Chereads / Dunia Kelabu / Chapter 7 - Kebanggaan Para Pendahulu

Chapter 7 - Kebanggaan Para Pendahulu

Berjalan menuju Sylvia, aku melototinya. "Bukankah aku sudah bilang padamu jangan mengikutiku."

Sylvia menatap lurus ke matanya, dan berkata perlahan. "Pelayan ini tidak mengikuti Tuan Muda, tapi sedang menunggu Tuan Muda."

Mendengar perkataannya membuatku lebih ingin memuntahkan darah. Memang benar dia mengikuti perkataanku, tapi aku merasa seolah-olah sedang ditipu dan melihatnya sendiri bahwa dia mengikuti perkataanku sambil melanggarnya meninggalkan rasa yang tidak enak di mulutku.

Melihat Sylvia masih menatapku, aku hanya bisa menghela nafas dengan pasrah. "Lakukan sesukamu."

"Bisakah kamu tidak memanggilku Tuan Muda. Lagipula kita sepupu." Berjalan menuju gerbang, aku merasa tidak enak dengan panggilannya. Meskipun aku tahu dia sedang memerankan peran sebagai pelayan, tapi mengetahui bahwa dia adalah sepupuku sendiri rasanya sedikit aneh.

"Pelayan ini sudah mendedikasikan dirinya untuk Tuan Muda."

Memutar mataku, aku mengutuknya dalam hati. Jika seperti itu mengapa kamu tidak mengikuti perkataanku.

Gerbang yang aku masuki adalah gerbang yang menghubungkan kota dan mansion oleh karena itu hanya beberapa orang yang melewatinya. Namun masih ada beberapa penjaga yang berjaga di sana.

"Oh, bukankah ini Tuan Muda Narai."

"Apakah kamu sudah sembuh dari kecelakaan kemarin Tuan Muda."

Mengangkat kepala, aku melihat dua orang yang sedang berjaga di atas gerbang. Melambai-lambaikan tangan, aku menjawabnya. "Oh, halo Kak Kai dan Kak Kei. Ya, aku sudah sembuh dari kemarin tapi Ibu menyuruhku tetap tinggal di rumah."

"Syukurlah, kamu sudah sembuh. Kami khawatir jika ada hal buruk yang terjadi padamu."

Salah satu penjaga kemudian melirik Sylvia dan bertanya. "Ngomong-ngomong, siapa gadis cantik di sisimu."

"Oh, dia." Melirik Sylvia, aku hanya bisa menjawabnya. "Sepupuku. Dia kemari untuk mendapatkan pengalaman."

"Oh, sepupu ya." Keduanya mengangguk mengerti dan diam-diam menatap Narai dengan kasihan.

Sylvia membungkuk salam kepada keduanya. "Namaku Sylvia."

"Tidak perlu sopan santun Nona Muda." Salah satu dari mereka melambai-lambaikan tangannya. "Yang ini dipanggil Kai dan dia adalah Adikku Kei."

"Salam, Nona Muda." Kei membungkuk dengan hormat.

"Karena Tuan Muda sepertinya ada urusan, kami tidak akan mengganggumu lagi." Melirik ke arah hutan di kejauhan. Kai memperingatkan Narai dengan hati-hati. "Tapi, Tuan Muda harus hati-hati. Akhir-akhir ini agak tidak aman di sini."

Mengangguk dengan serius, aku kemudian melambai pada mereka. "Kalian juga berhati-hati, jangan biarkan mereka memakanmu."

"Hahahaha." Mereka berdua mulai tertawa sebagai balasan. "Kami lebih berharap binatang sihir mulai menyerang kota. Dengan itu kita akan bisa berpesta."

Menggelengkan kepala, aku melirik Sylvia dan berjalan menuju kota.

Melihat keduanya pergi, Kai dan Kei berhenti tertawa, mereka berdua kemudian saling melirik dan berkata secara bersamaan.

