Dengan setengah berlari aku meninggalkannya. Seorang laki-laki yang baru kukenal beberapa saat yang lalu. Namanya Ash. Awalnya aku mengira dia adalah seorang perempuan, namun dia ternyata benar-benar seorang laki-laki.
Dia sendiri memakai pakaian perempuan. Namun aku tidak tahu alasan dia memakainya. Dia hanya bilang ceritanya panjang. Dia tidak bercerita lebih jauh, mungkin aku bisa bertanya kepadanya lain waktu.
Sebagai laki-laki, dia benar-benar manis. Orang lain pasti akan mengiranya seorang perempuan. Mungkin bukan karena indera penciumanku, aku pasti akan menganggapnya sebagai perempuan. Indera penciumanku lebih kuat, sehingga aku lebih bisa membedakan mana bau seorang perempuan dan mana bau seorang laki-laki.
Dia masih terbayang di pikiranku. Ekspresi wajahnya itu begitu manis dan lucu. Entah kenapa hal itu membuat hatiku senang. Mungkin aku terlalu berlebihan dengan sedikit menggodanya tadi.
Sekarang aku sudah berada di depan kafe. Tempatku bekerja sebagai seorang pelayan. Sebuah pekerjaan yang telah aku lakukan selama lebih dari setahun.
Didepan kafe ini ada sebuah papan yang bertuliskan bahwa kafe ini masih tutup. Aku bersyukur bisa kembali tepat waktu. Aku langsung masuk melalui pintu depan yang sudah terbuka lebar. Tentu saja masih sepi. Meja-meja yang tersedia masih kosong. Hanya ada satu yang kulihat. Seorang pelayan yang sedang mengelap meja.
Dia juga sama mengenakan pakaian maid sepertiku. Rambut panjangnya yang berwarna coklat dia ikat dengan sebuah ikat rambut putih.
"Selamat pagi, Carol."
"Pagi, Nina. Habis berbelanja?"
Dia menghentikan sementara pekerjaannya dan mengatakannya dengan nada yang datar.
"Iya."
Kataku sambil menunjukkan keranjang belanjaan yang kubawa.
Ibunya Carol menyuruhku pergi berbelanja. Sebenarnya tadi pagi dia sudah menyuruh salah satu pekerja lain yang ada disini untuk berbelanja, namun ternyata ada beberapa bahan yang kurang. Aku sendiri yang menawarkan diri untuk pergi berbelanja.
Aku sudah cukup sering pergi berbelanja. Namun, biasanya untuk urusan belanja ibunya Carol selalu menyuruh pekerja di bagian dapur.
Saat berbelanja tadi, pasar lebih ramai daripada biasanya. Ketika aku datang ke penjual langganan, ternyata bahan-bahan yang diperlukan sudah habis. Jadi aku berkeliling pasar untuk mencari ke penjual lain sehingga memakan cukup waktu.
"Oh ya, kata ibu, kamu perginya sudah lama. Apa terjadi sesuatu?"
"Ah, tadi kebetulan pasarnya lagi ramai dan di penjual yang biasa bahan yang dibutuhkan sudah habis jadi aku cari ke penjual lain. Lalu, juga ada sedikit masalah. Tapi, jangan khawatir, bukan masalah yang serius kok."
"Kalau begitu, syukurlah. Ibu bilang dia khawatir, takut terjadi sesuatu kepadamu."
Carol sepertinya menyadari sesuatu.
"Ngomong-ngomong, kamu kelihatannya lagi senang, memangnya ada apa?"
"Ah, itu... Nggak ada apa-apa, kok. Biasa aja."
Aku menggelengkan kepala. Untuk sekarang, aku putuskan untuk tidak memberitahukan padanya perihal masalah itu. Tentang kejadian aku dihadang seorang preman dan Ash datang menolongku.
"Begitu ya, aku tidak akan bertanya lebih jauh lagi."
Carol memilih melanjutkan pekerjaannya, membersihkan meja. Dia memang tidak terlalu suka mencampuri urusan orang lain.
"Kalau gitu, aku ke dapur dulu."
Aku meninggalkannya.
Oh iya, biar kuperkenalkan. Dia merupakan anak dari pemilik kafe ini. Namanya Carol. Aku bersama Carol bekerja disini sebagai pelayan. Dia memutuskan bekerja disini untuk membantu orang tuanya.
Lalu, dia dua tahun lebih tua daripada aku. Jadi, bisa dibilang dia merupakan kakakku. Tapi, dia meminta kepadaku untuk memanggilnya Carol saja. Katanya, dia lebih senang dipanggil begitu.
Nada bicaranya memang datar. Dia juga orang yang kaku. Wajahnya jarang berekspresi. Membuat kita tidak bisa menebak apa yang dipikirkan olehnya. Sikapnya yang dingin seolah menunjukkan ia tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Namun, dibalik sikapnya yang seperti itu sebenarnya dia merupakan orang yang baik.
Aku sampai di dapur. Bibi Sella ada disana. Dia adalah ibunya Carol sekaligus pemilik kafe ini. Kulihat juga dua orang lainnya. Mereka membantu Bi Sella mengurus makanan di kafe. Aku menyerahkan barang belanjaan padanya.
Berbeda dengan pakaianku dan Carol, dia memakai sebuah setelan panjang yang dilapisi sebuah celemek putih.
Usia sekitar awal empat puluhan. Ia memiliki penampilan yang mirip dengan Carol, yaitu sama-sama memiliki rambut yang berwarna coklat. Di usianya yang sekarang, ia masih terlihat cantik.
Dia bertanya kenapa aku pergi belanja sedikit lebih lama daripada biasanya. Kuberitahu hal yang sama seperti aku sampaikan kepada Carol.
"Bibi khawatir terjadi sesuatu padamu. Syukurlah kalau kamu tidak kenapa-napa. Untuk sekarang, Nina tolong bantu Carol bersiap-siap. Soalnya kafenya sebentar lagi buka."
"Baik, bi."
Aku menganggukkan kepalaku sebagai tanda mengerti dan segera mengerjakan apa yang diperintahkan olehnya.
Fokus, waktunya bekerja!