"Pagi pak."
"Pagi pak."
"Pagi pak."
Sapaan saling bersahutan, ketika kali pertamanya Pratama masuk melalui lift karyawan, dengan sengaja Pratama melakukan sidak alias sidang mendadak.
Semua mata tertuju padanya, terutama karyawan perempuan yang begitu terpesona melihat sosok laki-laki tampan. Tak hanya tampan yang ia miliki, kecerdasaan dan kekayaan pun melekat sejak ia di lahirkan ke dunia ini.
"Selamat pagi semua nya, Ayoo semangat kerja nya..," Sahut Pratama dengan khas, Suaranya tedengar berat nan bijak.
**
Tok tok tok~
"Masuk" sahut Tama.
"Kenapa pak?" tanya Tama memindai Pak Warto dari ujung kepala hingga kakinya.
Pak Warto membuka perlahan pintu Bosnya.
"Anu, maaf pak... perempuan yang kemarin bernama Salma datang lagi" Pak warto meremas kedua tangan nya, tanda grogi.
"Aduh pak, saya mau ada meeting. Kalau dia mau tunggu, ya silahkan. Tapi kalau enggak bisa tunggu, suruh besok aja balik lagi. inget! harus atas seijin saya. tidak boleh masuk begitu aja!"
"Baik Pak, Saya permisi." tak membantah perintah bos besar, pak Warto segera meninggalkan ruangan pribadi tersebut.
Pak Warto tidak langsung ke lantai lobby, ia mampir dulu ke lantai 3 untuk mencari Asep.
"Mba Juju, si Asep mana?" pak Warto celingak celinguk mencari keberadaan Asep.
"Ahh belom datang dia.., kenapa emang?" mba Juju terlihat tengah sibuk menyiapkan makanan dan minuman.
"Untuk siapa itu mba?" Pak Warto melihat beberapa minuman yang segar.
"Untuk tamu nya bos lah, masa untuk Pak Warto sih. Udah sana jaga. nanti pak bos liat dari cctv lho!!" Juju mengusir secara halus tapi mengerikan dan membuat Warto mengambil langkah seribu.
**
Setelah beberapa jam berlalu, Meeting pun selesai sesuai keinginan. Serta menghasilkan sesuatu yang memuaskan hati Pratama. Ia kembali ke ruang pribadi yang berada di lantai 18 dengan hati yang bahagia.
Ia duduk menyandarkan tubuh kekarnya ke kursi kebesarannya. Sesekali mata nya melihat ke layar monitor cctv.
Dan terkejut, melihat Salma masih duduk di lobby.
"Halo Pak Warto? Masih ada Salma?" Pratama menghubungi security menggunakan telepon kantor.
"Betul pak, orangnya kekeuh banget mau nungguin, padahal tadi saya udah bilang, supaya besok aja balik la ..."
Pratama memotong pembicaraan Security nya, dan berkata :
"Oke oke, antar aja langsung dia kesini, lewat lift umum, saya tunggu. makasih" ia meletakan gagang telepon dengan terburu-buru.
Mata pratama sesekali mengintip keluar, dan memerhatikan lampu monitor lift.
"Kok saya deg-deg'an ya? padahal mau ketemu sama Salma aja...!" ucapnya dalam hati, ia merasakan ada getaran jauh di dalam lubuk hati.
15 menit pun berlalu, Pratama sudah melihat sosok penjual bakso baru keluar dari lift, Namun pak warto tidak ikut keluar Lift.
Terlihat dari kaca satu sisi ini (bisa melihat dari dalam, namun dari luar tampak seperti kaca yang memantul), Salma sudah berjalan menuju keruangan nya, dan mengetuk pintu kaca.
Tok tok tok~
"Permisii pak...," suara santun Salma terdengar merdu.
"Masuk masuk" jawab Tama bersemangat.
Setiap langkah kaki Salma terdengar jelas di telinga Tama, membuat jantung nya semakin berdetak keras.
"Permisi pak, saya mau kembalikan uang bapak. karna simpan uang orang, malah membuat keluarga kami merasa terbebani." Salma merogoh tas nya, dan mengeluarkan amplop coklat, yang belum terbuka sejak di berikan oleh pratama...
"Ini Pak" Salma meletakan amplop coklat nya di meja pratama, dan berdiri di hadapan Pratama.
"Panggil saya Tama aja, terus masalah uang ini terima kasih sudah di kembalikan."
"Sama-sama pak, eh .. maksud ku,Tama..," jawab Salma tersipu malu, mulut nya dengan sekejab, terasa berat menyebut nama seorang yang punya pengaruh besar untuk banyak orang di perusahaan ini.
