Chereads / Fatal Twin / Chapter 1 - Chapter 1: Nina Argenta

Fatal Twin

Azumi_Fuyuka
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 16.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 1: Nina Argenta

Ditengah jalanan kota yang cukup ramai, seorang gadis berjalan dengan tergesa-gesa. Ditangannya ia menenteng sebuah keranjang. Dari yang terlihat, keranjang itu berisi bermacam-macam sayuran-sayuran.

"Aku harus segera kembali..."

Gadis ini mengenakan setelan maid berwarna hitam dan putih. Lalu, sepatunya juga berwarna hitam lengkap dengan stocking berwarna putih setinggi lutut.

Rambutnya yang hitam panjang, ia ikat dengan model ponytail menggunakan sebuah ikat rambut berwarna putih.

Ia kemudian berhenti tepat didepan jalan kecil, sebuah jalan gang.

"Mungkin lewat sini saja."

Tanpa pikir panjang, ia masuk ke jalan itu.

Jalan yang ia lalui ini tampak sepi. Dan sepertinya jalan ini merupakan jalan yang jarang dilewati oleh orang banyak.

Setelah beberapa saat berjalan, ia terhenti. Didepannya, bersandar di tembok, seorang pria dewasa. Tubuhnya tinggi besar. Penampilannya seperti seorang preman. Sepertinya dia bukanlah orang yang baik.

"Hei, nona. Punya waktu sebentar?"

Pria itu berjalan mendekati seorang gadis itu.

"Ada perlu apa denganku?"

Gadis itu bertanya dengan nada bicara yang tenang.

"Nona, ikutlah denganku... Hanya sebentar saja."

Pria yang menghadangnya berusaha mengatakannya dengan nada yang sopan.

"Maaf, aku tidak bisa. Aku sedang sibuk."

Gadis itu menolaknya sambil memberikan sebuah senyuman kecil. Ia berusaha untuk tetap tenang.

"Ayolah, aku tidak bermaksud jahat, kok."

* * *

Tak jauh dari tempat mereka berdua. Disebuah pertigaan jalan.

"Pakaian ini memalukan..."

Seorang gadis(?) mengatakannya sambil memegangi ujung bawah gaun pendek berwarna putih yang ia kenakan. Baju itu dihiasi dengan motif bunga dan garis-garis yang berwarna biru gelap.

Rambut panjangnya yang berwarna violet ia biarkan terurai. Kedua matanya juga memiliki warna yang serupa. Dia terlihat sangat manis.

"Pemilik toko itu mengerikan."

Gadis itu menghela nafas.

"Aku harus segera pulang."

Dia menyempatkan diri untuk melihat-lihat keadaan sekitar. Dari arah sebelah kanan, ada yang menarik perhatiannya.

* * *

"(Apa aku putar balik saja? Tapi, jika putar balik, pasti memakan banyak waktu. Selain itu, kafe sebentar lagi sudah mau buka. Gimana ini?)

Gadis itu bimbang.

"(Mungkin cara itu akan berhasil, aku harus mencobanya.)"

Gadis itu telah memutuskan.

"Sekali lagi, aku tetap tidak bisa. Permisi..."

Lalu gadis itu dengan setengah berlari berusaha menghindari pria itu. Tetapi...

Pria itu menghalanginya dengan cara memukulkan telapak tangannya ke tembok dan membuat suara yang lumayan keras.

"Kau tidak akan bisa kabur, nona."

Gadis itu sedikit terkejut dan memundurkan tubuhnya.

"Ayolah, hanya sebentar saja."

"Hei, biarkan dia pergi!"

Pria itu membalikkan badannya. Datang seorang gadis yan lain. Sedangkan gadis maid itu menjauh dari pria yang menghadangnya.

"Siapa kau? Teman gadis ini?"

"Bukankah dia tidak mau? Jadi kau jangan memaksanya."

Gadis itu mengatakannya dengan nada yang tegas.

"Kau jangan ikut campur."

Namun, pria itu menyadari sesuatu.

"Oh..."

