Chereads / LEGACY Series / Chapter 14 - KEPINGAN EMPAT BELAS

Chapter 14 - KEPINGAN EMPAT BELAS

Puing-puing yang mulai disatukan

.

.

.

Saga menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Disebelahnya sosok pengawalnya yang terakhir kali dia ingat, sudah dia nikahi, sedang tertidur dengan pulas. Malam itu, kepala Saga benar-benar tidak bisa berhenti untuk berpikir.

Saga tahu ada yang salah dengan kepalanya. Namun semua yang tergambar dalam ingatannya tumpang tindih bergantian. Apa yang terjadi sebelumnya, bahkan masih bisa dia hapal detailnya. Masalahnya sekarang, bagaimana bisa kehidupannya menjadi seperti ini?

Dia menikahi seorang wanita yang sudah memiliki anak. Tinggal pada sebuah rumah kecil di desa terpencil dan masih hidup sampai sekarang. Saga menghela napas panjang. Tidak disangkanya, M akan melakukan perbuatan buruk padanya. Saga samar-samar masih ingat tentang pembicaraan terakhirnya dengan M ketika dia diculik seusai pemberkatan di gereja. Kepala mafia yang masih berhubungan baik dengannya itu menginginkan kematiannya. Padahal dia pikir dengan negosiasinya, kekuasaan seluruh Decode akan menjadi bagiannya maka M akan menjadi salah satu pelindungnya. Kenyataannya malah dia yang diburu sekarang.

Sebuah lengan menyentuh dada Saga. Lelaki itu menoleh ke samping. Novalin tanpa sadar sudah merapatkan diri kepadanya. Kepala Saga menggeleng. Bagaimana reaksi wanita ini kalau dia menyadari semua?

Saga perlahan menurunkan tangan tersebut. Pikirannya sedang kacau sekarang. Namun bukannya turun, tangan tersebut kembali membelit perut Saga. Kali itu Saga membiarkannya. Bahkan ikut memiringkan tubuhnya sehingga wajah mereka saling bertatapan.

Tangan Saga tanpa sadar memindahkan anak rambut yang menutupi wajah Novalin. Rambut hitamnya yang terakhir di foto pernikahan masih pendek kini sudah menyentuh dada. Itu artinya waktu yang berlalu diantara mereka tidaklah sebentar. Tunggu, Saga menatap tangannya sendiri dan lagi-lagi menggeleng.

"Apa yang sebenarnya kulakukan?" gumamnya pada diri sendiri. Mendengar itu membuat Novalin ikut membuka matanya perlahan.

"Ada apa Ga?" tanya wanita itu dengan suara mengantuknya.

"Tidak apa-apa, tidurlah."

Novalin tersenyum dan langsung menyembunyikan wajahnya diantara cekungan leher Saga. Setelah beberapa menit napas Novalin kembali tenang dan Saga baru bisa menghela napas.

^

"Dad, aku dapat tugas disekolah tentang pekerjaan orang tua. Aku harus sebut pekerjaan siapa?" tanya Javier sambil memandangi kedua orang tuanya dimeja makan. Suasana makan malam itu berlangsung lebih cepat karena Saga tidak datang ke tempat kerja sementara Novalin juga mendapat jatah libur untuk merawat suaminya.

Novalin melirik ke arah Saga yang lebih banyak membisu. "Tulis saja pekerjaan Mommy sayang. Sebagai koki. Nanti kalau mau observasi lebih mudah ke tempat kerja Mommy sayang. Daripada ke tempat kerja Dad, gimana?"

Javier menatap ke arah ayahnya. "Tapi Dad kan nelayan. Kalau ikut Dad berarti aku bisa keliling lautan dong, Mommy."

"Nelayan?"

Novalin mengangguk. "Iya Ga. Kamu kan nelayan di camp milik…"

Kepala Saga otomatis menggeleng. "Aku bukan nelayan. Aku manajer disana."

"Manager itu apa, Dad?"

Novalin menghela napas. "Manajer apanya sayang. Kerja kamu kan nggak beda dari kuli, cuma bantuin kontrol jumlah ikan…"

"Kuli?"

"Kuli itu apa, Dad?"

