Sesuai dengan rencana Gisell dari awal, bila dirinya sementara waktu ingin pulang ke kampung melepaskan kerinduan pada sang kakak tercinta.
Sudah cukup lama dirinya tak bertemu dengan Lisa, wanita yang paling berjasa dalam kehidupannya dan mampu membuat dirinya sekuat ini dalam menjalani hidup dengan kesendirian.
Urusan bagaimana dirinya kerja dan kuliah akan ia rundingkan lagi dengan Lisa, karena bagi Gisell jika membeicarakan hal seperti ini tidak secara langsung maka rasanya tak puas hatinya. Ia ingin motivasi itu sampai di telinganya dan matanya mampu menangkap apa yang kakaknya sampaikan.
Tak sabar rasanya untuk bertemu dengan sang kakak, rasa peluk dan kasih sayang Lisa begitu melekat dalam hati Gisell
Setelah menemupuh waktu kurang lebih 2 jam 30 menit akhirnya Gisell sampai juga di teminal Bus. Dan kini saatnya dirinya mencari kendaraan lagi untuk sampai ke desanya yang tak jauh dari perkotaan. Hari ini Gisell ingin memberikan kejutan pada sang kakak akan kehadirannya dengan cara yang tiba-tiba.
Jika, dirinya sebelumnya ngomong. Maka sang kakak akan melarang ia pulang ke rumah dan memilih kakaknya yang pergi ke Jakarta. Karena, bagi Lisa hal itu dapat membuang-buang uang yang selama ini dirinya simpan.
"Gua engak sabar banget ini, pengen peyuk-peyuk sama Kak Lisa,"batin Gisell penuh senyuman bahagia.
Hal ini menjadi healing alternatifnya untuk melupakan masalah yang pernah terajdi di dalam hidupnya dan hal apa saja yang membuat dirinya merasa kesal dan kecewa. Masalah Meli, Zayn. Gisell mencoba untuk melupakannya, karena tanpa di minta oleh siapa pun dirinya pasti akan menjauhi Zayn karena, derajatnya sudah beda jauh dengan lelaki itu.
Mau sebaik apa pun lelaki itu bila dia orang kaya, tetap akan menimbulkan rasa kurang percaya diri pada hati. Dan memilih lebih sadar diri dengan keadaan yang ada.
Tak ada kemewahan yang terletak dalam diri Gisell, semua yang dirinya kenakan serba sederhan. Karena, dirinya tak ingin di pandang sombong oleh tetanga-tetangganya, ia tau jika mulut sudah bertindak maka ucapan pedas pun akan sampai di telinga.
"Assalamulaikum,"
*TOK TOK TOK*
Salam dan ketukaan pintu yang Gisell lakukan berulangkali belum juga mendapatkan jawaban dari sang kakak.
"Etttdahh, ini orang kemana sih. Apa enggak tau kalau adik kesayangannya pulang," dengus Gisell, celingunkan melihat keadaan sekitar.
Pintu terbuka, namun orangnya tak ada adalah salah satu kebiasaan sang kakak yang sangat sulit sekali untuk dirubah. Jika, hal seperti ini terjadi antara kakaknya sedang buru-buru dan lupa.
"Padahal umur ya belum tua-tua banget, kenapa udah lupaan begini sih. Kalau gini mah, kayak lagi mancing ikan, pulang-pulang habis barangnya," keluh Gisell, menepuk jidatnya.
"Ehhh, itu ada si Nur. Pasti dia tau kakak kemana," ujarnya, mendekat kearah tetanga yang ada di sebelah rumah kakaknya.
"Nuuurrr, lu tau kakak gua nggak?" teriak Gisell.
"Ehh, Gisell. Balik lu, matih habis merantau tambah waw aja lu," puji Nur, terheran-heran dengan wajah Gisell yang jauh lebih cantik dari sebelumnya.
Nur yang baru saja akan menjemur pakaian, seketika ia tinggalkan dan memilih mengahampiri Gisell dan melihat wanita itu dengan lebih dekat.
"Hih! Lu ngomong apaan sih, gua tanya apa malah di jawab apa," dengus Gisell.
"Soalnya gua kagum banget sama muka lu Sell, sekarang mah glowing banget. Gua jadi iri deh," puji Nur, dengan bahasa yang lebay hingga membuat Gisell yang mendengarnya merasa tak nyaman dan risih.
"Udah dong jangan begitu, gua ini lagi tanya dimana Kak Lisa?" jelas Gisell, dengan nada yang meninggi.