"Tuan Muda sudah dijual."

"Tuan Muda sudah dijual."

...

Berjalan-jalan di kota, aku melihat banyak orang berjalan dengan tergesa-gesa dan sebagian besar orang yang kulihat sepertinya bukan penduduk kota. Kurasa mereka petualang yang akhir-akhir ini mulai berdatangan ke kota ini, selain itu beberapa orang juga terlihat terluka meski aku masih bisa melihat kegembiraan di wajah mereka.

Jalan utama kota ini cukup lebar setidaknya bisa memuat dua sampai tiga gerbong, karena itu dengan banyaknya orang yang berlalu-lalang tidak membuat jalanan menjadi sempit, malahan masih ada ruang yang tersisa untuk dilewati gerbong kereta. Selain itu, meskipun Kota Grey baru didirikan beberapa puluh tahun ini, bukan berarti kota ini tidak berkembang, jika itu dapat dijelaskan dengan satu kata maka itu adalah surga, ya kota ini adalah surga bagi para petualang.

Karena tidak jauh dari Kota Grey ada hutan terbesar di seluruh Kerajaan Sihir. Bahkan aku pernah mendengar dari seorang petualang bahwa hutan ini menjadi salah satu yang terbesar di benua. Tapi meskipun dijuluki sebagai surga bagi para petualang, tidak banyak petualang yang berani memasuki kedalaman hutan ini, karena hutan ini juga merupakan salah satu dari tanah terlarang yang bernama Hutan Abyssal.

Namun akhir-akhir ini ada banyak bintang sihir yang keluar dari hutan ini, yang menyebabkan petualang untuk sementara tinggal di kota ini karena dari yang aku dengar bahwa bagian tubuh binatang sihir bisa dijual dengan harga tinggi. Selain itu, daging binatang sihir juga merupakan nutrisi utama bagi anak-anak di keluarga bangsawan, jadi tak heran para petualang terus berdatangan ke kota ini untuk berburu binatang sihir.

Sembari menyaksikan kesibukan orang-orang, aku akhirnya tiba di pusat kota. Di Kota Grey terdapat dua wilayah utama, yaitu wilayah untuk perdagangan dan kompleks perumahan. Dan pusat kota yang aku tuju merupakan inti dari wilayah perdagangan, di sini kamu dapat menemukan berbagai macam toko dan tidak hanya itu guild petualang juga didirikan di pusat kota.

Tiba di pusat kota, aku mulai menyadari betapa sepinya mansion di bandingkan tempat ini. Bahkan sebelum menginjakkan kaki di pusat kota aku sudah mendengar kebisingan yang disebabkan oleh pedagang dan pembeli. Karena tidak hanya berbagai toko yang dibuka di pusat kota, di sepanjang jalan di pusat kota juga dipenuhi lapak-lapak para pedagang jadi tidak heran jika tempat ini sangat ramai.

Selain itu, mayoritas pedagang yang berjualan adalah penduduk kota ini, dan toko yang dibuka di sini kebanyakan juga penduduk kota ini. Hanya beberapa orang luar saja yang mendirikan lapak dan membuka toko di sini, aku tidak tahu mengapa tapi kebanyakan pedagang yang datang ke kota ini hanya membeli produk kota ini dan menjualnya ke luar kota, dan aku juga mendengar bahwa kebanyakan pedagang dari luar hanya menjual bahan mentah ke kota ini.

"Tuan Muda Narai telah datang!"

Aku tidak tahu siapa yang berteriak, tapi tiba-tiba tempat ini menjadi sunyi. Aku tidak akan heran jika itu penduduk kota ini menjadi diam karena kupikir mereka pernah mendengar bahwa aku terluka jadi diamnya mereka bisa aku anggap sebagai terkejut dengan kesembuhanku. Tapi mengapa para petualang juga ikut menjadi diam, bukankah mereka seharusnya orang yang selalu ribut karena hal-hal sepele, orang-orang yang tidak tahu apa itu ketenangan.