Novalin menatap putranya dengan tersenyum kecil. "Sayang, jangan hanya tanya Dad saja. Mommy masih disini," tegur Novalin karena peranannya seperti mulai diacuhkan. Memang sejak awal Javier menyukai sosok ayahnya namun perhatiannya tetap akan tertuju pada Novalin. Dan Novalin belum mau itu semua berganti.

"Ok Mom. Kuli itu apa?"

"Aku bukan kuli, pengawal si…"

Suasana diatas meja makan berubah dalam sekejap. Novalin terpaku menatap Saga. Javier pun demikian, karena dia belum pernah mendengar ayahnya berkata dengan penekanan seperti tadi. Nada yang belum pernah dia dengar selama ini.

"Mom… Dad…"

Novalin langsung sadar dan menyentuh pundak putranya dengan pelan. "Tidak apa-apa Jav. Dad tidak marah kok. Pembahasan soal PR-nya nanti saja. Bisa bantuin Mom beresin meja?"

Javier mengangguk dan melakukan apa yang diinginkan ibunya. Saga langsung mundur dari meja makan dan memilih menghirup udara bebas disisi teras rumah. Novalin sendiri memilih ke dapur dan membereskan piring-piring. Itu dia lakukan karena dia sendiri masih belum percaya dengan apa yang terjadi.

Saga, sudah mendapatkan ingatannya kembali?

Pantas saja lelaki itu lebih banyak diam. Bahkan tak segan-segan menyebutnya pengawal seperti sebelumnya. Kepala Novalin mendadak pening. Mimpi apa dia semalam, mengapa semua bencana mendadak mampir sekarang. Dari cara mengatakannya jelas-jelas Saga sudah kembali menjadi seperti yang dulu. Bila sebelumnya dia berjumpa dengan orang kepercayaan lelaki itu. Sekarang ingatan lelaki itu pun sudah kembali.

Novalin mendesah, tanpa sadar tangannya teriris pinggiran piring dan ada noda darah diujung jarinya. Novalin meringis sambil menyingkirkan sisa sabun ditangannya sebelum nyeri semakin menggerogoti dan cepat-cepat meletakkan tangannya dibawah air mengalir. Beruntung piring dan gelas sudah selesai dibilas. Tinggal meletakkannya dirak saja. Novalin baru akan berbalik namun tubuhnya langsung mematung.

Saga berdiri dan menatapnya dengan tatapan dinginnya.

"Ada yang kamu butuhkan, Ga?" tanya Novalin pelan namun seakan tersadar dengan siapa dia berbicara, Novalin buru-buru meralat. "Maksud saya, ada yang anda butuhkan?"

Namun Saga tidak kunjung menjawabnya. Lelaki itu masih memerhatikannya sebelum mendadak maju membuat tubuh Novalin tidak berkutik. Novalin menahan napas tanpa sadar ketika Saga menghalangi tubuhnya dengan tubuh lelaki itu.

Saga perlahan meraih tangan yang disembunyikan Novalin dipunggungnya dan mengangkatnya ke depan. Novalin pun menatap tangannya yang semakin mengeluarkan darah. Novalin segera memejamkan mata. Dia pikir lelaki itu akan menyakitinya namun yang terjadi selanjutnya saat membuka mata, tidaklah demikian. Saga mengambil jarinya yang mulai penuh dengan darah itu dan memasukkannya ke dalam mulut lelaki itu. Saga mengulum jari itu amat lembut hingga darah Novalin tidak lagi keluar barulah lelaki itu mengeluarkan sebuah kain kecil dari saku celananya dan membalut luka tersebut.

"Kamu kelihatan sangat ketakutan, pengawalku."

Novalin buru-buru mengeyahkan kegugupannya dan menunduk. "Maafkan saya tuan. Saya, tidak menyangka Anda…"

"Sudahlah, lekas istirahat. Javier akan curiga." Kata Saga lantas berbalik menuju kamar mereka. Novalin langsung terduduk lemas sepeninggal lelaki itu. Belitan dalam pikiran Novalin kian bertambah. Malam ini, dia enggan memasuki kamar tersebut. Mau tak mau, Novalin meminta kesempatan untuk tidur bersama putranya.

