Berdiri dengan menyedihkan dua orang yang memiliki rupa yang persis. Benar-benar persis bagaikan pohon pinang yang dibelah dua, tak ada bedanya. Itu karena mereka merupakan kakak beradik, sepasang saudara kembar.
Mereka berdua berdiri saling berdampingan. Pakaian yang mereka kenakan sudah hampir rusak. Luka juga sudah memenuhi tubuh mereka. Nafas mereka juga terengah-engah. Wajah mereka berdua menunjukkan bahwa mereka sudah sangat kelelahan. Energi mereka telah terkuras habis setelah bertarung habis-habisan dengan sosok mengerikan yang ada dihadapan mereka.
Dihadapan mereka berdua, terpisah dengan jarak yang tidak begitu jauh, berdiri sesosok yang mengenakan jubah hitam. Hampir seluruh tubuhnya ditutupi jubah tersebut. Hanya bagian wajahnya yang terlihat, itupun hanya berupa hitam kegelapan yang kosong. Aura kegelapan dan rasa balas dendam yang besar menyelimuti dirinya. Tak salah lagi, dia merupakan seorang penyihir yang menganut sihir kegelapan.
Ia sendiri tidak sendirian. Monster itu memiliki wujud yang menyerupai singa tetapi dengan ukuran kepala yang lebih kecil. Seluruh tubuhnya diselimuti oleh bulu lebat yang berwarna hitam legam. Kedua matanya berwarna ungu menyala. Dari mulutnya, sepasang gigi taring menonjol keluar. Ditambah ujung ekornya berbentuk seperti ujung tombak, monster yang merupakan peliharannya itu tampak sangat mengerikan.
"Saatnya untuk mengakhiri ini. Dengan begitu, penderitaan kalian akan berakhir."
Suara penyihir itu samar. Tak jelas apakah dia merupakan seorang pria atau seorang wanita.
Lalu, tepat setelah mengatakannya, sosok berjubah hitam itu mengangkat tangan kirinya. Dari tangannya muncul pusaran kecil yang secara perlahan berubah menjadi sebuah bola sihir yang berwarna ungu gelap.
Kakak beradik itu tampaknya sudah pasrah. Mereka sudah tidak mempunyai kesempatan lagi. Serangan dari penyihir itu sepertinya akan menghabisi mereka.
"Kak Ash..."
Sang adik mengatakannya dengan suara yang putus asa. Sang kakak menatap adiknya, ia tahu bahwa ia juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Apa ini?!"
Mereka berdua terkejut. Tiba-tiba tubuh mereka berdua diselimuti cahaya putih transparan. Kepala mereka terasa sakit, namun rasa sakit itu hanya sebentar. Sesuatu seperti memberitahu apa selanjutnya hal yang harus mereka lakukan.
Sekarang bola sihir itu telah tumbuh dan berukuran jauh lebih besar daripada sebelumnya.
"Enyahlah kalian dari dunia ini!"
Kemudian, penyihir itu mendorong bola sihir tersebut kearah kakak beradik itu. Bola sihir tersebut meluncur dengan kecepatan yang luar biasa.
Ketika bola sihir tersebut hendak mencapai mereka, sang kakak mengangkat tangan kirinya dan sang adik mengangkat tangan kirinya. Tubuh mereka makin bercahaya. Lalu, tepat didepan didepan mereka, perlahan muncul cahaya yang secara perlahan membentuk sebuah sosok berbentuk manusia.
Bola sihir yang dilepaskan penyihir itu mencapai tempat mereka berdua, meledak serta memunculkan asap yang tebal.
Penyihir itu tertawa dengan keras, merasa bahwa serangannya telah berhasil mengakhiri kakak beradik yang malang itu. Namun, dia salah.
Kepulan asap itu perlahan menghilang dan disana, kakak beradik itu berhasil selamat. Mereka terlindungi dengan sebuah penghalang berbentuk bola yang mengelilingi mereka. Pelindung itu diciptakan oleh sosok yang ada tepat didepan mereka.
Kakak beradik itu tidak yakin dengan apa yang terjadi selanjutnya dan bahkan dengan apa yang telah mereka lakukan. Mereka berdua jatuh tak sadarkan diri.
"Apa?!"
Penyihir itu kaget. Ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihat olehnya.
Pelindung itu perlahan menghilang menjadi butiran-butiran cahaya. Dan sosok putih itu juga mulai menunjukkan wujudnya. Namun cahaya putih yang tipis masih menyelimuti dirinya.
Ia ternyata merupakan seorang wanita, lebih tepatnya seorang ksatria wanita. Ia memiliki rupa yang sama persis dengan kakak beradik itu, tetapi dengan aura yang lebih dewasa.
Ia mengenakan pakaian semacam gaun berwarna putih yang terlihat sangat megah. Beberapa pelindung juga ia pasang ditubuhnya. Rambut panjangnya yang berwarna perak terurai.
Ia tidak membawa pedang seperti pada kebanyakan ksatria. Melainkan ia memegang senjata berupa sebuah tombak panjang.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa kau?"
Sekarang penyihir itu menjadi panik.
Sosok ksatria wanita itu perlahan mengangkat wajahnya. Matanya yang berwarna biru membuatnya terlihat begitu mempesona. Raut wajahnya terlihat begitu tegas dan serius. Rasanya ia bukan orang yang cocok untuk diajak bercanda.
Ksatria itu sama sekali tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia terlihat begitu dingin.
"Jangan-jangan kau..."
Sosok ksatria itu mengarahkan tombaknya ke arah penyihir itu membuatnya tersentak mundur. Sepertinya, itu berhasil membuat penyihir itu gentar. Ia mengangkat tangannya ke arah ksatria itu.
"Ayo Verus!"
Monster yang ada disamping penyihir itu mengerti apa yang dimaksud oleh tuannya. Ia menerjang ke arah tempat mereka bertiga berada.
Sekarang, ksatria itu menghempaskan tombaknya kesamping. Kedua kakinya menahan ke tanah, mengambil tenaga untuk meluncur. Ia lalu meluncur dengan cepat dan bertemu dengan monster itu.