"Kita akan tidur bersama mulai malam ini."
Novalin sudah mendengar itu sebelumnya namun entah mengapa mendengar lelaki itu menyampaikannya secara langsung memberi sensasi tersendiri. Cara Saga mengatakannya dan menatapnya membuat bayangan ciuman diantara mereka menari-nari dalam benaknya.
Novalin berusaha tetap tenang. Dia tidak mengatakan apapun. Bukan karena mulutnya mendadak bisu, melainkan karena dia tidak tahu harus menggunakan alasan apa untuk menghindari Saga. Bisa saja, setelah ini Saga mengajukan diri untuk mengklaim haknya sebagai suami. Itu lebih buruk lagi.
Entah mengapa Novalin berharap ingatan lelaki itu segera kembali. Supaya dirinya tidak perlu menghadapi badai canggung semacam ini.
"Javier juga sudah setuju. Jadi ada yang ingin kamu katakan?"
Novalin mengangkat bahunya. "Terserah saja Ga. Aku mau membereskan jemuran kering."
^
Saga sudah amat yakin wanita itu akan mulai mencari-cari alasan. Tetapi menyaksikan wanita itu tidak protes membuat Saga merasa mulai dipermainkan. Apakah wanita itu sedang menggodanya dan sekarang ingin pergi begitu saja.
"Kita belum selesai bicara, Novalin." Tuntut Saga menyentuh pergelangan tangan wanita itu. Novalin tersentak. Langkahnya mendadak berhenti.
"Ada apa?"
Saga tidak mengendurkan tangannya. Pandangannya meneliti wajah Novalin dengan saksama. "Kamu melakukannya lagi."
"Aku? Melakukan apa?"
Saga mencoba bersabar sebelum menghela napas panjang. "Menghindariku. Apa yang terjadi dikamar kemarin cukup jelas. Kamu selalu seperti itu. Dengar, aku melakukan semua ini bukan untuk membuat kamu salah paham. Aku mencoba mencari ingatanku kembali. Dan pasti ada alasan aku sampai menikahimu. Untuk saat ini, biarkan aku percaya kalau aku memang melakukan semua itu karena aku mencintai kamu."
"Tapi kamu tidak mencintai aku, Ga."
Saga tertegun mendengar pengakuan itu. "Jadi memang benar, aku yang dulu tidak pernah mencintai kamu? Tapi mengapa kamu membalas ciumanku, kalau memang tidak ada perasaan diantara kita berdua?"
Wajah Novalin merona. Bahkan mulutnya mendadak terkatup rapat-rapat. Saga memerhatikan itu sambil menahan senyumnya. "Aku tidak akan mencium kamu sekarang, kalau kamu takut aku melakukannya lagi."
Novalin menghela napas lega. "Aku hanya takut kamu mengingkarinya, Ga."
Dahi Saga berkerut. Apa maksudnya sekarang. Apakah dulu dia pernah memaksakan keinginannya pada wanita ini? Tapi atas dasar apa? Lagi-lagi beragam pertanyaan timbul dan kepala Saga mulai sakit mencari jawabannya.
"Kamu kenapa Ga?"
Saga mendadak mundur dan memilih duduk menyandar diatas kursi. Sepertinya dia memang terlalu memaksakan diri. Kepalanya terasa tak karuan.
"Ga, ada yang sakit? Apa aku perlu panggilin David sekarang?" tanya Novalin dengan kecemasan penuh dimatanya. Tangannya bahkan terulur untuk memegang bahu Saga sementara tangan lainnya menyentuh jidat lelaki itu.
"Kepalaku tiba-tiba sakit, Nov." kata Saga tak sanggup membuka matanya.
^
"Apa yang sebenarnya terjadi?" David menatap Novalin yang masih was-was terhadap kondisi suaminya. Saga sudah dibiarkan istirahat setelah David selesai mengecek. Ini bukan pertama kali dia dipanggil untuk melakukan sebuah pemeriksaan terhadap pasiennya yang paling spesial di desa tersebut. Hanya saja David pikir dua hari ini kedatangannya percuma.
"Kami… hanya berbeda pendapat,"
David menghela napas, persis seperti dugaannya. "Kemarin, dia jatuh, sekarang kalian berbeda pendapat dan kepalanya sakit. Kalau saranku, bisakah kau menahan diri Nov. Kau tahu, kalau kejadian seperti ini berulang maka tidak ada pilihan lain selain pemindaian kepala secara menyeluruh. Sementara di desa ini, jangankan rumah sakit, klinik saja masih sementara pembangunan. Aku harap kau menahan diri dan menuruti apa saja permintaannya." Jelas David mencoba memahami situasi diantara pasangan baru tersebut.
"Justru aku sedang berusaha, Vid."
David menggangguk. "Begini saja, dari pada dia tinggal terus dan hanya bertengkar denganmu, bagaimana kalau dia mulai mencari pekerjaan disekitar sini."
Novalin tertegun memikirkan hal tersebut. Saga akan melakukan suatu pekerjaan? Apakah itu mungkin. "Tapi dengan keadaannya sekarang, bagaimana kalau mendadak dia jatuh saat sedang bekerja. Itu jauh lebih buruk lagi, Vid."
