"Halo, ini Dilan."
"Ada perlu apa, bocah nakal?"
Dilan berdecak tidak suka ketika sambungan ponsel ke ibunda, justru diterima oleh ayahanda. Dilan melirik ke arah pergelangan tangannya untuk melihat jam saat ini. Jam setengah satu siang. Tumben, siang hari begini ada di rumah? Apa ayahanda bertugas di malam hari?
Pekerjaan ayahanda adalah seorang detektif polisi sekaligus atasan dari Rama, sahabat baik Dilan. Dan Rama selalu mengeluh karena memiliki atasan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Dilan hanya bisa tertawa jahat pada Rama yang mendapatkan keberuntungan itu. Ha-ha-ha.
Kemudian Dilan mendekatkan ponselnya di mulut nya, lalu dengan sengaja menggigit kerupuk kriuk-kriuk, temannya menu makan siangnya, nasi uduk yang lezat. Suara decakan sebal dari lawan bicaranya, segera memenuhi telinga Dilan dan hal itu membuat hatinya langsung ceria.
Dilan selalu senang membuat jengkel hati ayahanda. Siapa suruh merebut ibunda dari tangannya? Ayahanda dan ibunda pemilik panti asuhan dimana Dilan bernaung, telah menikah setelah Dilan diasuh oleh ibunda selama dua tahun. Dilan yang merindukan figur wanita dewasa yang lembut, langsung jatuh cinta pada ibunda, si pemilik panti asuhan yang berbeda usia sepuluh tahun dengannya.
"Cepat bilang, ada perlu apa?"
"Ibunda mana? Aku kangen."
"Lagi repot. Tidak usah kangen-kangenan dengan istriku," sembur ayahanda sewot. "Cari duit saja sana, yang banyak. Asal jangan main tipu sana sini, nanti kalau ketangkap polisi, aku tidak mau mengakuimu sebagai keluarga. Sekarang cepat katakan, ada perlu apa kamu menelpon?"
Dilan memutar mata dengan sebal. Meski digalaki oleh ayahanda, Dilan tidak pernah merasa sakit hati. Itu hanyalah respon normal seorang pria yang posesif terhadap istrinya, karena ada laki-laki lain yang suka bermanja-manja pada istrinya. Meski dalam artian dirinya hanya dianggap sebagai anak asuh di mata ibunda. Namun di mata ayahanda, dirinya adalah rivalnya. Diluar itu, jika Dilan benar-benar mengalami masalah, ayahanda lah yang pertama kali turun tangan untuk membantunya. Tidak perlu diragukan lagi.
"Aku cuma mau minta izin, nanti malam tidak pulang. Mau menginap di.."
"Jangan menginap di rumah cewek yang tidak jelas ya!" potong ayahanda galak.
"Ck, di rumah Rama. Aku cuma mau menginap semalam di rumah Rama," jawab Dilan datar, lalu sekali lagi menggigiti kerupuk dengan penuh semangat.
"Sialan! Itu kerupuk nya diminggirkan dulu. Berisik!" omel ayahanda geram.
"Sampaikan itu pada ibunda. Bye." Klik.
Hari ini, Dilan pulang kerja on time. Dan kini, pukul delapan malam, Dilan kembali ke bengkel ketika semua orang sudah pulang. Tidak ada satu mobil atau kendaraan lain yang masih bercokol di lahan parkir karyawan ini. Tadi sore, Dilan bahkan sengaja meneriakkan keberadaannya yang akan segera pulang dan meninggalkan bengkel. Firasatnya mengatakan bahwa si pelaku pencurian akan beraksi lagi malam ini. Entah hal itu benar atau tidak, yang penting dirinya akan menuruti instingnya.
"Tidak terkunci?" gumam Dilan heran, ketika memasukkan kunci pintu bengkel dan memutarnya. "Siapa yang belum pulang?"
Dilan masuk ke area perawatan mobil itu. Suasana temaram dan sunyi. Hanya satu ruangan yang sinar lampunya masih berpendar melalui sela-sela celah pintu. Yaitu ruangan lady bos.
"Bos belum pulang? Tapi diluar tidak terlihat mobil bos?" gumam Dilan sambil mengusap tengkuknya. "Kenapa tadi aku tidak melihat ada lampu yang menyala sewaktu di parkiran? Aku terlalu tegang rupanya."
