Tok-tok-tok...
"Bos? Anda masih di dalam?"
Hening.
Tok-tok-tok...
Hening.
"Bos?" panggil Dilan sekali lagi.
Dilan diam menunggu hingga satu menit berlalu, sebelum memegang gagang pintu dan membukanya dengan pelan. Dada Dilan sedikit bergemuruh. Dirinya merasa was-was akan disuguhi pemandangan tujuh belas tahun ke atas. Namun, semua pemikiran melantur bin mesum itu segera sirna, ketika melihat lady bos tertidur sendirian di sofa panjang.
"Huft." Dilan menghembuskan lega. Dilan melangkah lebih dalam dan mendekati tubuh lady bos yang sedikit meringkuk di sofa. Selimutnya sudah turun hingga ke betisnya.
Dilan memandang nanar sosok atasannya yang sedang terlelap itu. Dada Dilan terasa ngilu melihat lady bos nya yang bekerja keras membesarkan bengkelnya sendiri, tanpa bantuan dari keluarganya. Dan kini ada orang yang berniat jahat terhadap bengkel miliknya, dengan melakukan pencurian sparepart mobil.
"Aku akan sebisa mungkin membantu," janji Dilan pada bosnya yang tertidur nyenyak, sambil menarik garis bibirnya.
Kemudian Dilan berjalan mendekat, untuk memperbaiki selimut lady bos. Namun, Dilan tidak menyadari ada sebuah tas yang tergeletak melintang di bawah sofa. Karena terus berfokus pada sosok lady bos yang meringkuk di sofa, alhasil kaki kanan Dilan tersandung dan tubuhnya kehilangan keseimbangan.
Bruk...
Tubuh Dilan yang oleng, jatuh ke arah sofa, tempat lady bos berbaring. Untung saja, reflek Dilan bagus, sehingga dada bidang miliknya tidak sampai menyentuh tubuh lembut di bawahnya. Dilan menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya di kedua sisi kelapa lady bos. Tubuh Dilan membungkuk begitu dekat, hingga hidung Dilan bisa mencium aroma lembut milik lady bos yang menguar dari leher jenjangnya. Aroma parfum yang kini sudah menjadi wangi kesukaannya. Lady bos nampaknya tidak terganggu tidurnya, sebab matanya masih tertutup rapat. Dilan harus menahan nafas dan suaranya.
Dilan melirik ke tubuh belakangnya untuk mengatur posisi, agar ketika dirinya menegakkan tubuhnya nanti, pijakan kakinya mantap. Dilan memutar kepalanya dan bersiap untuk segera berdiri, karena sungguh tidak sopan sekaligus dapat menimbulkan kesalahpahaman, jika dirinya dipergoki seseorang dalam pose seperti ini.
"Dilan."
Suara bisikan lembut itu membuat tubuh Dilan membeku. Mata Dilan bertemu dengan mata lady bos yang sayu karena bangun tidur. Kekuatan Dilan seakan hilang, tersedot dalam kelembutan mata itu.
Manik berwarna coklat itu terlihat sangat jernih dan cantik. Dilan serasa tenggelam di kedalaman mata yang mempesona itu serta menemukan keindahan di dalamnya. Dilan tidak pernah menyadarinya, jika selama ini keberadaan tatapan polos nan cantik ini, telah tersamarkan oleh sinar mata yang tajam dan mulut yang galak.
Dilan sedikit tersentak ketika merasakan kedua sisi wajahnya sudah tertangkup oleh telapak tangan mulus itu. Dilan melirik ke arah kedua pipinya bergantian, yang menghangat karena sengatan aliran listrik yang lembut.
"Dilihat dari jarak dekat begini, ternyata kamu ganteng juga,"puji lady bos sambil menepuk lembut pipi Dilan.
Deg-deg-deg...
Mata Dilan membelak kaget. Lady bos menyentuhkan bibir padanya. Hanya beberapa detik, namun sentuhan ringan itu sanggup membangkitkan gairah Dilan. Dilan menggeram pelan dan segera bangkit berdiri, dari posisinya yang nyaris menindih lady bos.
Tidak boleh.. tidak boleh.. Dilan menggeleng keras, merutuki dirinya sendiri yang terpesona. Dilan berdiri jauh-jauh dari sofa, agar tidak terlena dengan magnet gairah yang sangat kuat menariknya. Dilan memutar tubuhnya dan memunggungi lady bos yang kini sudah bangkit berdiri dari sofa.
