(Ke-kenapa wanita ular itu ada di sini?)
Cheryl− putri dari keluarga Walters tersentak dan mundur selangkah ketika Rin muncul dari balik pintu.
"Oh my! Aku kira siapa yang datang, ternyata adik ipar."
Aura membunuh yang ada di sekitar Rin lenyap begitu cepat, mengetahui bahwa orang yang berkunjung adalah gadis sekolah menengah yang sudah lama dikenalnya.
"Jangan tiba-tiba memanggil orang lain sebagai adik ipar! Kenapa kau ada di sini? Di mana Kakakku?"
Balas Cheryl, ketika dia mengerutkan kening dengan curiga.
"Selamat siang Cheryl. Tuan ada di dalam. Silakan masuk dan kita akan lanjutkan percakapannya di dalam," kata Rin dengan ringan.
Dia meminta dengan senyum ramah, seolah-olah dialah pemilik apartemen tersebut.
Rin memimpin langkah untuk mengantar Cheryl masuk, dia bertindak seperti itu adalah hal yang paling alami di dunia.
"Hei! Jangan mengabaikan pertanyaanku yang sebelumnya. Juga, jangan bersikap seperti kau adalah pemilik apartemen ini." Cheryl memprotes tingkah Rin, nadanya jelas tidak bersahabat.
Dia mengikuti Rin masuk. Ketika sampai di dalam, dia melepas alas kakinya dan menggantinya dengan sandal.
Rin berbalik dan menunggunya selesai mengganti alas kakinya.
"Eh, ketat sekali. Tolong berikan sedikit keringanan, aku ingin lebih akrab denganmu. Bagaimanapun di masa depan kita akan jadi keluarga." Dia sedikit cemberut, tidak bisa ditebak apakah dia berpura-pura melakukannya atau tidak.
"Sudah kubilang, berhentilah memelintir kata-kataku! Jangan bersikap seperti kau adalah kekasih Kakakku," keluh Cheryl. "Kghh, aku selalu tidak suka padanya. Dia terus berpura-pura tidak mendengarku," bisiknya.
Setelah selesai memakai alas kakinya, Cheryl berdiri.
Rin melanjutkan dengan membawanya ke kamar tuannya. Cheryl mengikutinya lagi.
"Jadi, kenapa kau bisa ada di sini?"
"Aku datang untuk merawat Tuan yang sedang sakit." Balas Rin tanpa basa-basi dan tanpa melihat ke arah Cheryl yang berjalan di belakangnya.
"Eh, benarkah?"
Jawabannya membuatnya kaget. Dia tidak mungkin berbohong dan itu juga sekaligus menjelaskan kehadirannya di sini.
Pernyataannya yang tiba-tiba membuat Cheryl jadi memikirkan penyebab kakaknya sakit.
Apa mungkin karena kemarin− Cheryl mengira kalau itu mungkin disebabkan oleh kesalahannya.
"Kamu bisa memastikan sendiri keadaannya."
Mereka sampai di depan kamar Edwin. Rin mengetuk pintu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara keras.
"Permisi, Tuan. Putri Keluarga Walters datang berkunjung dan meminta bertemu dengan Anda."
Cheryl menyipitkan mata pada perubahan sikap Rin yang tiba-tiba menjadi sangat sopan. Sedikit berbeda dari sikapnya kepada Cheryl, sehingga dia merasa itu menggelikan.
"Bawa dia masuk, Rin."
Suara yang terdengar sengau itu berasal dari dalam kamar.
"Sesuai permintaan Anda."
Dia membuka pintu, lalu memberi isyarat dengan tangannya. "Silakan masuk, Nona Cheryl."
"Kak Ed!"
Ketika masuk ke dalam kamar, visi Cheryl langsung dilayangkan pada kakaknya yang tengah tertidur lemah. Wajahnya seketika dipenuhi perasaan bersalah.
"Ah, ternyata kau Cheryl. Apa kau datang untuk memberikan jawaban ibumu?"
Dengan masih berbaring dia mengalihkan pandangan pada Cheryl.
"Ya ... Kau tidak apa-apa, Kak? Maaf, pasti karena kemarin ...."
Cheryl tampak sedih ketika dia menurunkan pandangannya.
Rin memperhatikan pertukaran di antara mereka berdua. Dia adalah salah satu orang yang mengetahui hubungan mereka.
"Tuan, saya permisi sebentar. Saya ingin menyiapkan makan untuk Anda dan teh untuk Nona Cheryl."
Rin menyadari bahwa Cheryl datang untuk urusan penting, sepertinya dia juga memiliki sesuatu untuk dikatakan, jadi dia bermaksud memberi ruang untuk mereka berdua, dan memutuskan meninggalkan kamar.
