Chereads / Dunia Kelabu / Chapter 10 - Kegilaan Gadis yang Jatuh Cinta

Chapter 10 - Kegilaan Gadis yang Jatuh Cinta

Di depan toko senjata berdiri seorang anak kecil, dia menggemaskan seperti anak-anak pada usianya kecuali wajahnya yang lebih tampan dan rambutnya berwarna abu-abu. Berdiri tidak jauh darinya adalah seorang gadis kecil yang kecantikannya tidak jauh dari ketampanan anak itu, dia mengenakan pakaian pelayan yang menegaskan posisinya sebagai pelayan dari anak kecil itu.

Anak kecil itu berdiri membelakangi toko senjata, menghalangi satu-satunya jalan masuk dan keluar dari toko senjata. Dia mengerut kening, melirik orang-orang yang berjalan melewatinya dengan ragu-ragu seperti sedang memindai mereka. Meskipun kelakuan anak kecil itu sedikit menjengkelkan tapi tidak ada satu orang pun yang bermaksud menegurnya, malahan mereka diam-diam menatapnya dengan kasihan.

"Mmm, ada apa dengan mereka?" Aku merasa ada yang aneh sejak paman-paman pedagang memberiku barang dagangan mereka secara gratis. Itu aneh untuk orang yang berhati hitam tiba-tiba memberikan barang mereka tanpa sajak atau alasan.

Setelah itu, orang-orang yang biasanya berbicara sangat antusias padaku juga bersikap tidak biasa. Mereka sering melirik Sylvia ketika mereka berbicara denganku, jika hanya satu atau dua aku akan menepis pikiran anehku tapi mereka semua melakukannya.

Aneh, apakah mereka semua terpesona dengan kecantikan Sylvia. Yah, aku menyadari dia memang sangat cantik, tapi kawan... kamu tidak perlu terus menerus meliriknya. Itu malah membuatmu tampak mencurigakan seolah bahwa kamu adalah seorang loli...con. Hmm!!? Tidak mungkin! Apakah mereka semua... seorang lolicon!!

*Gulp*

Hahaha. Tidak tidak tidak. Mana mungkin mereka itu seorang lolicon, jika paman-paman itu seorang lolicon maka bibi-bibi itu juga seorang shotacon, hahaha.

Menepis pikiran anehku, tiba-tiba aku teringat beberapa tahun belakangan ini bibi-bibi di sini sering memberiku permen setiap hari. Permen itu rasanya enak, sangat sulit untuk melupakan rasanya, tapi setiap kali aku memakannya aku sering merasa tubuhku... mulai menghangat.

Dan juga... perkataan bibi-bibi beberapa waktu lalu terasa menggangguku. Mereka berkata... bahwa aku sangat tampan, karena itu... akan sangat disayangkan jika aku tumbuh dewasa.

Tidak tidak tidak. Jangan bilang permen itu mengandung afrodisiak. Itulah mengapa tubuhku terasa hangat ketika aku memakannya. Dan jangan bilang bahwa ketika bibi-bibi berkata seperti itu, mereka menganggapku sebagai objek pelampiasan nafsu mereka?

Merinding menjalari seluruh tubuhku, aku mencoba menepis pikiran ini tapi tidak bisa menghilang dari pikiranku tidak peduli seberapa inginnya aku. Aku menatap orang-orang yang berjalan melewatiku dengan waspada, mencoba mencaritahu keanehan mereka dari wajahnya.

"Ayo, masuk. Tidak nyaman berada di sini." Melirik ke sana kemari aku menarik Sylvia ke dalam, aku bermaksud melindunginya karena bagaimana pun juga dia adalah sepupuku.

Tanpa sepengetahuan Narai, ketika dia menarik tangan Sylvia, tubuh Sylvia bergetar ringan dan menegang sesaat sebelum dia ditarik ke dalam bersama Narai. Jeda itu hanya sesaat dan tanpa diketahui oleh orang lain, namun jeda waktu itu tampak sangat panjang bagi Sylvia. Seolah seluruh hidupnya berjalan di waktu singkat itu, dan momen ini sangat berarti juga penting dalam hidupnya.

"Pilih apa pun yang kamu suka." Dari dalam konter terdengar suara yang sedikit tua. Suara itu terdengar acuh tak acuh seolah tidak peduli apakah barangnya terjual atau tidak.

Aku melirik pria malas itu dengan santai, sebelum menarik Sylvia dan menutup pintu. Melihat bahwa tidak ada orang di toko ini, aku langsung mengganti tanda buka di toko.

