Masa lalu tercipta dari hari ini yang terlewati.
.
.
.
Satu bulan berlalu setelah kepergian tanpa jejak Saga Decode. Berbekal perintah langsung dari atasan Decode Company, Novalin memastikan kalau siang ini majikannya akan kembali. Karena itu Novalin sudah bersiap menunggu pada pintu kedatangan. Novalin tidak tahu apakah yang dia lakukan ini sesuai atau tidak menurut standar manajemen. Ingatannya melayang pada ucapan pemimpin Decode Security.
"Lo satu-satunya rekan yang gue punya dan masih bertahan sampe sekarang, Nov. Itu artinya, keselamatan lo adalah tanggung jawab gue dan perusahan kita. Kalo memang majikan lo nggak cocok, gue bakalan bicara dengan Bos besar."
Novalin memang punya hak untuk menolak atau menyatakan keberatan. Biar bagaimana pun sejak kepimpinan kantornya dibawahi oleh kakak ipar bos besar, terjadi perubahan mendasar dalam urusan kesejahteraan karyawan. Umumnya perusahan akan menjamin hak-hak karyawan sebatas peraturan yang berlaku, tak jarang perusahan juga menggunakan kekuasaan untuk memperlakukan karyawan sesuai ambisi masing-masing. Beruntung rekannya yang menjadi pimpinan sekarang tak mau kejadian dimasa lalu mereka terulang lagi.
Karena itu Novalin setuju saja dengan permintaan tersebut. Dia tak mau ada ketegangan diantara bos besar maupun bos dalam Decode Security sendiri. Oleh karena itu dia tetap menunggu sambil mengawasi keadaan. Ada hal yang menarik perhatiannya sejak tiba di bandara. Keberadaan orang-orang berpakaian serba hitam berkumpul disekitar pintu kedatangan. Tidak ada orang penting yang akan lewat jalur tersebut karena polisi biasanya akan melakukan tugas mereka. Lantas apakah orang-orang itu juga memiliki tujuan yang sama dengannya?
Novalin menimbang segala kemungkinan. Perlahan dia mengambil ponsel dari kantong jas dan mengabari kantornya. Minimal dia harus punya back up. Disela menelpon sosok yang dinantinya mendadak muncul.
Saga Decode berjalan anggun bagai model katalog pria dewasa. Mengenakan stelan semi resmi yang menawan siapapun yang menatapnya. Dalaman turtle neck hitam dilapisi jas navy dan bawahan jeans. Wayfarer sunglasses menutupi mata hitamnya. Sekilas tak ada yang percaya usia lelaki itu hampir mencapai kepala empat.
Novalin segera mengangkat tangan ke atas, memberi petunjuk keberadaan dirinya.
Pandangan Saga tak luput dari hal itu namun bayangan rombongan didekat wanita itu membuat langkahnya tertahan. Mereka tampak memegang sesuatu dibalik jas hitam mereka dengan tatapan tertuju hanya pada dirinya seorang.
"M… brengsek." Umpat Saga langsung beralih menuju jalur ke koridor sebelah kiri.
Novalin menyadari perubahan jalur Saga lantas mengikutinya. Namun langkahnya kalah cepat karena Saga berhasil berlari menuju pintu keluar lain, menyisahkan kopernya begitu saja. Orang-orang tadi mengejarnya dengan amat cepat.
Keadaan ini tidak bagus, Novalin langsung mencari jalan lain. Biar bagaimana pun kalau sampai terjadi apa-apa dengan majikannya, pertanggung jawaban Novalin menjadi semakin berat.
Keributan tersebut mengundang pihak keamanan bandara bergerak. Serentak semua pengunjung bandara mendadak panik. Dugaan adanya serangan teroris membuat orang-orang tercerai berai. Novalin mendesah, langkahnya semakin tertinggal jauh sementara bunyi ledakan senjata sudah terdengar beberapa kali diudara memicu kengerian yang lebih tinggi.
Belum sempat menuju pelataran langkah Novalin terhenti, seorang anak kecil menunduk dan menangis seorang diri di pojokan reklame. Novalin bisa saja lanjut pada tugasnya tapi bayangan anak kecil sukar diabaikan. Demi Tuhan, Novalin adalah seorang ibu. Mau tak mau Novalin berbalik dan mendekati anak tersebut.