"Ya, terima kasih Rin."
Edwin merasa berterima kasih pada kepekaan Rin.
Rin menunduk dengan sopan dan beranjak meninggalkan ruangan.
"Kau tidak perlu minta maaf Cheryl. Aku sakit karena kehujanan. Aku malah bingung kenapa kau butuh minta maaf."
"Tapi ...."
Cheryl masih tidak bisa menerima jawabannya, karena mungkin sakit kakaknya disebabkan olehnya.
"Tidak perlu dipikirkan. Lebih penting lagi, bagaimana jawaban ibumu?" Edwin mengesampingkan kegelisahan Cheryl dan mengganti pembicaraan ke arah lain.
"Ya, ibuku memutuskan untuk menerima permintaan Keluarga Albern. Kami sudah mempertimbangkan proses evakuasi penduduk, dan sebagian besar pekerjaan diserahkan kepadaku. Kamu bisa mempercayakannya kepadaku. Aku berjanji hasilnya tidak akan mengecewakan."
Cheryl juga menyampaikan detail rencana mereka kepada Edwin. Butuh sekitar sepuluh menit bagi mereka untuk membicarakan keseluruhan rencana Keluarga Walters.
"Jadi begitu. Itu membuat segalanya jadi lebih mudah. Awalnya aku berencana hanya meminta izin, setelah itu mengerahkan kelompok Luke untuk mengurus evakuasi. Jika Keluarga Walters berencana untuk mengambil pekerjaan itu juga maka aku tidak keberatan, malah aku sangat tertolong dengan begitu. Aku tidak cukup berterima kasih. Jadi sampaikan salamku kepada Emily ketika kau kembali, aku akan membalas semuanya di lain waktu."
"Baik," balas Cheryl. "Jika sudah selesai, bisakah aku bertanya apa yang terjadi padamu setelah kembali dari rumahku?"
Cheryl telah cukup lama menahan diri dari menyebut topik itu, dia masih khawatir tentangnya.
Edwin sadar ke arah mana topik akan berkembang. Berbahaya, pikirnya.
Jika Cheryl mengetahui apa yang terjadi kemarin, dia akan bersenang-senang dan tertawa seperti orang gila jika Edwin menceritakan kebenaran tentang kesialannya. Beberapa hari ke depan Cheryl akan terus menyebutkan tentang cerita tersebut sebagai bahan ejekan. Begitulah sifat adiknya yang dia tahu, iblis kecil yang tidak mengerti caranya menahan diri.
"Sudah kubilang kalau aku kehujanan. Kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu," katanya dengan gugup.
"Lalu kenapa kau bisa kehujanan? Kalau berdasarkan perkiraan, Kak Ed seharusnya sampai di apartemen ini beberapa jam sebelum hujan turun, bukan?" Cheryl terus mengejar dengan pertanyaan lain.
"Y-ya, untuk hal itu, aku tidak bisa menceritakannya. Yang bisa kukatakan adalah, banyak hal yang telah terjadi." Dia mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat.
"Benarkah?" Cheryl memandangnya dengan curiga.
"Apa kau tidak percaya padaku−? Meski aku tahu kalau kau punya kompleksitas, tapi aku tidak mengira akan separah ini sampai ingin tahu seluruh kegiatanku."
Edwin mengandalkan caranya yang biasa dengan membuat lelucon bodoh agar bisa kabur dari kecurigaan adiknya.
"Hah-haaaahhh!? Aku menanyakannya hanya karena aku khawatir," teriak Cheryl. Emosinya bergejolak mendapat tanggapan yang tidak terduga.
"Hei, Cheryl, jangan teriak. Kau membuat kepalaku sakit."
Volume suaranya cukup untuk membuat sakit di kepalanya berdenyut dengan lebih intens.
Cheryl tidak peduli, dia memalingkan wajahnya. "Terus, kenapa wanita ular itu bisa ada di sini?"
Dia merasa tidak perlu lagi khawatir pada kakak idiotnya itu karena dia tetap memberinya pertanyaan bahkan ketika kakaknya masih memegangi kepalanya.
"Oh, Rin kah? Dia datang karena khawatir setelah tahu kalau aku tidak menghadiri kelas hari ini. Dia menyelamatkanku kali ini, aku tidak tahu apa yang terjadi kalau dia tidak datang."
Jawabannya membuat Cheryl menjadi lebih tidak senang.
"Meski begitu kau harus hati-hati pada wanita itu, kak. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya dia rencanakan."
Terutama tentang seragam pelayannya itu, pikirnya.
Dia tidak mengerti apa yang dipikirkan wanita itu dengan mengenakan seragam pelayan ketika dia pertama kali melihatnya di pintu masuk. Dia sudah tahu ada sesuatu yang direncanakan wanita itu, karena dia percaya kakaknya tidak mungkin akan memintanya memakai pakaian semacam itu.