Pria itu memegangi dagunya, tersenyum, serta memandangi dengan seksama gadis lain yang ada dihadapannya.

"Ada apa?"

Gadis itu seperti terganggu dengan yang pria itu lakukan. Sedangkan gadis maid itu masih berdiri dibelakang pria itu.

Hidung gadis madi itu mencium sesuatu.

"(Dia...)"

Gadis maid itu memperhatikan gadis yang berusaha untuk menolongnya.

"(Benar!)"

Gadis itu mendapatkan ide.

Dengan wajah yang senang pria itu mengatakannya.

"Hari ini aku beruntung sekali, kalian ber-"

"Sayang!"

"Heh?"

"Hah?"

Gadis dan pria itu sama-sama terkejut.

Gadis maid itu dengan setengah berlari mendekati gadis yang baru datang itu dan memeluk lengan kanannya. Membuat payudaranya yang besar bersentuhan dengan lengannya.

Wajah gadis yang dipeluk oleh gadis maid itu menjadi memerah.

"Tu-tunggu!"

Gadis maid itu membisikkan sesuatu kepada gadis yang berusaha untuk menolongnya.

"Serahkan saja padaku."

* * *

"Dia adalah pacarku..."

Pria itu terkejut.

"Pa-Pacarmu, kau bilang?"

Ekspresi wajah pria itu seolah menunjukkan dia tidak percaya.

"Benar sekali..."

"Tapi, kalian ini bukannya-"

"Memangnya masalah?"

Gadis maid itu mengatakannya dengan bangga.

"Ti-tidak mungkin..."

"Selama kami saling mencintai, itu tidak menjadi penghalang. Kau lihat 'kan? Aku punya pacar. Jika aku pergi denganmu, pacarku akan cemburu."

Sedangkan gadis itu hanya bisa diam, tak tahu apa yang harus dilakukan.

"Tidak mungkin... Kau pasti bohong?"

"Bohong darimana, lihat kami ini sangat cocok. Benarkan, sayang?"

Gadis maid itu sedikit memperkuat pelukannya.

"I-iya."

Dengan gugup, gadis itu menjawabnya.

Wajahnya pria itu seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Oh, iya. Kita harus segera pergi. Dah."

Gadis maid itu melambaikan tangannya kepada pria itu.

"Ayo, sayang."

Mereka berjalan meninggalkan pria yang kebingungan itu.

* * *

Setelah beberapa saat mereka berjalan, mereka sudah berada cukup jauh dari pria tadi.

"Syukurlah... Ternyata dia cukup mudah untuk dibodohi."

Gadis itu menghembuskan nafas lega.

"Maaf. Ini..."

Gadis itu menyadari sesuatu.

"Benar."

Gadis itu langsung melepaskan pelukannya.

"Maaf."

"Terimakasih sudah menolongku. Dan juga, aku juga minta maaf atas apa yang telah aku lakukan."

"Iya, gapapa kok. Hanya saja... Itu..."

"Itu?"

Gadis maid itu tersenyum. Mengerti apa yang dia bicarakan olehnya.

"Tapi kamu menyukainya kan?"

"Suka?"

"Eh?"

"Habisnya kamu itu laki-laki kan?

"Kamu bisa menyadarinya.

"Tentu saja. Penciumanku tidak mungkin salah."

"Penciuman? Apa maksudmu?"

"Ah itu... Bukan apa-apa kok."

Gadis maid itu berusaha untuk tidak meneruskan pembicaraan itu.

"Gitu, ya."

Sedangkan gadis itu terdiam sebentar.

"Tapi, aku senang. Akhirnya ada orang lain yang bisa menyadari bahwa aku adalah seorang laki-laki."

"Maksudmu?"

"Selama ini, orang-orang mengira aku ini seorang perempuan. Aku tidak menyangka kamu bisa menyadarinya."

"Berarti aku ini yang pertama?"

Wajahnya tersenyum mengembang.

"Iya. Tapi, kenapa kamu senang?"

Gadis itu meletakkan jarinya didepan bibir.

"Rahasia."