Seorang petugas keamanan lewat langsung Novalin cegat. Sambil menjelaskan situasi yang terjadi, akhirnya anak tersebut dibawa ke tempat lebih aman. Belum sempat Novalin menghela napas dia menyaksikan keributan sudah berhasil teratasi. Orang-orang berpakaian gelap tadi sudah ditangani pihak kepolisian. Hanya saja bayangan majikan yang ditunggunya tak terlihat.
Sekali lagi Novalin kehilangan jejaknya.
Sukar menerima kenyataan tersebut membuat Novalin masuk pada toilet. Niat awalnya adalah langsung menghubungi kantor namun diurungkannya. Entah mengapa sekarang tugasnya terasa menjadi semakin berat ataukah karena majikan yang akan ditanganinya saat ini. Novalin menatap cermin dan mencoba menenangkan diri. Sudah cukup meminta bantuan. Pasti teman-temannya dari kantor akan segera tiba. Semakin banyak yang tiba, maka urusan dengan pihak keamanaan bandara pun makin panjang. Bukannya berhasil malah menambah rumit situasi.
Selesai membasuh wajahnya Novalin memilih mengeringkan dengan tisu dari saku jasnya. Memoles sedikit lipstik yang terhapus dan berjalan keluar toilet. Nasibnya sedang apes. Ketika dikeluar, pandangan Novalin terhenti pada jas yang tergeletak diatas koper tanpa pemilik. Dahi Novalin berkerut, bukankah benda ini milik majikannya?
Novalin melayangkan pandangan ke kanan dan kiri. Namun tubuhnya mendadak tertarik mundur. Novalin refleks melawan cengkeraman dari belakangnya sekuatnya. Sayangnya perlawanan itu malah membawanya masuk pada salah satu bilik toilet.
KLIK
Mata Novalin terpaku pada mata pekat yang sedang menatapnya tajam. Tangan orang itu masih berada pada pintu toilet sedang tangan lain belum melepas tangan Novalin.
"Tuan?"
^
Saga tahu apa yang dia lakukan sangat murahan. Bisa-bisanya dia menahan seorang pengawal Decode Security bersamanya dalam kamar mandi pria yang sempit dan minim sirkulasi. Namun sisi logisnya masih menguasai. Saga harus mempertahankan nyawanya.
Kejadian yang baru saja terjadi sama sekali tak ada dalam rencananya. Saga pikir dia akan baik-baik saja. Melalui pinjaman dari bos besar mafia yang dikenalnya, dia mendapatkan kembali setidaknya pengalaman menyenangkan selama kurang dari sebulan. Saga sudah memberi penawaran imbalan atas pinjamannya tersebut dengan kesepakatan tak membocorkan keberadaannya. Siapa menyangka, informasi kedatangannya di bandara malah menjadi bual-bualan preman bayaran.
Memalukan.
Sekarang Saga sadar posisinya. Dia terjebak. Tak punya uang ataupun kekuasaan. Tersisa hanya seorang wanita berambut pendek yang menantikan kehadirannya bagai istri yang tak sabar dengan kepulangan suami. Saga ingin memaki siapapun namun ditahannya. Dia nyaris mati hari ini, artinya dia harus lebih sabar sekarang. Keadaan sudah berubah.
"Tuan…"
"Katakan padaku, bagaimana kalian menemukanku?" Sergah Saga dengan geram.
"Tuan Sadam yang…"
BRAK
Wanita itu memejamkan mata sebentar. Tak menyangka Saga akan melampiaskan kemarahannya pada pintu tak bersalah itu. Posisi mereka yang teramat dekat membuat wanita itu sulit mundur atau menghindari.
"Brengsek, dia sengaja menjual informasi ini pada preman jalanan."
"Anda keliru, tuan."
Amarah Saga tak berhenti, ditatapnya wanita didepannya dengan tidak sabaran. Bedanya sedetik yang lalu ketakutan masih ada dibalik tatapan itu. Kini pandangan itu beralih. Menjadi sebuah perlawanan yang makin mengusik emosi Saga.
"Kalau memang, atasan saya sengaja menjual informasi ini pada preman tadi, mengapa saya harus diutus untuk menjemput anda sekarang? Mengapa saya harus mengawal anda?"