Javier tentu saja heran dengan permintaan ibunya. Kamarnya sudah dipenuhi beragam buku dan mainannya. Untuk tidur, otomatis Novalin harus membereskan semua itu agar ada celah bagi tubuhnya.

"Mom berantem dengan Dad?"

"Kenapa tanyanya begitu sayang?" tanya Novalin sambil memungut satu per satu buku diatas ranjang puteranya.

"Karena Mom selalu tidur dengan Dad."

Belum sempat menjawab pintu kamar Javier mendadak diketuk dari luar. Javier langsung bergerak membuka pintu tersebut. Benar saja didepan pintu Saga sedang berdiri dan memandangi kedua orang dalam kamar kecil tersebut.

"Dad… mengapa Mom mau tidur lagi dengan Jav malam ini?"

Saga menunduk dan mengacak rambut Javier. "Mom hanya bercanda kok. Iya kan, Nov?" tanya Saga dengan satu alis terangkat. Mau tak mau Novalin memilih turun dari ranjang putranya. "Sudah malam, selamat tidur sayang. Biar Mom temanin Jav sampai tidur ya," kata Novalin pelan namun Saga tetap menantinya didepan pintu kamar.

Javier mengangkat kedua tangan dipinggangnya. "Ayolah Mom. Jav sudah mengantuk sekarang. Mom tidurlah dengan Dad."

"Kamu harus mendengar putramu, Novalin."

Novalin meringis mendengar itu semua. Pada akhirnya dia melangkah dengan amat pelan dari kamar puternya. Mengucap selamat malam sampai dua kali sebelum menutup pintu kamar dengan rapat. Itu semua dia lakukan karena dia sama sekali tidak siap untuk tidur berdua, dalam kamar yang sama, dengan Saga.

Kemarin, semua berbeda. Kemarin Novalin masih berpikir semua baik-baik saja. Saga masih memperlakukan mereka dengan baik namun sekarang tidaklah demikian.

"Saya akan tidur diruang tamu, tuan."

"Alasannya?"

Novalin menatap Saga dengan tatapan tidak percaya. "Apa anda tidak keberatan kita tidur diranjang yang sama?"

Saga berdeham sejenak. "Semalam, aku tidak keberatan tidur dipeluk seseorang."

Wajah Novalin merona. Memang benar, mereka selalu merangkul dan sesekali mengecup bibir sebelum tidur. Namun itu terjadi karena Saga yang selalu memulai dan Novalin takkan protes karena dia tahu Saga melakukannya dengan tulus. Tentu saja itu terjadi pada saat sosok itu masih kehilangan ingatan sebenarnya. Masih hidup dengan karakter yang membuat Novalin terpesona dan itu bukanlah sekarang.

"Maafkan saya tuan. Tapi saya tidak bisa."

Saga melirik ke arah Novalin dengan tatapan datarnya. "Terserah padamu." Kata Saga dan langsung memejamkan mata. Dia tahu apa yang Novalin lakukan. Wanita itu memperlakukannya seakan dirinya adalah kuman yang mematikan bila didekati. Padahal Saga tidak sedang berpikiran demikian. Dia tahu apa yang harus dia lakukan.

Novalin meraih selimut dari dalam lemari dan menghamparkannya diatas lantai dekat ranjang. Dasar rumah itu adalah kayu, bila malam tiba maka hawa dingin semakin kuat. Novalin menghela napas. Diambilnya bantal dari ranjang dan meletakkan itu diatas selimut yang dipakai sebagai alas tidur. Novalin meletakkan tubuhnya dan menatapi langit-langit. Menunggu beberapa saat sebelum terpejam.

Saga membuka mata menyadari sisi ranjangnya amat lowong. Novalin ternyata begitu keras kepala. Perlahan dia bangun dan tak kaget mendapati istrinya sedang tidur dilantai. Saga mungkin mendapat kembali semua ingatannya namun apa yang terjadi diantara mereka tidak serta merta hilang begitu saja.

Dalam sekali hentakan Saga sudah membawa tubuh ramping Novalin dalam dekapannya sebelum memindahkannya dengan hati-hati ke atas ranjang. Tindakan itu membuat Novalin bergerak pelan namun tidak sampai membuka matanya. Tatapan Saga mendadak tertuju pada sebuah kalung yang melingkari leher wanita itu.