David tersenyum kecil. "Tenang saja Nov. Aku pikir dari kondisinya, Saga bukan tipikal yang akan mudah pingsan. Sudah dulu kalau nanti dia butuh pekerjaan, katakan saja padaku. Aku bisa membantu nanti. Sekarang aku harus visit pasien lain."
Novalin mengangguk dan berterima kasih. Sesudahnya dia mengantar kepergiaan David hingga lelaki itu meninggalkan rumah dengan kendaraannya. Novalin tidak pernah membayar untuk jasa tersebut. Karena David hanya perlu membuat sebuah laporan dan invoice dari Decode Company akan menjawab semua. Pembangunan klinik yang dikatakannya tadi pun sedang diupayakan pihak Decode.
"Mom, apakah Dad akan kembali tertidur lagi?"
Novalin meringis dan segera berbalik pada puteranya yang sedang menanti jawabannya. Dia memeluk kepala Javier sebentar dan menggeleng. "Kata Om David, Dad akan baik-baik saja sayang. Kita cukup berdoa saja ya."
Javier mengangguk. "Dad meminta agar bisa tidur bersama Mom. Mom harus menemani Dad, demi kesembuhan Dad, Mom. Jav sudah besar sekarang jadi Jav bisa tidur sendiri."
Novalin menahan air matanya. Tentu saja itu memang permintaan Saga tetapi kekhawatiran diwajah puteranya harus menghilang. Mau tak mau Novalin menggangguk. Tidak seperti dulu, sekarang dia malah mengajak Javier untuk sama-sama menengok keadaan Saga dikamar. Biar bagaimana pun hubungan mereka sudah mulai lebih baik.
^
Pemandangan yang pertama Saga lihat ketika membuka matanya adalah sosok putera kecil sedang memegang tangannya sementara istrinya duduk dikaki ranjang dan memijat perlahan kakinya. Saga menghela napas panjang. Cara mereka memperlakukannya seakan dia sudah sekarat dan akan segera meninggalkan dunia ini.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" protes Saga sambil mencoba duduk.
"Dad tidak apa-apa?" tanya Javier dengan cemas. Novalin disebelahnya meski diam tetap mengawasinya terang-terangan.
"Iya aku baik-baik saja. Kenapa kalian berdua menatapku begitu?"
Javier menatap Saga dengan heran sebelum berpaling pada wajah ibunya. Mencoba memahami maksud pertanyaan lelaki itu. "Mom dan Jav takut Dad takkan bangun lagi. Dan Mom juga ingin minta maaf karena sudah membuat Dad pingsan."
Novalin tersenyum simpul sambil menjewer kuping putranya. Javier hanya mendelik tak terima. "Iya Ga. Aku ingin minta maaf kalau aku sudah membuat kamu cemas." Aku Novalin dengan perlahan.
Saga menggeleng. "Apa yang David katakan? Sudahlah, aku lapar. Bukannya ini sudah waktunya makan malam. Jav, ayo siapkan mejanya."
Javier mengangguk patuh dan langsung meninggalkan kamar. Novalin memandangi kepergian anaknya sambil tersenyum. Pandangannya beralih pada lelaki yang masih duduk diranjang.
"Kepala kamu sudah baikan, Ga?"
Saga menangkap kecemasan itu. Sekarang dia menjadi kesal pada dirinya sendiri karena mendadak lemah disaat yang tak diharapkan. Pandangan wanita dihadapannya kembali pada keadaan semula. Menatapnya dengan penuh ketakutan. Saga tidak suka kenyataan itu. Maka dia membawa tangan Novalin mendekat dan tanpa perlawanan wanita itu hanya memerhatikannya.
Saga tergoda ingin merasakan bibir lembut didepannya namun dia tahu Novalin takkan membalas ciumannya sehangat waktu itu. Yang ada sekarang, wanita itu hanya bertindak bagai robot yang dikontrol.
"Aku baik-baik saja, Nov. Maaf kalau aku membuat kalian cemas. Tapi aku tidak suka cara kalian memandangku. Percayalah aku sudah sepenuhnya sembuh. Aku berjanji takkan lagi pingsan seperti tadi." Kata Saga dengan keyakinan penuh namun reaksi yang diperolehnya malah sebuah pelukan hangat Novalin. Wanita itu meletakkan kepalanya dengan pasrah dipundak Saga.
"Jangan katakan apapun, Ga. Selama kamu baik-baik saja, maka kami pun takkan meminta banyak dari kamu."
Saga mendesah. "Aku tidak suka situasi mellow seperti ini, lepasin aku sekarang Nov!" protesnya namun Novalin hanya tersenyum.
"Kamu yakin ingatan kamu belum kembali?" tanya Novalin sambil memiringkan kepalanya.
Ganti Saga terdiam. Dia hanya menatap wajah istrinya dari dekat. "Apa yang sebenarnya terjadi padaku sebelumnya?"
Novalin menggeleng. "Akan kuceritakan nanti. Tadi kamu bilang, kamu lapar kan. Ayo kita makan," kata Novalin lantas beranjak dari tempat tidur.