Seringai Saga hadir, diturunkannya wajah hingga pandangannya dan wanita itu tersisa seinci. "Kau tidak mengenal siapa bosmu, wanita bodoh. Aku berada dalam situasi ini juga karena campur tangannya."
"Kalau memang begitu, mengapa anda menahan saya sekarang? Saya pikir anda tidak pernah membutuhkan saya."
Saga akui itu benar. Dia memang sudah bersumpah takkan berurusan dengan Decode Security sampai kapan pun. Sejak dia tahu, ayahnya menggunakan divisi itu untuk mewujudkan impiannya memberi jalan lebar pada adiknya menjadi pimpinan utama dan menentang keputusan kakeknya, Saga bertekad menghancurkan organisasi itu.
Daftar hitam Saga tidaklah sedikit. Dia sendiri yang mendatangi musuh keluarga dan mengubahnya menjadi sebuah rancangan perjodohan pada pernikahan kakak tertuanya. Menghancurkan sebuah pernikahan karyawan DS sehingga karyawan itu meninggalkan keloyalitas pada kantor mereka dan akhirnya berkhianat. Saga membenci kehidupannya. Dia memilih bersahabat dengan musuh keluarga dibanding bersekutu dengan keluarganya.
Teori kakeknya sangat jelas. Kehidupan hanya bertahan kepada mereka yang kuat. Bukan lemah apalagi karena soal perasaan. Karena itu dia takkan sudi tunduk dibawah DS. Seperti yang dilakukan saudara-saudaranya, dengan alasan sentimental. Saga selalu punya tim sendiri, yang dia latih dengan amat keras sejak lama hingga tak pernah meninggalkannya. Sayang perlawanan dari seluruh keluarga mengeluarkannya. Membuat Saga kehilangan segalanya seperti sekarang.
"Apakah ada orang didalam?"
Ketukan itu menyadarkan kembali Saga pada tujuan awalnya. Tangannya otomatis diangkat dari tangan wanita itu. Bisa dia lihat wanita itu menghela napas lega. Namun amarah belum sirna dari dirinya, membuat Saga segera menyentuh belakang leher wanita itu dan menariknya mendekat.
Bibirnya menyapu permukaan bibir lembut didepannya. Saga tidak mengenal kelembutan, karena itu dengan segera dia berhasil mengambil ciuman kasar dan tergesa membuat semua aliran darah pada wajah wanita itu mengumpul. Sesudah dia melepaskan tautan bibir mereka, wanita itu langsung menunduk dengan rona merah padam.
Barulah Saga membuka pintu dan menatap dingin petugas kebersihan didepan mereka. Langkahnya segera menuju pintu keluar. Menarik koper dan jasnya. Wanita itu tertinggal dibelakang. Sempat mengucapkan maaf beberapa kali sebelum tetap mengekori jejaknya.
^
Novalin menahan air matanya. Rekornya mengawal selama hampir sepuluh tahun sudah melewati berbagai hal. Tak jarang dia harus terluka. Melakukan pengobatan rutin ke rumah sakit atau berurusan dengan kepolisian karena preman atau orang jahat dijalanan. Namun baru kali ini Novalin merasa dilecehkan secara terang-terangan. Pelakunya sedang duduk berpangku tangan disebelahnya.
Novalin tahu benar, perasaan ini mungkin konyol. Mengingat dia sudah pernah menjalani pernikahan hingga kehadiran Javier yang menambah kebahagiaannya. Novalin tahu, baik manusia laki-laki atau perempuan memiliki kebutuhan biologis masing-masing. Namun dengan apa yang dia kerjakan tiap saat, memikirkan hal-hal semacam itu amatlah jarang. Kini, dia malah mendapat sebuah perlakuan yang tidak wajar dari majikannya.
Ciuman itu memang tak tulus. Kasar dan meninggalkan kesan buruk pada bibirnya. Novalin pikir apakah dia harus mengatakan semua keburukan ini pada bos besar atau pada bosnya sendiri. Mengatakan itu berarti mengakui telah terjadi sesuatu pada mereka. Bisa saja lelaki disampingnya bersaksi bahwa Novalin-lah yang memancingnya. Bahwa semua tuduhan buruk itu memang terletak kepada wanita, seperti akhir dari tiap kasus pelecahan diluar sana.
