Chereads / Penculik yang memikat / Chapter 23 - PERJALANAN SORE

Chapter 23 - PERJALANAN SORE

Harsya menatap pria itu sejenak.

"Tentu, tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan kepadaku," balasnya sembari mengambil segelas air putih untuk Ansel.

"Apa kau tau siapa yang menabrak Rawnie saat itu? Apa pelakunya sudah dipenjarakan?"

Harsya menggeleng kecewa. "Tidak ada bukti yang cukup kuat untuk menarik mereka kedalam jalur hukum. Waktu itu memang ada beberapa saksi, namun sayangnya tidak ada yang mau berbicara, sepertinya memang mereka telah disuap untuk tutup mulut akan hal ini."

"Kalo begitu tentu akan membahayakan Rawnie. Aku bisa melihat dengan jelas jika mobil itu memang sengaja berjalan lurus tepat sasaran mengarah kepada Rawnie," jelas Ansel mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari yang lalu.

"Apa sebenarnya banyak yang membenci Rawnie sehingga beberapa orang bisa senekat itu kepadanya."

Harsya mencoba berpikir terlebih dahulu sebelum menjawab. "Jika ditanya soal alasan sebenarnya mereka melakukan hal itu tentu aku tidak bisa jawab. Tapi salah satunya mengukin karena rasa iri atas pencapaian besar yang didapatkan Rawnie saat ini."

"Jika seperti itu mulai sekarang dia harus lebih waspada lagi. Orang yang menjatuhkan biasanya akan bertindak lebih jauh walaupun dengan risiko yang tinggi. Ia tidak peduli dengan hal setelahnya, yang mereka tau hanyalah bagaimana cara menyingkirkannya saja."

Ansel melanjutkan makannya, memasukkan suapan terakhir yang tersisa di piring. Setelahnya ia mengambil air putih untuk diminum.

"Kau terlihat peduli dengannya sekarang."

Uhukk.. uhukk..

Ansel tersedak akibat terkejut dengan penuturan Harsya barusan.

"Aku hanya berpikir kritis saja. Lagipula benar kan apa yang aku katakan tadi, banyak orang-orang jahat di sekeliling kita jadi mau tidak mau kita harus mengantisipasinya."

Harsya tersenyum simpul. "Sepertinya sekarang kau sudah tahu dan paham akan sisi lain dari Rawnie. Sini piringnya biar aku cucikan."

"Harysa."

Harsya yang hendak mengambil piring akhirnya mengurungkan niat. "Ada apa Ansel?"

Ansel mendekatkan tangannya dan tidak sengaja menyentuh pipi wanita itu. Hawa panas dingin segera menyerangnya.

"Ada kotoran di rambut mu, maaf jika aku lancang," ucap Ansel menunjukan kotoran yang berhasil ia ambil dari rambut Harsya.

"Terimakasih karena telah mengambilnya." Harsya segera menjauh dari meja makan sebelum perasaan aneh lainnya semakin menyerang dirinya.

Sambil mencuci piring detak jantungnya semakin tidak karuan. Padahal kejadian tadi telah berlalu tapi tidak dengan efek setelahnya.

Tolong jangan seperti ini kepadaku Ansel. Sikapmu membuat hatiku berdetak lebih kencang daripada biasanya, ah bisa-bisa aku gila nantinya.

***

Senja mulai beralih meninggalkan sang bumi. Bercak jingga di langit masih tertera di sana. Karena cuaca yang bagus terlihat bumi masih sedikit terang tidak gelap gulita seperti biasanya.

New Orleans, suasana kota di malam hari kala itu cukup padat dengan kendaran roda empat. Karena dikelilingi oleh banyak gedung pencakar langit tentu membuat jalanan terkihat terang akibat cahaya yang di dapat dari setiap gedung. Malam ini tepat sekali untuk para pengunjung menikamti suasana gembira di malam hari.

Seperti Rawnie dan juga Bora. Mereka berdua kini tengah berburu makanan sebelum keduannya pulang ke mansion tempat Rawnie tinggal. Di pinggiran jalan memang banyak street food yang begitu menggugah selera. Terkadang aroma makanan itu bisa tercium saat kita melewatinya dan membuka kaca pintu mobil.

