"Duh, enak banget ya yang semalem habis kencan sama pengusaha," sindir Meli.
Gisell yang baru saja masuk ke kerja dan duduk di tempat kasir, tiba-tiba sudah menerima semburan tak enak dari Meli. Namun, Gisell tetap tak peduli dan bersikap acauh dengan apa yang dikatakan oleh Meli.
"Heh! Lu tau sikon enggak sih, masih pagi udah nyindir-nyindi," sela Linda, karena teligan sama sekali tak enak mendengarkan berdebatan mereka berdua yang menurutnya cukup mengganggu moodnya saat pagi seperti ini.
"Apaan sih, lu!" dengan nada yang ngegas dan tatapan sengit.
"Udah, kalian kerja aja. Suka banget sih! Sama keributan," keluh Gisell, sambil memainkan komputer.
"Males banget gua dengerin ocehan lu yang gak jelas," cicit Linda dengan nada yang tinggi dan tatapan tajam.
"Ya udah pergi aja sono," balas Meli dengan nada yang tak kalah tinggi.
Setiap pagi selalu saja terjadi keributan, hingga membuat keryawan yang lain melihatnya sangat terheran-heran sekali, apa yang sedang mereka perebutkan sampai seperti itu.
Gisell juga heran kenapa Meli bisa selalu tau tentang apa yang ia lakukan dengan Zayn,
"Apa mungkin Meli, punya mata-mata untuk ngintai gua ya?" batin Gisell, terus bertanya-tanya dengan apa yang barusan terjadi pada dirinya.
Wanita itu selalu saja meresahkan hidupnya sampai ia pun tak bisa hidup dengan tenang dan damai sepanjang hari. Entahlah hati Meli itu terbuat dari apa, dan kenapa sifatnya tak pernah berubah sama sekali.
"Sell, di panggil manager tuh," ucap Fina, berada di belakang Gisell.
"Gua?" ucap Gisell menunjuk dirinya sendiri.
"Iyalah, elu. Kan disini yang namanya Gisell itu cuma elu doang," timpal Fina.
"Oke, makasih" jawab Gisell tersenyum, lalu bergegas pergi ke ruangan manager.
Hari ini dan setelah Gisell pikir-pikir, hatinya sudah yakin untuk resign dari restorant ini, meski ia tau restorant ini dan Arga lah yang telah membantu dirinya untuk berkembang dalam hidup.
Namun, bagaimana lagi dirinya benar-benar sudah tidak bisa bekerja disini lagi tak hanya sindrian Meli saja yang pedas, ia juga berusaha menghindari Zayn agar tidak mendekati dirinya terus.
Karena, derajatnya dengan Zayn itu jauh sekali. Dan dirinya sebagai wanita harus banyak sadar dan mengaca aka perbedaan itu.
"Permisi pak, bapak manggil saya?" tanya Gisell dengan sopan.
"Apa benar kamu mau resign? Tapi kenapa Sell? Terus apa yang mau saya katakan pada atasan, karena Pak Arga sangat meninginkan kamu berada disini," terang lelaki itu.
"Masalah dengan Pak Arga, biar saya sendiri pak yang biacara dan saya sudah ada alasan yang pasti untuk mengatakan pada pak Arga," jelas Gisell.
"Apa enggak bisa di pikir-pikir dulu? Kamu seriusan ini?" ujar lelaki paruh baya itu, merasa tak yakin dengan apa yang menjadi keputusan Gisell, selama ini wanita itu berkerja cukup baik dan tidak ada masalah apap pun.
"Maaf pak, ini keputusan saya." tegaskan Gisell, dengan kemantapan hati.
"Hmmm, apa boleh buat. Saya juga tidak bisa memaksakan kehendak kamu dan kalau itu keputusan kamu, saya iklhas deh," pasrah lelaki itu.
Gisell bisa merasakan bila menagernya begitu berat melepaskan dirinya dari pekerjaan ini, tetapi memang ini keputusan yang sudah ia pikirkan secara matang-matang dan mungkin ini jalan yang terbaik untuk semuanya.
"Baik pak, terima kasih banyak. Dan maaf bila selama saya bekerja disini selalu membuat kesal atau pun kesalahan. Saya permisi pak," pamit Gisell. Dengan mata yang berkaca-kaca tetapi tak ada pilihan lain lagi untuk semua ini dan ia harap hal ini terbaik untuk dirinya.