"Tuan Muda Narai senang kamu ada di sini, aku sudah bilang kepada istriku berkali-kali untuk tidak mengkhawatirkanmu, karena tidak mungkin orang sepertimu akan mati muda." Seorang pria paruh baya dengan kumis tipis duduk di salah satu lapak mengangguk-angguk dengan senang.

Mati muda!? Alisku terasa berkedut mendengar dia berbicara. Entah kenapa kamu terdengar mengutukku dari pada mendoakanku. Memutuskan untuk menanggapinya, aku tiba-tiba mendengar bisikan dari paman-paman yang lain.

"Psst. Aku pernah mendengar gosip bahwa pak tua Jizo menjadi gila ketika dia mendengar keadaan Tuan Muda dan memutuskan pergi ke hutan untuk mencari Bunga Kebangkitan."

"Itu bukan gosip lagi tapi nyata. Aku kemarin melihatnya terburu-buru berjalan ke hutan."

"Peh! Kamu beruntung hanya melihatnya, lihatlah ini." Melirik orang yang berbicara, mereka melihat pria yang selalu menundukkan kepalanya sejak pagi tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menunjukkan matanya yang lebam seperti mata panda. "Ini karena aku mencoba menghentikannya, dia menyikutku dengan sikunya."

"Kamu beruntung dia hanya menyikutmu." Menggulung lengan bajunya, orang itu menunjuk lengan kirinya yang penuh dengan gigitan. "Lihatlah. Dia menggigit tangan kiriku."

"Kamu beruntung hanya gigitan..."

"Tunggu dulu. Lihat ini..."

"Lihatlah..."

"Ini..."

"Ha! Kalian sebut itu bukan keberuntungan." Orang-orang tiba-tiba terdiam sejenak mencari siapa yang berbicara, ketika mereka menemukannya mereka menyadari bahwa orang yang berbicara itu selalu berdiri dari tadi pagi.

Ketika mereka bertanya-tanya mengapa orang itu selalu berdiri sedangkan ada kursi di sampingnya. Orang itu menatap pak tua Jizo dengan kebencian di matanya. "Dia menggigit bokongku."

Seketika hening menyelimuti mereka, jika kamu bertanya apakah itu sakit atau tidak, sudah jelas itu sakit tapi di sini bukan hanya sakit fisik yang dia rasakan tapi juga mental.

Merasakan tatapan tidak ramah di sekitarnya, pak tua Jizo menunjuk orang yang berdiri itu. "Kau pikir aku akan menikmati menggigit bokongmu hah! Hanya memikirkan aku pernah menggigit bokongmu membuatku ingin muntah."

"Kau..!"

"Haaah. Kenapa kalian mempeributkan hal-hal sepele." Ketika mereka hendak bertengkar, sebuah desahan yang terdengar melankolis mengganggu mereka.

Melihat siapa itu, orang-orang menemukan orang itu memiliki ekspresi melankolis di wajahnya, tampak ada suka duka yang tercermin dalam ekspresinya. Orang itu menatap mereka dengan ekspresi tidak mau dan kesedihan seolah sedang berjuang seumur hidup yang pada akhirnya hanya ada desahan. "Haaah. Jika itu bisa membuat kalian tenang, biarkan aku memperlihatkan kalian apa itu kemalangan yang sebenarnya."

Orang itu dengan perlahan membuka bajunya di hadapan mereka. Dan ketika dia melepaskan bajunya, terlihat sebuah gigitan tampak membekas di dadanya. Gigitan itu melingkari bagian dari dadanya seolah melindunginya dari bahaya, dan tempat di mana gigitan itu berada adalah... putingnya.

Ketika orang-orang terkejut dengan bekas gigitan di dadanya, orang itu tiba-tiba menutupi dadanya dan tersenyum malu-malu. "Ah! Maaf. Ini istriku yang melakukannya."