Ada batas tak kasat mata, yang tidak boleh dilanggar. Lady bos adalah atasannya. Dia juga sudah memiliki kekasih. Tidaklah pantas bagi Dilan untuk menginginkan lady bos. Jadi.. Dilan tidak mengerti mengapa lady bos mengecup bibirnya. Apa maksud kecupan itu? Dilan tidak berani bertanya. Dilan takut untuk mendengar jawaban dari bibir lembut itu.
"Anda akan pulang naik apa?" tanya Dilan mencairkan suasana yang canggung. "Mau.. kuantar pulang?"
Lady bos memandang Dilan yang berdiri canggung. "Kalau kamu tidak keberatan, aku tidak akan menolak tawaranmu," jawabnya mantap.
Kemudian terdengar suara srek-srek di belakangnya, membuat Dilan berbalik. Lady bos sedang membereskan meja kerjanya, kemudian meraih tas kerjanya yang diletakkan di lemari arsip. "Kupikir aku sudah siap untuk pulang sekarang."
"Baiklah."
Di lobi apartemen lady bos.
Namun kali ini, Dilan tidak berhenti di depan lobi. Dilan memarkirkan mobilnya di lahan parkir di samping lobi. Ada sesuatu yang perlu untuk diluruskan. Sentuhan dua bibir yang membutuhkan sebuah penjelasan.
"Bos, kenapa anda tadi menciumku?" tanya Dilan dengan suara lirih. Matanya memandang nanar orang-orang yang berlalu-lalang di area pejalan kaki di depan lobi.
"Mau jawaban jujur atau tidak?"
Dilan menoleh cepat ke arah lady bos duduk. "Jangan bercanda," sergah Dilan dengan sedikit membentak, karena merasa dipermainkan perasaannya.
Melihat Dilan yang emosi, lady bos mengangkat bahunya. "Mungkin aku salah mengira kamu sebagai orang lain."
Dilan mencengkram kuat kemudi mobil hingga memutih semua kuku jarinya. "Jelas-jelas anda tadi menyebut namaku, kenapa sekarang anda berkata salah mengenali orang? Aku tidak percaya omong kosong itu."
"Tidak masalah jika kamu tidak percaya."
Cklek. Lady bos membuka pintu, namun kembali tertutup karena Dilan menarik pintu itu hingga terbanting keras. Tanpa banyak bicara, Dilan menarik cepat tengkuk lady bos dan melahap bibir wanita yang menjadi atasannya itu. Dilan tidak peduli gosip atau rumor yang mungkin akan beredar. Yang dipedulikan Dilan saat ini adalah bagaimana memuaskan rasa dahaga nya akan bibir lady bos yang sudah memberikan sedikit kenikmatan berciuman.
"Sekarang anda tidak akan salah mengenali lagi. Kali ini pastikan untuk melihat dengan jelas, siapa yang telah berciuman dengan anda. Anda harus bertanggung jawab atas perbuatan anda sendiri," bisik Dilan sambil meraba lembut bibir atasannya yang sedikit membengkak karena ciumannya. "Biar malam ini, hanya namaku yang terucap dari bibir lembutmu." Dilan kembali mencium dengan intens.
"Dilan," bisik lady bos pelan dengan mata sayu.
Dilan menjauhkan diri dari lady bos. Dilan tersenyum lembut pada atasannya yang masih diliputi kabut gairah. "Aku tidak akan meminta maaf karena telah bertindak lancang dengan mencium anda. Tapi tenang saja, aku adalah laki-laki yang tahu diri. Status kita adalah atasan dan bawahan. Selain itu, anda juga sudah memiliki tunangan. Aku tidak akan merecoki hubungan anda. Anggap saja, ciuman ini hanya sebuah selingan mimpi yang indah."
Lady bos menepuk pipi Dilan. "Aku tahu kamu adalah laki-laki yang baik. Andai saja aku bisa menjadi wanita yang beruntung untuk memilikimu."
Dilan hanya memandang dalam diam, atasannya yang kini sudah membuka pintu mobil lalu melangkah keluar. Blam. Pintu mobil tertutup. Sebuah ketukan di kaca mobil, membuat Dilan menurunkan kaca jendela.
"Terima kasih atas tumpangannya. Aku selalu senang bila bersamamu," kata lady bos yang berbicara di kaca mobil yang terbuka. "Sampai jumpa besok. Night."
Bersambung...