Banya kenangan yang sudah dirinya dapatkan dari sini terutama dengan kebaikan Arga yang sampai detik ini tak bisa ia lupakan sama sekali, karena dia adalah lelaki terbaik yang pernah dirinya temui. Dengan pertemua yang tak baik kini semuanya berjalan dengan baik sekali.
"Loh Sell, Lu mau kemana? Kok bawa tas? Lu mau balik tapi, pekerjaan di dapur banyak," ujar Fina, bingung melihat Gisell yang bersikap santai-santai saja.
"Gua udah resign Fin, lu baik-baik ya kerja disini. Dan titip salam juga untuK Linda dan Meli," sahut Gisell.
"Hah! Resign!! Lu kenapa resign sihh, kan jadi berkurang orangnya," keluh Fina, merasa tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Gisell.
"Enggak papa, udah santai saja. Kita masih bisa ketemu kok, lu baik-baik ya dan selalu bersikap baik kesemua orang. Dah gua mau pamit dulu, bye," pamit Gisell, tersenyum tipis pada Fina.
Sebenarnya hatinya sangat sedih untuk berpisah, namun dirinya tak ingin menojolkan rasa kesedihannya pada orang-orang disekitarnya. Dan ia juga tak ingin di kasihannin, maka dari itu Gisell akan selalu bersikap tegar dan kuat dalam hal apapun.
"Huhftttt" hembusan nafas yang keluar dengan berat, dan wajah yang sedih begitu menojol saat ini.
"Selamat tinggal, lu berjasa dalam hidup gua," batin Gisell, sambil memandangi restorant tersebut.
Karena, ia yakin semuanya akan baik-baik saja setelah ini. Terutama tak ada lagi yang mengusik hidupnya dan memberikan dirinya cemooh.
Gisell segar masuk kedalam taxi yang sudah dirinya pesan, sebelum Zayn tau wanita itu cepat-cepat masuk kedalam.
Tabungannya saat ini masih sangat cukup untuk memenuhi kebutuhannya di masa depan sembari untuk kerja dan mencari tempat perkuliahan. Keinginan Gisell untuk kuliah tak pernah hilang sama sekali, hal itu akan ia wujudkan dan membuktikan pada kakak pertama dan keduanya bahwa dirinya mampu sukses tanpa bantuan uang mereka.
"Kita mau kemana mbak?" tanya supir.
"Ke jalan merdeka nomor 29 pak," jawab Gisell.
Setelah sampai di kosan mata Gisell di kejutkan dengan kehadiran lelaki yang berada di depan matanya.
"Ngapain dia disini?" batin Gisell, dengan terus saja menatap seseorang itu.
Kakinya mulai menlangkah dan masuk kedalam, hingga sampai di teras kosannya dan seseorang itu duduk di kusri dengan bersanati-santai.
"Mau ngapain lagi sih?" tanya Gisell, dengan wajah yang masam.
"Ehh, udah pulang kamu. Saya mau ngajak kamu makan siang. Kamu mau, kan?" tawar lelaki itu penuh senyuman.
"Maaf gua enggak bisa, lebih baik lu pulang dan urusin kerjaan lu di kantor," cetus wanita itu.
"Kenapa kamu menolak? Bukanya kamu belum makan?" sahut lelaki itu kembali, dengan penuh semangat membujuk Gisell akan mau makan siang bersama dengan dirinya.
"Kenapa sih, elu harus datang dalam hidup gua setiap hari! Emangnya lu enggak ada kerjaaan apa!" sentak Gisell dengan nada yang mulai meninggi.
"Ya sudah kalau memang kamu enggak mau, lain kali mungkin kamu ada waktu untukkita makan bersama," timpal Zayn.
Setelah mengutarakan pada Gisell, lelaki itu memilih pergi dari hadapan Gisell ia tak ingin bila wanita yang ada di hadapannya akan bertambah emosi dengannya. Karena, terus saja memaksaakan kehendaknya.
"Saya permisi dulu," pamit Zayn, penuh senyuman.
Tak ada balasan apapun yang terpncar dari wajah Gisell, wanita itu terus saja memasang wajah yang masam dan cemberut.
Ia benar-benar kesal pada lalaki itu yang terus saja datang dalam kehidupannya padahal hari ini ia berniat untuk pulang ke Bandung untuk menjenguk kakaknya yang ada di desa.
"Huh! Menyebalkan sekali, gara-gara dia gua jadi telat nih berangkat ke stasiun. Padahal sepulang dari restoran gua mau langusung berangkat," keluh Gisell.