Toko ini adalah salah satu toko senjata yang aku kenal. Karena ini adalah satu-satunya toko senjata yang dimiliki penduduk kota ini, tentunya selain yang dimiliki oleh guild petualang. Aku tidak tahu kenapa tapi hanya toko senjata ini yang dimiliki Kota Grey, padahal tidak hanya satu pandai besi yang dimiliki di kota ini. Namun, mereka lebih memilih membuat peralatan memasak dan furniture lainnya daripada membuat senjata dan armor yang normalnya dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di kota yang memiliki cabang guild di dalamnya.

Melirik ke sekeliling, tidak banyak senjata yang dipajang. Kebanyakan orang yang datang ke toko ini hanya untuk memperbaiki senjata yang mereka miliki, selain itu mereka juga datang untuk memesan senjata yang dibuat khusus untuk mereka. Jika mereka ingin membeli senjata yang berada dikelas yang lebih tinggi maka mereka lebih memilih pergi ke guild petualang yang telah menyediakan layanan tersebut meskipun harganya lebih tinggi tapi kualitas mereka lebih terjamin.

Karenanya sangat jarang ada orang yang mengunjungi toko ini, kebanyakan petualang lebih memilih pergi ke guild daripada toko yang menurut mereka tidak jelas. Untungnya, petualang yang memilih layanan guild adalah petualang veteran atau memiliki uang lebih, jika tidak, semua petualang akan dimonopoli oleh guild.

Jika situasi itu terjadi maka keadaan pasar akan tidak seimbang, karena bagaimana pun juga guild tidak bisa memonopoli pasar yang dimiliki oleh pandai besi. Bukan hanya akan mempengaruhi perekonomian mereka, tapi juga memiliki efek negatif pada pengaruh yang guild miliki.

Sayangnya, mayoritas petualang yang tinggal di Kota Grey adalah petualang veteran. Itulah mengapa meski guild tidak memonopoli petualang, toko ini masih tetap sepi. Dan juga, bukan karena itu saja alasan mengapa toko ini sepi, itu karena setiap pedagang yang berjualan di sini semuanya berhati hitam, termasuk pemilik toko ini.

Berjalan menuju tumpukan senjata yang tergeletak tak jauh dariku, aku merasa ada yang tidak beres dengan salah satu tanganku. Rasanya aku memegang sesuatu, ini lembut, halus dan sedikit kenyal apalagi sangat nyaman untuk dipegang, membuatku ketagihan.

Aku menunduk dan menyadari, ternyata aku masih memegang tangan Sylvia. Merasakan kenyamanan di tanganku, aku mengambil sedikit keuntungan darinya dengan meremas tangannya sebelum kembali menarik tanganku.

Tapi entah kenapa sensasi di tanganku masih ada, melirik ke arah Sylvia, aku menyadari dia tersenyum ringan padaku sebelum aku menyadari bahwa dia meremas tanganku lebih keras dariku.

Tunggu!? Kenapa dia yang mengambil keuntungan dariku. Apakah semua wanita seberani dia.

Aku merasa kebanggaanku sebagai pria telah ditantang, karena itu aku meremas tangannya lagi sebelum mengelus-elus tangannya menggunakan tanganku yang lainnya. Melirik Sylvia, aku mencibir padanya, menantangnya, apakah dia berani melanjutkan.

Dia balas tersenyum padaku, tidak ada tanda penolakan dari wajahnya, mata indahnya tiba-tiba tampak berair saat dia melihatku sebelum dia menundukkan kepalanya dan menjulurkan lidahnya ke tanganku.

Sialan. Wanita ini gila! Bagaimana dia bisa melakukan itu, apakah tidak ada kata 'normal' di otaknya. Apalagi dia seumuran denganku.

Menarik tanganku, aku menyadari genggamannya sangat kuat. Tidak peduli bagaimana aku menariknya, tanganku tidak bisa terlepas dari genggamannya. Lidahnya sedikit demi sedikit mendekati tanganku, keputusasaan juga menyelimuti diriku, aku menyadari bahwa aku tidak bisa lepas dari takdir ini.

Ya Tuhan. Apakah ini waktunya kemurnianku akan ternoda. Jika aku bisa memilih, aku akan memilih wanita dewasa yang sangat cantik, tentu saja dia juga akan mencintaiku dengan sepenuh hati.

Haaah. Jika aku tahu ini akan terjadi, aku tidak akan melindunginya dari mereka.

"Oh! Bocah Rai, apa yang kamu lakukan dengan berdiri di sana?"