"Etttdah, itu muka mulus banget. Mana lu tambah putih, boleh gua pegang muka lu,"
Perlahan-lahan Nur mulai mengulurkan tangannya untuk memegang wajah Gisell yang tampak bersih dan kemilau.
"Ihhhh," tangkas Gisell, menepuk tangan Nur hingga tak jadi memegang wajahnya.
"Lu habis makan ikan asin sama sambal terasi ya?" tebak Yura sambil menutup hidung.
"Heheheh, iya. Lupa gua belum cuci tangan pakai sabun," jawab Nur, sambil meringis.
"Jorok banget sih lu, cuci dulu kalau habis makan tuh. Baru lu megang-megang wajah gak apa-apa," tutur Gisell.
"Hehehe, iya-iya Sell. Lu mah gitu sekarang udah kerja di kota jadi beda," gumam Nur, menurunkan tangannya dan menyembunyikan di belakangn tubuhnya.
"Gua enggak beda, Nur tapi itu namanya kebersihan dan kita sebagai wanita harus rajin dan bersih sebelum mau melakukan apa-apa harus cuci tangan dulu," tutur Gisell.
"Iya deh iya, baseng lu dah," pasrah Nur, dengan apa yang di ucapkan Gisell.
"Kakak, gua dimana. Gua tanya dari tadi loh," keluh Gisell, merasa kesal karena pertanyaanya tak kunjung di jawab oleh Nur.
Nur, ialah tetangga dan sekaligus temannya bermain dulu semasa SMA dan dia ialah teman yang paling dekat dirinya dan tak pernah berubah sedikit pun, semua dari cara bicara dan perilakuany Nur, masih persisi seperti dulu.
"Onoo, noo kakak lu habis belanja di warung," tunjuk Nur, pada seoarang wanita yang sedang berjalan ke arahnya.
"Oke makasih Nur," ucap Gisell dengan wajah yang sumringah sambil mencubit pipi Nur dengan sangat keras.
"Jangan lupa tuh cuci tangan lu, supaya muka lu juga enggak bau ikan asin," tutur Gisell, lalu langsung pergi menghampiri sang kakak yang akan berjalan ke arahnya.
"Dasar tuh anak, emangnya enggak sakit apa ya. Main cubit-cubit aja mana keras banget lagi," dengus Nur sembari memegangi pipinya yang terasa panas.
Tak sabar menatikan kehadiran sang kakak, Gisell ingin memberikan kejutakan akan kehidarannya disini yang pastinya akan membuat kakaknya merasa sangat bahagia sekali.
"Kakak," sapa Gisell penuh senyuman.
Setelah sampai di depan pintu Lisa sama sekali tak paham siapa yang menyapa dirinya dengan sebutan kakak. Ia hanya acuh dan tak menoleh sama sekali pada wanita yang menggunakan masker dan kaca mata hitam tersebut.
"Hih! Ini wanita serem banget ya, mana duduk di emperan rumah gua lagi," batin Lisa, dengan kesinisan menatap wanita itu.
Gisell yang melihat respon sang kakak hanya bisa tersenyum kecil, ingin rasanya tertawa terbahan-bahak namun, rasanya tak mungkin ia tak ingin jika kedoknya sampai ketauan sang kakak.
"Ngeri banget sih, gua kunci ada deh rumahnya," batin Lisa, langsung masuk kedalam dan mengunci pintunya.
"Lah, kok malah di kunci sih. Duh Kak Lisa gimana sih, masa gua harus di luar terus," ucap Gisell segera membuka maskernya dan mengedor-gedor pintu rumah sang kakak.
"Kak buka pintunya ini Gisell," serunya dengaan terus berteriak-teriak sambil mengegdor-gedor pintu.
*Tok Tok Tok*
Ketuk Gisell berulangkali tetapi belum juga mendapatkan jawaban dari sang kakak, hal ini tak pernah terpikirkan di dalam otaknya bila kakaknya akan berbuat seperti ini bahkan pada adiknya sendiri tak mengenalinya.
"Kak Lisa, ini Gisell. Pliss dong buka," ucap Gisell.
Lisa yang mendengar ucapan itu segera mengintip dari jendela dan memastikan apakah yang dikataka oleh wanita itu benar atau tidak.
"Hah! Gisell, itu beneran Gisell adik gua, ya tuhan maikin cantik aja dia," gumam Lisa, sambil terus mengintipi keberaan adiknya yang ada di luar.
Tanpa ragu lagi Lisa pun langsung membuka pintunya dan menatap wajah dan penampilan adiknya sekarang yang sudah jauh berbeda dari yang dulu-dulu.