Gadis maid itu memandang jauh kedepan.

"Cewek juga punya hal yang tidak bisa mereka beritahu kepada orang lain."

Lalu menolehkan kepalanya dan memandangi orang yang ada disampingnya serta tersenyum.

"Oh, iya. Aku belum pernah melihatmu. "

"Ah. Aku dan adikku baru pindah kesini kemarin."

"Gitu, ya. Pantas saja. Oh iya, siapa namamu?"

"Kamu bisa memanggilku Ash."

"Ash, ya? Kalau begitu, perkenalkan. Namaku Nina Argenta. Panggil saja Nina."

"Nina ya? Baiklah."

Nina menjulurkan tangan kanannya. Ash menanggapinya dengan berjabat tangan dengannya.

Mereka berdua tersenyum.

"Jadi, mulai sekarang kita sudah berteman."

"Iya."

Nina menjawabnya dengan nada yang gembira.

Mereka melanjutkan perjalanannya. Sambil berjalan, Nina terus memandangi Ash.

"Ada apa?"

"Nggak, kok. Tapi, kenapa Ash memakai pakaian seperti itu?"

"Ah. Ceritanya panjang."

Ash menjawabnya sambil tersenyum kecil.

"Tapi, itu bukan hobimu kan?"

Nina mengatakannya dengan nada yang sedikit menggoda.

"T-Tentu saja bukan."

"Seriusan?"

"Beneran, kok."

"Heh. Tapi, gaun yang kamu pakai itu benar-benar cocok denganmu. Kamu juga sangat manis."

Nina mendekatkan wajahnya sehingga kedua wajah mereka berdekatan serta membuat mereka terpaku untuk beberapa saat.

"Kamu benar-benar cantik."

Ash memalingkan wajah dan dengan sedikit malu ia mengatakannya.

"Tapi kamu juga manis."

"Benarkah?"

Nina bertanya dengan nada yang menggoda.

"Iya, baju maid yang kamu pakai benar-benar cocok."

"Terimakasih."

Nina tersenyum.

"Benar. Bagaimana kalau makan siang di kafe tempatku bekerja. Kebetulan sebentar lagi mau buka."

"Kalau itu... Maaf, ya."

"Kenapa?"

"Untuk makan siang, kebetulan saat ini adikku sedang menyiapkannya."

"Begitu, ya. Sayang sekali. Ah, gimana kalau makan malam?"

"Makan malam ya? Mungkin bisa."

"Harus datang ya."

"Iya, akan kuusahakan."

Akhirnya, mereka sampai ke jalanan yang lebih besar. Kondisi ramainya perkotaan juga sudah terasa. Banyak orang-orang yang berlalu-lalang.

"Kafeku ada disebelah sana."

Nina menunjuk sebuah tempat yang ia sebut kafe tempatnya bekerja. Kafe itu cukup dekat, hanya terhalang beberapa bangunan dengan bangunan yang ada dihadapan mereka.

"Baiklah. Kalau aku lewat sini."

Ash menunjukkan arah jalan yang sebaliknya.

"Rumahku ada diujung jalan ini."

"Benarkah? Mungkin kapan-kapan aku mampir ke rumahmu, boleh?"

"Boleh, kok."

"Nanti, jika ada waktu luang aku akan datang untuk main."

"Iya. Ashe juga pasti senang."

"Ah, aku harus segera kembali. Kalau gitu, sampai jumpa."

Nina melambaikan tangan kanannya dan Ash membalas lambaian tangan Nina.

"Iya, sampai jumpa."

Nina meninggalkan Ash sedangkan Ash masih berdiri, melihat Nina yang berjalan dengan cepat meninggalkannya.

Ash mulai melangkahkan kakinya. Tetapi, baru beberapa langkah...

"Ash..."

Suara teriakan seorang gadis. Suara Nina.

"Jangan lupa, ya."

Setelah mengatakannya, Nina langsung berlari menuju arah kafe sehingga Ash tak sempat menanggapinya.

"Iya, aku tidak akan lupa."

Kata Ash pelan.