Suara tua, serak, terdengar di telingaku tapi bagiku suaranya bagaikan suara malaikat, malaikat pelindung. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan begitu menyukai suara lelaki tua ini, yang tidak ada satu pun hari yang aku lalui tanpa mengutuk kemurahan hatinya.

"Cih." Suara jengkel Sylvia terdengar keras di telingaku, sayangnya hanya aku yang mendengarnya karena kecilnya suara yang dia keluarkan.

Begitu genggamannya melemah aku langsung menarik kembali tanganku. Aku kemudian menjauh darinya, tidak memberinya kesempatan kedua. Mendongak ke arahnya, aku bisa dengan jelas melihat kekecewaan yang terlukis di wajahnya.

"Haaah, Tuan Muda. Itu tadi sayang sekali." Sylvia melirik Tuan Mudanya, dia merasa sangat disayangkan dengan kesempatan yang sangat jarang dia dapatkan ini.

Tiba-tiba ketika mata kami bertemu, aku merasa merinding menjalari seluruh tubuhku, aku bergidik keras seolah hewan buas sedang menatapku, aku merasa sepasang mata predator sedang menatapku seolah aku adalah mangsa paling lezat di dunia yang siap disantap kapan saja.

Ya Tuhan, sudah jelas wanita ini lebih dari gila, dia maniak. Aku harus menjauh darinya, setidaknya jangan biarkan dia mengambil kesempatan dariku.

"Bocah Rai? Ada apa denganmu hari ini, tidak biasanya kamu begitu tenang... Oh!?" Di balik konter, pria tua berkulit gelap itu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah kami dengan terkejut. "Gadis dari Keluarga Foster?"

Ini hanya halusinasiku atau Sylvia memang menatap pak tua Wei dengan sedikit jijik. Tapi saat aku meliriknya lagi, wajahnya sudah kembali ke ekspresinya yang biasa. Gadis ini benar-benar cepat merubah suasana hatinya.

"Gadis, berapa umurmu?" Pak tua Wei menatap Sylvia ke atas dan ke bawah, memindainya seolah dia adalah barang langka.

"Delapan tahun." Suara bangga Sylvia memenuhi ruangan.

Melirik Sylvia yang sedikit bangga, aku bertanya-tanya, untuk apa dia bangga, apakah ada yang aneh dengan itu.

"Delapan tahun!? Sangat muda. Apakah kentut tua itu sudah kehilangan akalnya." Suara kejutan pak tua Wei terdengar lagi, tiba-tiba dia berdiri dan memandang Sylvia dengan aneh. "Begitu, jadi begitu. Tidak heran kentut tua itu mengizinkanmu keluar."

"Kamu kenal Kakek?" Sedikit keheranan muncul di wajah Sylvia, tapi itu hanya sekilas dan dia kembali ke ekspresi pokernya. Namun, dia sekarang menatap pak tua Wei dengan hati-hati, meski sedikit rasa jijik akibat gangguan itu masih ada.

"Siapa di kerajaan ini yang tidak kenal dengan kentut tua itu." Pak tua Wei mencibir pertanyaannya. "Kapan pertama kalinya kamu merasakannya?"

"Tujuh tahun."

"Apa!! Tidak heran, tidak heran." Melirik pria kecil itu diam-diam, pak tua Wei merasa kasihan padanya. "Gadis, satu nasihat dari pria tua ini. Jangan biarkan itu mengendalikanmu, kendalikanlah dengan hatimu. Ini bukan hanya untukmu, tapi juga untuknya."

Merenungkan kembali nasihatnya, Sylvia mengangguk dalam, dia kemudian membungkuk ke arahnya. "Terima kasih atas nasihatnya."

"Tidak usah sungkan, ini juga salahku mengganggumu." Melambaikan tangannya, pak tua Wei keluar dari konter dan tiba-tiba melemparkan sesuatu ke arah Narai.

Mmm!? Ada apa dengan suasana ini, entah kenapa aku merasa aku terlibat dengan sesuatu yang merepotkan.

"Apa ini? Permen. Untuk apa kamu memberiku permen." Meliriknya dengan curiga, aku bertanya-tanya mengapa aku tiba-tiba sangat beruntung hari ini. Apakah keberuntungan seluruh hidupku tersedot karena ini.

Tunggu dulu? Permen ini tampaknya sangat familiar, bukankah ini permen yang sama dengan pemberian bibi-bibi. Melirik pak tua Wei dengan aneh, tiba-tiba terbesit di hatiku sebuah pertanyaan, apakah dia juga memiliki fetis aneh.