Entah mengapa Saga melewatkan detail itu. Tangannya menyentuh pelan bandul kalung itu, persis diatas dada wanita itu. Bentuk bandul itu adalah kunci. Saga mencoba menajamkan ingatannya terhadap benda kecil itu. Bagai ada bola lampu yang menderang dikepalanya, Saga langsung melepas benda itu tanpa wanita itu sadari. Saga cukup tahu bagaimana kewaspadaan diri Novalin. Pernah sekali dia merasakan serangan wanita itu dan Saga tahu wanita itu takkan kesulitan melakukannya lagi padanya sekarang.

Hanya saja Saga yang sekarang, bukanlah Saga yang dulu. Bila Novalin bisa melakukan tiap gerakan bela diri untuk melawan, Saga bisa dengan mudah melumpuhkannya. Novalin mungkin dilatih untuk bertahan berbeda dengan pelatihan yang Saga dapatkan. Mengantongi kunci itu, Saga beranjak turun dari kasur dan menuju gudang belakang.

Saga tidak terkejut ketika membuka kotak yang kuncinya dipegang erat oleh istrinya tersebut. Saga cukup tahu bagaimana cara Novalin dalam mengelolah keuangan keluarga mereka. Keluarga? Saga menggeleng sendiri, namun diam-diam dia memasukan sejumlah uang bonus yang diberi bosnya waktu itu. Mungkin menabungnya akan lebih aman. Karena Saga tahu, bila dia mengajak Javier dan Novalin untuk makan bersama atau membelikan mereka sesuatu, reaksi yang dia harapkan takkan dia peroleh. Novalin terlihat sangat tegang disebelahnya. Mau tak mau Saga hanya perlu memulai dari Javier.

^

Perasaan Novalin tidak berubah, padahal dia ingat dia pasti akan mengalami kondisi menggigil hebat karena semalam tertidur diatas lantai yang amat dingin. Kecuali… buru-buru Novalin membuka mata. Benar saja, dia sudah berada diatas ranjang lengkap dengan pelukan Saga ditubuhnya. Novalin meringis, bagaimana bisa dia pindah ke tempat itu? Perlahan dia bergerak menjauhkan tubuh Saga dari tubuhnya sendiri.

Tindakan itu tidak kunjung berhasil karena kenyataannya Saga malah membuka mata dan memandanginya. "Selamat pagi, istriku." Kata Saga sambil mengambil satu kecupan dari bibir Novalin.

Novalin ingat dengan jelas dia langsung melotot dan berlarian dari atas ranjang sementara Saga masih menertawainya. Novalin menggeleng. Saga jelas sedang mempermainkannya. Kesal, Novalin ingin sekali membalas namun dia cukup tahu masih ada Javier diantara mereka. Mustahil membuat situasi mendadak canggung tanpa anaknya sadari. Javier kan sangat peka.

Novalin baru akan beranjak menuju dapur ketika matanya terpaku pada pintu gudang yang tidak tertutup rapat. Entah mengapa perasaan Novalin menjadi tidak enak. Memastikan tidak ada yang mengawasinya membuat wanita itu langsung masuk dalam gudang belakang.

Kotak penyimpanannya tidak diletakkan dengan baik. Sial, batin Novalin. Bagaimana kalau Saga diam-diam mengambil semua simpanan mereka dan memakainya untuk kabur dari tempat itu?

Novalin langsung membuka kotak tersebut. Ajaibnya, bukan seperti yang ada dipikirannya melainkan kenyataan menahan tubuhnya. Novalin sangat tahu berapa jumlah uang yang tersisa dalam kotak itu tetapi didepannya terdapat lembaran uang baru yang jelas bukan miliknya.

Apakah Saga yang melakukannya?

Mengapa?

Novalin sama sekali tidak mampu menebak jalan pemikiran suaminya itu. Bukankah Saga sudah mendapat semua ingatannya, bukan hal mustahil dia untuk pergi dari mereka. Mengapa malah menambahkan uang disana? Sekarang tugas Novalin bertambah. Dia tidak hanya harus menjaga simpanan keuangan mereka tetapi juga menjamin uang Saga aman disana.