"Uang cenderung membuat seseorang menjadi lebih sensitif, ada yang dengan sengaja menggunakan uang yang bukan haknya, tapi dalam keluarga kami. uang yang bukan hak kami, tidak baik disimpan lama-lama dalam rumah kami, karna menjadi beban untuk kami, Pak"
Salma menjelaskan, sementara Pratama dengan setia mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir manis nya Salma.
"Aduuh, Salma canggung banget mau sebut nama bapak." mata sayu Salma menatap perlahan pada wajah tampan Pratama.
Meskipun, pakaian Salma lebih mirip orang kampung. Tapi sejak kali pertama Pratama melihatnya, ada yang beda yang menyergap hati nya. seolah tak mampu bernapas.
Saat ini pun, Pratama mencoba bersikap cool dan teteap menjaga imej nya.
"Oke, saya berterima kasih, karna kejujuran dan kebaikan kamu, boleh enggak saya berteman sama kamu?" Pratama beranjak dari kursi kebesaran nya, melangkah mendekat pada Salma, kemudian ia pun ikut berdiri di hadapan Salma, lalu ia menjulurkan tangan seraya berkata, "Berteman?"
Lagi-lagi, Salma memberikan senyuman termanis nya, lalu dengan segera menjabat tangan halus milik penguasa perusahaan ini.
Bibir merah Pratama seolah menahan senyum, "Tangan mu dingin banget?"
"Hehehe, iya pak, Salma enggak terbiasa di ruangan Ac seperti ini." wajah gugup Salma tak mampu menipu Pratama.
"Oke jadi kita udah sah berteman ya?" lagi tanya Tama memastikan keinginan nya yang belum terjawab Salma.
"Iyaa..." genggaman tangan yang sedaritadi menempel pun di lepas oleh Salma dengan segera.
"Maaf, Salma pamit dulu ya." terlihat salah tingkah,
Pratama pun menganggukan kepala, dan berkata "Next kalau ketemu lagi, jangan panggil pak ya" bibir Pratama yang merah muda kembali tersenyum mengiringi kepergian Salma.
**
Kembali memikirkan Salma, Pratama memandang amplop coklat berisikan uang, dan belum terbuka.
Kemudia iseng-iseng Pratama membuka dan menghitung kembali uang nya, walaupun ia yakin tak akan ada yang hilang selembarpun. Mengingat kejujuran Salma untuk membawa kembali uang yang bukan hak nya.
Setelah dihitung, ia mengulang lagi hingg 3 kali hitungan, tapi hasilnya tetap sama. Tak ada yang hilang selembar pun.
"Jaman sekarang mana ada lagi yang bisa di percaya masalah uang, saudara pun tidak! cuma perempuan bodoh itu aja yang dengan jujur mengembalikan semua uang ku" ia berbicara sendiri di ruang tersebut, dan mengingat kembali saat berada di hadapan nya, tersenyum tipis menatap Pratama dengan wajah yang malu-malu.
Pratama menelepon ke Pantry.
"Asep ada?"
Melihat saluran 1 yang memanggil, mba juju pun tahu itu siapa, lalu di jawab "Ada pak, Seppp asep.. bos nih" teriakan mba juju terdengar hingga telinga Tama.
"Maaf pak, ini Asep"
"Sep, ada berapa karyawan di lantai marketing?"
"Asep gak hapal pak, Ada apa pak?"
"Hitung, minta hitungan ke HRD, lalu kamu langsung naik kesini!!"
"Baik pak, Asep langsung ke Bu Nindi sekarang"
Lalu Pratama menutup telepon lebih dulu, menunggu Asep datang sambil mengecek hasil meeting barusan.
"Permis..."
"Masuuuk aja" sahut pratama sebelum Asep menyelesaikan ucapan nya.
"Ini pak list dari Bu Nindi." Asep berjalan sedikit membungkukan tubuh memberikan secarik kertas berisi nama marketing yang mencapai 95 orang di lantai 3.
"Oke, untuk marketing lantai 3, OB dan orang pantry, belikan mereka bakso temen kamu yang di belakang kantor."
"Hanya marketing lantai 3 ya pak?" Asep mencoba memastikan kembalikan.
"Iya, perlu saya ulang?" menaikan kedua alisnya, dengan wajah datar.
"Enggak pak, maaf...maaf, saya ngerti pak"
"Ini uangnya, tolong langsung jalan!" Pratama menyodorkan uang yang di amplop tadi pada Asep.
"Baik pak, terima kasih, Saya permisi." Asep berjalan mundur dan membuka pintu kaca itu.