"Cheryl, kau tidak boleh berkata seperti itu tentang Rin. Kau harus tahu kalau Rin itu orang baik."
Meskipun Cheryl tahu bahwa ucapan kakaknya tidak dimaksudkan untuk membela Rin, entah kenapa dia tetap kesal tentang itu.
"Oh begitu! Lalu apa yang kau lakukan dengan membuat orang baik yang merawatmu itu mengenakan seragam pelayan?" Dia tersenyum sinis dan berkata dengan tajam.
"Huh? Bukan aku yang menyuruhnya." Edwin mengelak dengan tegas.
"Heh, aku tidak menyangka bahwa kakakku adalah laki-laki berbudaya . Aku memutuskan untuk datang ke apartemennya, tapi yang aku dapatkan adalah memergoki dirinya sedang memenuhi kegemaran menyimpangnya dengan memainkan permainan tuan dan pelayan. Jadi inikah alasanmu ingin tinggal sendirian?" Masih dengan senyum yang sama, dia sungguh menatapnya seperti sampah.
"Tentu saja tidak, aku tidak menderita ketertarikan seksual yang aneh!! Jadi tolong jangan menatap seolah aku adalah manusia rendahan seperti itu."
Tentu menyakitkan dipandang seperti itu oleh adiknya sendiri, Edwin meringis sebagai tanggapan.
"Aku tidak percaya padamu. Kau menikmati melihatnya, bukan?" Cheryl mengamati wajah pucat kakaknya berubah memerah. "Mesum! Cabul! Mati sana!"
"Kenapa kau marah. Itu tidak penting bukan. Aku hanya merasa berterima kasih, karena dia mau meluangkan waktunya merawatku meski dia sudah memiliki kekasih."
"Hah, apa maksudmu?"
Cheryl tampak tidak mengerti maksudnya.
"Apa aku mengatakan hal aneh?" Tapi Edwin malah balik bertanya.
Mereka saling menatap mencoba meraba maksud satu sama lain.
(Eh, mungkinkah?)
Cheryl memenangkan pertandingan ketika berhasil keluar lebih dulu dengan kesimpulan setelah dia mencerna arti dari kata-kata kakaknya.
Dia ingin sekali tertawa setelah mengetahui kesalahpahaman yang dibuat kakaknya. Dan amukan kecilnya juga menghilang secepat itu terjadi. Dia dalam sekejap kembali ke keadaan normalnya.
"Jadi kau tahu kalau dia punya kekasih?"
"Ya, aku melihat dia begitu dekat dengan anak pertama dari Keluarga Wimsey− Julian namanya, kalau aku tidak salah. Aku rasa dia juga kakak dari gadis kecil yang kemarin ada di rumahmu. Mereka adalah kekasih, bukan? Atau aku salah?"
Edwin menyampaikannya dengan nada ringan, menandakan kalau dia tidak begitu peduli, bahkan jika dia salah paham mengira hubungan mereka.
"Ti-tidak, kau benar. Mereka adalah kekasih bahkan mereka sudah membicarakan tentang pernikahan."
Cheryl membalas dengan tergagap. Menambahkan cerita lain yang sudah jelas bahwa itu adalah karangannya, sebagai caranya untuk lebih menyesatkan kesalahpahaman kakaknya.
"Secepat itu? Aku tahu kalau dia akan mewarisi posisi Kepala Keluarga Wimsey. Ya tidak masalah, aku rasa mereka berdua cocok. Tapi sepertinya aku harus mempertimbangkan mencari pengganti Rin sebagai interogator di Keluarga Albern kalau begitu."
Cheryl merasa sedikit kasihan pada Rin yang sejak awal tidak dianggap sebagai lawan jenis dalam arti yang romantis. Tapi dia tidak merasa bersalah atas apa yang dia lakukan, dia mengira kakaknya yang bersalah karena tidak memahami hubungan mereka, sehingga sifat licik yang ada dalam dirinya menginginkan agar kesalahpahamannya berkembang menjadi lebih menarik.
"Begitulah. Karena itulah kau harus menjaga jarak darinya, Kak."
Cheryl menyarankan tidak atas dasar rasa cemburu, dia tidak memiliki perasaan romantis semacam itu pada kakaknya. Cheryl cuma merasa wanita itu tidak layak untuk kakaknya, jadi dia berusaha menjauhkan mereka.
"Kau benar. Aku tidak boleh mengganggu hubungan orang lain. Sangat disayangkan harus kehilangan orang berbakat seperti Rin. Tapi karena dia sudah memilih masa depannya aku tidak bisa memaksanya untuk terus bekerja di keluargaku."
***