. Javier dibiarkan sebentar bersama kepala panti. Saga diminta karena berdasarkan posturnya, Saga takkan kesulitan bila hanya menggunakan tumpuan berupa kursi.
"Ga, hati-hati, aliran listrik di gudang sering tidak stabil."
Saga menatap kecemasan diwajah istrinya dengan tenang. Perkara mengganti bola lampu harusnya tidak sesulit itu. "Kan tinggal dimatikan dulu saklarnya, Nov. Lagian darimana kamu tahu aliran listrik disana tidak stabil?"
Novalin mengangkat bahu. "Aku kerja disini, Ga."
Kepala Saga mengangguk lagi. "Itu semakin menambah banyak pertanyaan dikepalaku, Nov. Bukannya kamu bertugas di bagian dapur sebagai juru masak? Sekarang pun beralih menjadi teknisi juga?"
Novalin mendelik dan menyikut lengan Saga membuat Saga terkekeh. Sepertinya meledek istrinya akan membuat hubungan mereka berkembang semakin menarik. "Kau belum menjawabku, Nov."
"Cepatlah biar kita bisa pulang." Pinta Novalin dan Saga akhirnya berhenti mengganggunya. Saga memutar perlahan bola lampu yang lama dan menurunkannya dengan hati-hati pada Novalin yang menantinya didekat kursi. Selanjutnya Novalin mengulurkan bola lampu yang baru. Saga memasang dengan hati-hati. Setelah dirasa bola lampu tersebut sudah terpasang baik, dia meminta Novalin untuk menghidupkan saklarnya.
Ketika Novalin menyalakan saklarnya, lampu diatas kepala Saga memang menyala namun cahayanya terlalu terang dan belum sampai semenit lampu tersebut pecah karena arus tegangan.
"Saga!" jerit Novalin karena ledakan singkat dan tubuh Saga yang sudah terpelanting ke atas tanah.
^
Kepala panti mengucapkan maaf pada Novalin dan Javier, sementara Saga masih diperiksa oleh David dikediamannya. Novalin mengatakan kepada kepala panti agar menghubungi teknisi listrik untuk mengatasi masalah dalam panti. Karena imbas dari kejadian tersebut semua aliran listrik dalam panti mendadak padam.
"Tidak papa Bu. Saga orangnya cukup kuat kok. Tenang saja, selama ada dok David suamiku pasti baik-baik saja." Jelas Novalin dan meminta kepala panti segera kembali. Mustahil meninggalkan panti dan anak-anak dalam keadaan semacam ini.
"Mom, Daddy tidak apa-apa kan?" tanya Javier sambil memeluk lengan Novalin.
"Kita bantu doa ya, biar Daddy cepat pulih." Bisik Novalin, mengusap punggung puteranya. Tak berselang David muncul menghampiri ibu dan anak tersebut. Dengan tersenyum, David menjelaskan keadaan Saga sudah membaik. Dia hanya pingsan karena kaget akan kejadian tadi. Selebihnya, semua baik-baik saja.
"Mulai sekarang, kurasa sudah waktunya berhenti mencemaskan kesehatan Saga, Nov."
Novalin mendesah lega. "Terima kasih David. Aku benar-benar panik tadi. Kalau terjadi apa-apa padanya lagi, kami harus bagaimana."
David mengangguk. "Iya, kita tunggu sampai dia benar-benar kuat, baru kalian boleh pulang. Ah, kalian sudah makan belum? Biar aku minta istriku memasak untuk kalian."
Novalin mengucap terima kasih namun dia masih ingin melihat kondisi suaminya dulu. Javier sudah lebih dulu mendekati ranjang tempat ayahnya terbaring. Putranya menjadi orang pertama yang tak ingin melewatkan kesempatan menemani Saga.
^
Kepala Saga masih berdenyut karena kejadian sebelumnya. Dia hanya bisa duduk bersandar dan menatap sekelilingnya dengan pandangan kosong.
"Dad?"
Panggilan itu mengalihkan perhatiannya. Javier sudah memegang tangannya. Saga menatap tindakan itu dan mengamati dalam diam.
"Dad baik-baik saja? Kata Om David, Dad pingsan karena kaget Dad."
Saga mengangguk dan mencoba melepas tangan Javier namun tak berselang Novalin menghampiri mereka. Wanita itu langsung duduk didekat Saga dan memeluk bahunya.
"Syukurlah Ga. Apa yang kamu rasain? Kan udah aku bilang tadi, seharusnya kamu tidak perlu membantu. Aku cukup tahu situasi disana. Sekarang kamu baring dulu, istri David sedang memasak sebentar untuk makan malam kita." Kata Novalin sambil mengurai pelukannya.
"Kita akan makan dirumah Om David, Mommy?" tanya Javier pada ibunya. Novalin mengangguk dan mengatakan bahwa istri David sangat baik karena bersedia menjamu mereka. Javier langsung bersorak senang. Bocah itu lantas berlarian disekitar ranjang Saga membuat Novalin mengingatkannya agar tidak merusak barang-barang dalam ruangan itu.
"Ga, sebentar ya, aku temanin Javier dulu. Kamu tunggu aja disini nanti makanan kamu, aku bawain. Javier kalau sudah ketemu tempat baru pasti tidak bisa diam." Jelas Novalin lantas menyusul jejak puteranya. Sepeninggal kedua orang itu, Saga hanya menatap mereka dengan tatapan tanpa ekspresinya.
"Ada yang salah disini." Gumam Saga sambil memegang kepalanya lagi.