Melihat dirinya tepat di depan cermin, Gisell merasa dirinya begitu cantik sekali. Bahkan selama hidupnya ia sama sekali tak pernah di perlakukan seperti ini pada cowo.
Bahkan dirinya dengan Zayn bisa di bilang baru saja saling kenal, namun lelaki itu begitu baik pada dirinya dan memperlakukan dirinya layakknya seorang dambatan hati.
"Tuhan, gua cantik banget sih," ucap Gisell, dengan hati yang bangga saat mengatakan hal itu.
Merupakan salah satu impian Gisell, bisa mendamkan calon imam yang kaya raya namun, baik juga dalam segala hal. Sungguh lelah sekali, ia hidup dalam kesederhanan, meskipun begitu Gisell mencoba untuk tetap bersyukur atas apa yang sudah dirinya miliki saat ini. Amanah itu selalu tercantum dalam otak Gisell, karena itu adalah amanah dari kakaknya dan kedua orangtuanya.
Bila kakaknya tak bisa hidup dengan enak, setidaknya dirinya bisa mengabulkan apa yang menjadi permintaanan sang kakak, selama ini hidupnya selalu di tanggung oleh Lisa dan kini saatnya ia harus membalasa semua kebaikannya.
"Mbak, di tunggu sama pacarnnya. Katanya suruh agak cepetan karena, waktunya hampir mepet," terang salah satu karyawan butik, berdiri didepan pintu ganti.
"Iya mbak, bilangin sebentar lagi saya selesai," jawab Gisell.
Setelah mendengar ucapan karyawan itu, Gisell langsung mempercepat untuk memakai gaunya dan merapihkan rambutnya agar terlihat lebih elegan.
"Ayo, Zayn. Gua udah siap nih," ucap Gisell berdiri disamping Zayn yang tengah bermain ponsel.
"Ha? Oke-oke ayo berangkat," sahut Zayn dengan posisi kepala masih tertunduk.
"Ayo kita berangkat," ucapnya lagi, sambil berdiri dan menatap Gisell yang ada di sampingnya.
"Waww, so beautiful," ucap Zayn dengan nada yang lirih sambil tersenyum.
"Hah! Lu bilang apa tadi?" sahut Gisell, menatap Zayn.
"Ehhh, enggak-enggak. Saya enggak bilang apa-apa kok," guggup Zayn,
"Ayo kita berangkat," ajaknya, denga langsung mengalihkan pembicaraan agar Gisell tak lagi menanyakan apa yang dirinya katakan pada wanita itu.
Namun, cukup Zayn akui bila malam ini Gisell tampil begitu cantik sekali, jauh dari hari-hari sebelumnya.
Tak tau juga kenapa mulutnya tadi bisa mengatkan hal itu, namun ia merasa bila semuanya terjadi begitu saja tanpa dirinya sadari.
"Nanti, kamu duduk aja. Dan dengerin saya ya," ujar Zayn.
"Hah? Dengerin apaan, gua bukan anak berpendidikan Zayn, mana nyambung soal bgitu sama gua," gumam Gisell dengan kening mengkerut.
Untuk pertama kalinya, ia di ajak ke acara yang penting dan dengan orang yang penting juga rasanya memang seperti mimpi.
"Ya udah deh, terserah gimana baiknya gua ngikut aja," timpal Gisell.
***
Saat malam hari Arga dan Fely jarang sekali keluar malam, bahkan saat keduanya tinggal di Jakarta pun sangat jarang untuk keluar malam entah itu untuk jalan-jalan ataupu makan malam. Kedua pasangan suami istri itu terlalu asyik dengan dunia kerja bahkan saat berdua mereka pun mereka habikan dengan mengurus bisnin.
Namun, kedua pasturi itu tetap berusaha harmonis dan saling komunikasi agar rumah tangganya tetap baik-baik saja, dan tidak ada suatu kesalah pahaman yang akan terjadi.
"Mas, kita jarang banget ya keluar malam. Bahkan hampir enggak pernah," ujar Fely.
"Iya-iya, kenapa saya baru sadar," pikir Arga, memandangi istrinya.
"Ya, kita terlalu sibuk dengan kerja dan karier. Padahal kita sudah sukses dan tinggal nikamti saja apa yang telah kita raih," guman Fely.
"Maka dari itu mumpung sekarang kita jauh dari orangtua, kita manfaatin dengan sebaik-baiknyasetiap momen yang ada," ujar Arga, tersenyum pada Fely lalu mencium pipi sang istri.
"Iya mas, dan insyaallah sekarang aku udah siap jadi seoarang ibu. Melihat pernikahan kita yang sudah berumur tua dan aku juga kasihan lihat mami kelihatanya udah pengen banget nimang cucu,"
"Enggak mami doang, aku juga sebenarnya udah pengen dari dulu," sambung Arga.