Dilan mendadak diterpa perasaan gelisah jika sudah memikirkan si lady bos. Sikap posesif terhadap lady bos bertumbuh subur di dalam hati Dilan. Entah siapa yang memberinya pupuk dan air, sehingga sikap posesif itu kini sudah memiliki akar yang kuat di hidup Dilan. Kemudian Dilan menggeleng kuat-kuat, ketika mengingat misinya kali ini. "Sudahlah, itu dipikir nanti saja. Sekarang aku harus memastikan sesuatu."
Dilan berjalan ke arah loker karyawan. Dilan mempunyai kunci cadangan untuk semua loker itu. Posisinya sebagai supervisor memungkinkan untuk melakukan inspeksi mendadak seperti saat ini. Dilan mendatangi loker terdekat, lalu membukanya.
"Astaga naga," seru Dilan kesal mendapati loker yang sangat aduhai aromanya. "Mereka lebih parah dari para balita yang di panti asuhan." Padahal para balita itu sudah dirawat super kinclong, tapi berselang dua jam kemudian, jangan ditanya bagaimana penampilan mereka, jorok penuh keringat dan kotoran.
Dilan menggelengkan kepala melihat kelakukan para laki-laki dewasa yang sebelas dua belas dengan para bocil itu. Ya ampun.. Jorok sekali. Dilan sampai harus menutup hidungnya, ketika membuka loker-loker itu. Loker berikutnya juga tidak kalah menjijikkan. Bau keringat dan apek menyeruak dari dalam loker. Semua loker itu tidak ada yang mencurigakan.
Dilan terkesiap ketika melihat loker terakhir. Loker Didik. Dengan sedikit syok, tangan Dilan terulur menyentuh satu jerigen minyak pelumas yang masih tersegel, dua lampu belakang, dan beberapa perlengkapan bengkel yang baru saja datang tadi pagi.
"Selama bekerja dengan Didik, aku tidak pernah melihat gelagatnya yang aneh. Didik memang suka memprovokasi orang, namun dia hanya besar mulut saja. Nyalinya pun tidak lebih besar dari anak es-de," gumam Dilan sambil mencubit dagunya dan memandang nanar barang temuannya itu.
"Atau.. jangan-jangan ada orang yang ingin mengkambing hitamkan Didik?" pikir Dilan sambil mondar-mandir di depan pintu loker yang terbuka. "Ck, semua orang tahu jika aku sering tidak sependapat dengan Didik. Tapi bukan berarti aku membencinya. Dan mungkin aku akan langsung mempercayai tuduhan yang dilontarkan seseorang bahwa Didik adalah pelaku pencurian itu, ketika aku melihat semua bukti ini," monolog Dilan seraya memandang semua barang-barang yang tersimpan rapi di loker Didik.
"Semisal Didik memang pencurinya, mana mungkin dia akan menyembunyikan begitu banyak barang di lokernya? Itu sama saja menembak di dadanya sendiri dengan telak," lanjut Dilan yang kini bersandar di loker miliknya yang bersebelahan dengan loker Didik.
"Atau mungkin saja, memang Didik adalah pelaku pencurian itu. Dia mengumpulkan semua barang yang diinginkan, lalu akan diambilnya ketika dini hari tiba. Hmm, itu juga satu kemungkinan,"ucap Dilan sambil meraih ponselnya. "Oke, aku akan mengambil foto bukti ini."
"Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan?" Dilan menghela nafas dan muram.
Kemudian Dilan mengambil semua barang dari loker Didik, lalu mengembalikan ke tempat asalnya. Besok kita akan melihat siapa yang akan terkejut. Mungkin itu bisa dijadikan referensi untuk menyelidiki orang itu lebih detail. Besok pagi, Dilan akan melakukan inspeksi mendadak pada loker karyawan. Selain untuk menangkap pencuri, juga untuk mensterilkan area loker bengkel agar terbebas dari virus dan kuman akibat kejorokan para penggunanya.
Dilan menutup semua loker dan menguncinya kembali. Kemudian mata Dilan menatap pintu ruangan bos yang tertutup. Jam manual di pergelangan tangan Dilan menunjukkan jarum berada di angka sembilan kurang lima belas menit. Namun, belum ada tanda-tanda lady bos akan pulang.
Dilan menggigit bibir bawahnya. Dilan merasa ragu untuk masuk, mungkin saja lady bos sedang bermesraan dengan barbie man, kekasihnya. Namun, hati kecilnya mendesaknya kuat untuk mengetuk pintu itu.
Tok-tok-tok...
Bersambung...