Belum dengan latar belakangnya sebagai seorang janda. Pandangan buruk terhadapnya pasti semakin menguat. Meski statusnya bersifat rahasia dan hanya diketahui beberapa orang di DS. Majikan disampingnya tentu saja takkan meminta maaf. Sampai kapan pun kecuali dibawah tekanan hukum mungkin.
Entah mengapa Novalin berpikir untuk mengajukan pembatalan misi kali ini. Mungkin Octa, bosnya ada benarnya.
Mobil yang membawanya mendadak berhenti di lampu merah. Novalin memandang keluar. Di seberang jalan seorang bocah lelaki sedang menemani kakeknya menyebrang jalan. Lagi. Hati Novalin melembut. Dia ingat puteranya sendiri. Itu artinya dia tak boleh menyerah sekarang.
Saga Decode mungkin tanpa sengaja menciumnya hari ini, dalam bilik toilet, karena emosi sesaat. Tetapi hanya itu, tidak lebih. Novalin cukup yakin lelaki semacam Saga takkan berselera dengan wanita seperti dirinya. Sebelum-sebelumnya dia cukup tahu tipikal wanita yang mampu bersanding dengan seorang Saga.
Novalin berbesar hati untuk melupakan kejadian hari ini.
^
Saga melirik sekilas mengikuti arah pandang pengawalnya. Mereka akhirnya mendapat jemputan dari Decode. Saga berusaha tetap kooperatif dengan mengikuti permainan pimpinan Decode sekarang.
Saga mengenal karakter adiknya sebagai competitor sejak adiknya diantar masuk dalam rumah mereka. Saga tahu, dari luar adiknya bisa saja terlihat baik dan tak bersalah namun kalau dengan begitu harusnya Saga lebih mudah menerima keberadaannya. Itu mustahil. Saga dapat membaca setiap musuh yang akan mendekatinya.
Sejak kecil, dia mendapat perlakuan berbeda hingga dia dapat menangkap penjahat dalam rumah mereka. Kejadian tak sengaja itu terjadi akibat Saga selesai Latihan bela diri dan dia memerhatikan gerak gerik seorang pembersih rumah yang berlaku aneh. Melalui kecerdasannya Saga berhasil mengurung orang itu sebelum sempat kabur. Dia melapor pada orang tuanya tentang penemuannya. Hasil yang tak sesuai diterimanya. Pelaku itu memang berhasil dijebloskan ke penjara. Ayahnya mengatakan dia harusnya berlatih dan jangan mengurusi pekerjaan orang lain. Ibunya menasehati bahwa apa yang dia lakukan harusnya diawasi orang dewasa, tindakannya tersebut dapat membahayakan nyawanya kalau pelaku tersebut balas menyakitinya. Saga merasa tak bangga sedikit pun. Apa yang dilakukannya seperti tak ada artinya.
Kakeknya mengamati kejadian itu dan melatih Saga lebih keras lagi. Saga sangat ingat, statusnya bukanlah pahlawan melainkan petarung. Jadi sampai kapan pun dia takkan menyerah. Karena itu sejak adik tirinya masuk, Saga memandang hidup lebih kelam dibanding sebelumnya.
Tanpa berusaha keras, adiknya mendapat semua hak special. Duduk makan bersama di meja makan. Ditanya bila tidak sempat ikut makan. Tidak dipaksa berlatih bela diri bila memang tidak sanggup. Selalu mendapat akses. Itu menumbuhkan dendam tersendiri dalam benak Saga kecil.
Sekarang saat kekalahannya dia mesti mengikuti sketsa yang diatur adiknya? Mustahil.
"Sudah sampai tuan."
Suara itu mengakhiri lamunan Saga. Dia menoleh memandang wajah wanita yang tanpa sengaja mendapat luapan kekesalannya. Wanita itu sungguh makhluk ajaib. Perubahan ekspresi dibalik wajahnya adalah ancaman tersendiri bagi Saga. Saga pikir dengan apa yang dilakukannya, wanita itu pasti takkan berkutik. Tetapi bayangannya berlangsung singkat. Wanita itu berlaku seperti semula. Bertindak sebagai anjing patuh.
Sadam memang brengsek, pasti dia cukup tahu siapa pengawal yang dikirimnya ini.
Saga beranjak turun dengan tangan terkepal hebat. Ini harus segera diakhiri.