"Tunggu, kamu janji akan mengatakan semua?"
Novalin mengangguk sekali lagi. Dan Saga langsung bangkit dari pembaringan. Mereka beriringan menuju meja makan. Javier sudah duduk manis menanti kehadiran mereka. Malam itu untuk pertama kalinya mereka mengisi meja makan dengan makan malam tanpa sedikit pun kecanggungan. Javier tetap mendominasi pembicaraan. Baik Saga dan Novalin bergantian meladeni anak itu dengan beragam pertanyaannya.
Novalin sendiri cukup bersyukur, Javier tidak akan tumbuh menjadi anak pendiam yang memendam keinginannya. Semua hal dapat dia ungkapkan sehingga apapun permintaannya lebih mudah diketahui. Kapan bisa dituruti dan kapan bisa ditahan.
^
Saga bukan orang yang tidak memiliki pemikirannya sendiri. Novalin mengatakan akan mengatakan semua tentang dirinya. Namun entah mengapa perasaannya mendadak tidak enak. Seperti apa dirinya dimasa lalu. Saga sempat terpikir, apakah wanita itu mungkin membohonginya dengan sebuah cerita palsu? Tetapi itu mustahil.
Saga benar-benar tidak nyaman bila kenyataan ibu dan anak itu sampai menangisinya dengan begitu sayang. Sayang? Apakah dia mulai ingin menjaga mereka?
"Apa kepala kamu mendadak sakit lagi?"
Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Saga. Novalin sudah berada disebelahnya. Sesuai permintaan, Novalin akan tidur dengannya malam ini.
"Tidak, Nov aku baik-baik saja."
Novalin menghela napas lega. "Kita bisa tidur sekarang atau kamu ingin dengar semua?"
Pertanyaan itu membuat Saga beranjak dan memilih duduk menyandar. Cepat atau lambat dia patut mengetahui semua. Novalin menyadari reaksi tersebut membuat wanita itu menghela napas sebentar.
"Nama kamu adalah Saga Decode. Kamu putra kedua dari empat bersaudara Decode. Ayah kamu bernama Shaka Decode dan ibu kamu Sheila Decode. Kamu, hidup sebagai anak orang kaya seharusnya sampai sekarang. Sebuah kecelakaan terjadi, membuat kamu seperti ini."
Saga mengangguk. Dia sudah merasa dirinya diingatan sebelumnya memang bukan orang biasa.
"Kita menikah atas permintaan adik kamu, tapi kamu setuju karena kamu tidak suka denganku awalnya. Kita sempat sepakat untuk melakukan pernikahan kontrak."
"Apa, pernikahan kontrak? Tapi kamu bilang.."
Novalin mengangguk. "Pernikahan kita sah, Ga. Kontrak itu bersifat rahasia hanya diantara kita berdua. Tidak ada yang tahu soal itu selain kita dan adik ipar kamu. Setelah pernikahan, kamu mengalami kecelakaan. Kamu sempat koma, seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya. Dan kamu akhirnya kehilangan sebagian ingatan kamu."
Saga mencoba memahami bagian tersebut. "Apa yang membuatku kecelakaan, Nov?"
Novalin menggigit bibirnya sebentar. "Hm, kamu… berurusan dengan mafia. Aku dan keluarga kamu tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi diantara kamu dan mafia-mafia itu. Makanya kamu diancam akan dibunuh kalau sampai mereka melihat kamu. Adik kamu dan aku sepakat untuk mengasingkan kamu disini. Karena kami pikir itu lebih baik untuk menjamin keselamatan kamu, Ga."
"Mafia?"
Novalin mengangguk. "Mungkin, tidak perlu kamu paksakan untuk ingat Ga. Tapi aku tidak berbohong."
Saga mendadak menggeleng. Akal sehatnya berusaha keras mencerna informasi itu dengan perlahan. "Kamu bilang aku orang kaya, kenapa keluargaku tidak bisa mengatasi mafia-mafia itu. Setahuku semua bisa diselesaikan dengan bayaran yang tidak sedikit."
Novalin menghela napas. "Hubungan kamu dengan keluarga kamu kurang baik, Ga."
Dahi Saga berkerut. "Kenapa?"
Novalin menerawang sejenak sebelum menatap kembali mata hitam yang tengah menanti penjelasannya. "Karena kamu, melakukan banyak hal untuk menghancurkan keluarga kamu sendiri."
"What?"
"Bisa dibilang kamu adalah musuh dalam keluarga kamu sendiri, Ga."
Saga kehilangan kata-katanya. "Kamu tidak sedang membohongiku kan?"
Novalin menyentuh lengan lelaki itu dengan perlahan. "Itu hak kamu untuk percaya atau tidak, tapi perlu kamu tahu aku takkan pernah membohongi kamu."
"Cukup, aku tidak mau mendengar lagi." Saga memutuskan untuk berbaring dan memalingkan wajahnya. Novalin disebelahnya mengucapkan maaf.
Saga masih tidak mampu membayangkan bagaimana dirinya sampai sebuah lengan ramping melingkari dadanya. Saga hanya terpaku menatap tangan itu namun matanya tetap nyalang.