"Kurasa sudah cukup. Lihat sudah banyak jajanan yang kita beli hari ini." Rawnie menenteng dua kantung plastik berisi makanan dikedua tangannya, begitu juga dengan Bora.

"Kau benar ini sudah lebih dari cukup. Tapi ada satu lagi yang ingin aku beli."

"Apa? Cepat katakan aku ingin cepat-cepat sampai ke mansion."

Bora melentikan jari menunjuk salah satu pedagang di sana. Gadis itu berjalan riang menghapirinya. Bora membeli dua permen kapas yang dibentuk sedemikian rupa. Namun Bora memilih bentuk hello kitty, baginya itu terlihat sangat lucu.

"Satu untukmu," Bora memberinya untuk Rawnie.

"Apa ini tidak salah? Kau sungguh memberikannya untukku?"

"Kalau kau tidak mau aku bisa mengambilnya kembali," ucapnya hendak merebut permen kapas itu dari tangan Rawnie.

"Aku mau. Thank Bora," tukas Rawnie cepat.

Ia mengangguk senang telah memberi permen itu untuk Rawnie.

"Aku sengaja membelikan untukmu agar kau bisa merasakan dibelikan permen kapas oleh seseorang, ya walaupun itu aku. Setidaknya kau bisa berhalu jika aku ini seorang pria impianmu. Aku tahu sebelumnya kau tidak pernah dibelikan permen kapas oleh pria."

Sikap baik yang Bora tunjukan ternyata tidak gratis begitu saja. Ada kesan mengejek didalamnya ya walaupun itu hanya sebuah candaan.

"Memang sekarang kau memiliki kekasih? Tidak 'kan? Lalu apa bedanya dengan diriku?"

Bora menopang dagu menimang-nimang perkataan sahabatnya.

"Kau benar Rawnie, tetapi dulu saat aku masih sangat terbuka kepada pria aku sering mendapatkan hal manis seperti ini dari mantan kekasihku, hanya saja untuk sekarang aku ingin berhenti melakukan hal itu, ingin fokus terhadap satu tujuan saja."

Rawnie menonyor pelan pelipis Bora dengan dagunya membuat gadis itu menggerutu karenanya.

"Sampai saat ini kau juga masih sama ya! Kau pikir aku tidak tahu kalau isi Line mu sudah seperti kontrakan laki-laki."

Sambil berjalan mereka saling berbincang.

"Bagaimana kau bisa tahu? Sejak kapan kau tahu sandi ponselku?" tanya Bora karena terkejut. Dia tidak pernah tahu jika sahabatnya ini telah membuka ponselnya.

"Anak kecil pun sepertinya bisa menebaknya. Aku tidak habis pikir dengan sandi yang kau buat di ponselmu itu sangatlah mudah ditebak."

Perempuan itu hanya tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya. Apa yang dikatakan oleh Rawnie memang benar. Bora menggunakan sandi ponselnya menggunakan pin yang bertuliskan angka satu sampai empat, sangatlah mudah.

"Ya mau bagaimana lagi aku kan pelupa jadi aku sengaja memakai pin yang mudah kuingat."

"Apa gunanya kau mengunci ponselmu jika seperti itu."

Pintu mobil Rawnie dibuka kemudian dia masuk kedalamnya, sama halnya dengan Bora. Mereka memang tidak memakai mobil yang sama sebab Bora menolaknya. Ia sengaja membawa mobil sendiri karena keesokan harinya dia ada job lain, tidak ingin merepotkan Rawnie untuk mengantar dirinya jadilah ia membawa mobilnya sendiri.

Kedua mobil tersebut melaju secara bersamaan. Tidak lama kemudian sampai pada sebuah pekarangan luas dimana Rawnie tinggal.  Mobil mereka dibiarkan parkir di depan pintu mansion kemudian ada beberapa pelayan yang nantinya akan memindahkannya.

"Rawnie apa kau merasa gerah? Entah mengapa pakaian yang ku kenakan saat ini membuatku penat, sungguh ini sangat panas," ucap Bora yang sudah tidak nyaman dengan pakaiannya.

"Aku tidak terlalu merasakan gerah, namun aku ingin cepat menggantinya. Baju ini sudah banyak terkena keringat ku."

"Ansel," panggil Rawnie saat melihat seseorang turun dari tangga.