Seketika Fely menatap wajah suaminya, kalimat itu membuatnya merasa bersalah dan tak enak karena dirinya belum bisa menjadi istri yang baik.
"Kenapa lihat saya begitu?" heran Arga saat menatap Fely, dengan tatapan yang tak biasa.
"Iya-iya aku bukan istri yang baik. Karena enggak bisa nurutin keinginan suami,"
"Udah ah, jangan begitu. Yang penting sekarang kamu udah punya niat yang baik dan semoga tuhan memudahkan segala," turur Arga.
"Hmmm, iya mas," jawab Fely tersenyum tipis.
Kaki terus saja melangkah, entah kemana tujuannya mereka berdua juga masih bingung untuk mencari tempat nongkrong yang terlihat sweet untuk mereka berdua.
Suasana yang begitu ramai, dan lalu lalang. Membuat kedua pasturi itu lebih merasa nyaman untuk jalan kak, karena jika menggunakan mobil tidak bisa melihat dengan dekat apa aja yang ada di sekitarnya.
"Mas, aku lapar," guman Fely dengan wajah yang masam.
"Iya udah ayo kita cari makan," ajak Arga, langsung menarik tangan Fely.
Saat sedang dalam perjalanan tiba-tiba ponsel Fely pun berdering.
"Angkat tuh, siapa yang nelpon," timapl Arga.
"Iyaaa, mas," jawab Fely.
Saat melihat layar yan ada di ponselnya, seketika Fely terkejut akan siapa yang menghubungi dirinya.
"Mas, angkat enggak?" tanya Fely ragu, sambil menujukan pada Arga.
"Iya angkat dong sayang, kalau enggak di angkat yang ada mami kamu bakalan bawel terus," cetus Arga.
"Iya juga sih, mas."
"Udah angkat aja, tau sendiri mami gimana orangnya,"
Sebanrnya Fely begitu ragu dan ada rasa malas juga untuk mengangkat telvon dari maminya. Karena, dirinya yakin bila apa yang akan dikatakan maminya bukanlah hal yang penting sedangkan saat ini dirinya dengan Arga dalam perjalanan.
"Udah, jangan ragu. Angkat aja," timpal Arga, sambil tersenyum.
"Halo, mi. Ada apa?" ucap Fely.
"Hih! Kok ada apa sih. Mami kangen banget sama kamu Fely, kamu disana baik-baik aja, kan?" dengus wanita paruh baya.
"Baik kok mi, ini aku sama Mas Arga lagi di luar mau cari makan,"
"Oh, gitu. Padahal, mami pengen banget video call kamu sayang, mami rindu," ringik Rahma dengan yang manja.
"Yaelah mi, baru aja aku 3 minggu pergi udah kangen aja," gumam Fely.
"Heh!! Kalau bicara enteng sekali ya? Kamu itu belum ngerasain jadi ibu, coba kalau sudah. Kamu bakalan ngelakuin apa yang selama ini mami lakuin ke kamu," seru Rahma, dengan nada yag naik. Karena, ia merasa sedikit kesal dengan jawaban putrinya yang tidak sesuai dengan ekspestasinya.
"Iya-iya mami yang paling cantik, Fely minta maaf. Ya udah mi aku matiin dulu, ini kita mau makan, bye mami love youuuuu," ucap Fely,
Langsung mematikan ponsel tanpa medengar balasan sang mami, itu yang wanita itu lakukan. Karena, melihat sikon yang tas pas membuat dirinya terpaksa harus begitu.
"Cepet banget ngomong sama mami?" heran Arga.
"Ahhh, mas tau sendiri mami kalau ngomong enggak akan ada remnya. Lagi pula kita mau makan juga, nanti aku telvon lagi aja," terang Fely.
"Ohh, gitu. Ehhhh, itu caffenya kelihatannya bagus deh kita kesanan yuk," ajak lelaki itu sambil menggndeng tangan sang istri.
Malam ini terlewati hanya dengan berdua dan beberapa bulan kedepan pun akan sama hanya berdua dan terus saja berdua, berjalan berdampingan dengan lelaki yang begitu sabar akan sikapanya ialah anugerah terindah dalam hidup Fely.
Tak pernah ada tuntuta satu sama lain, dan mereka merasa kedepannya kehidupannya agar berjalan mulus seperti ini, sampai Fely bisa mendapatkan buah hati dari rahimmnya sendiri.
Setiap orang mungkin punya harapan akan masa kedepannya, namun Tuhan lebih banyak mempunyai skenario yang telah di siapakan.
Hai para readers, salam dari Magic Sun.....
Gua harap kalian suka dengan karya novel gua:)
So jangan lupa riview ya gusy, apa yang menjadi ulasan kalian semua dari novel gua adalah suatu motivasi untuk gua, agar bisa lebih perkembang lagi. Thanks:)
Jangan riview and colls juga:)