Chereads / Dunia Kelabu / Chapter 14 - Mimpi

Chapter 14 - Mimpi

Pagi hari adalah waktu di mana orang biasa bangun dan melakukan berbagai macam kegiatan, entah itu pekerjaan atau untuk menghabiskan waktu.

Tapi apa urusannya denganku, yang aku inginkan hanyalah tidur menikmati udara sejuk ini dengan selimut menyelimutiku membuatku tetap merasa hangat. Namun itulah yang biasanya aku lakukan, karena saat aku membalikkan tubuhku aku tiba-tiba merasakan udara harum menggelitikku.

Mmm, apa ini. Aku tidak ingat aku membuka jendela. Mm!? Bukankah jendela ada dibelakang punggungku, lalu ini...

Membuka mataku, setengah inci jauhnya dari wajahku aku melihat wajah cantik yang hampir bersentuhan denganku. Wajah itu sangat cantik, dan sepertiku pemilik wajah cantik sepertinya juga sedang menikmati tidur paginya.

Ah... jadi aku masih bermimpi. Menutup mata, yang kupikirkan hanya melanjutkan tidur indahku, lagipula ini hanya mimpi. Hmm? Wajah ini tampak tidak asing sepertinya aku pernah melihatnya, tunggu!!!

Hah!!? Di..di..dia!? Kenapa dia ada di sini!? Hmm!? Kenapa tubuhku terasa lebih ringan? Dengan ngeri, aku mengangkat selimut di atasku namun...

"Aaaaaaaaaaaa....."

Teriakkan bernada tinggi terdengar di telinga setiap penghuni mansion. Mulanya tidak ada yang peduli dengan teriakan itu namun, beberapa pelayan kemudian tersadar, mereka kemudian melirik satu sama lain.

"Itu bukan suara milik Tuan, kan?"

"Kamu benar. Itu terdengar seperti suara..."

"Suara Tuan Muda Ketiga."

Mereka melirik dengan tatapan kasihan di mata mereka, kemudian setiap dari mereka meletakkan benda di tangan mereka dan meletakkan tangan di dada mereka, mulai berdoa untuk kewarasannya.

Sarah yang mendengar teriakkan anaknya, dengan gembira melihat suaminya. "Kamu dengar itu."

"Iya." Di sisi lain, Ethan menundukkan kepalanya menyelesaikan laporan di depannya sambil mengelus mata kirinya yang sedikit bengkak. Anakku, bertahanlah.. kamu tidak sendirian.

Mengambil selimut untuk menutupi tubuhku, aku menjauh darinya dan menatapnya dengan marah sekaligus ngeri. "Apa yang kamu lakukan."

"Hoaah. Selamat pagi Tuan Muda." Menguap pelan, Sylvia dengan tenang menatapnya sambil tersenyum. "Tentu saja tidur."

"Aku tahu kamu baru saja tidur. Yang aku maksud, mengapa kamu tidur di tempatku dan mengapa aku tidak memakai atasan!!!" Kemarahan tak terbendung meluap dari dadaku, aku tidak pernah merasa semarah ini sebelumnya. Terutama mengingat aku telah kehilangan kemurnianku yang telah aku pertahanan selama enam tahun ini.

Sylvia tiba-tiba terdiam sambil menatapnya. "Tuan Muda, bukankah kamu sendiri yang telah melepaskan atasanmu. Kemarin kamu ingin mengganti pakaian tidurmu, tapi saat kamu melepaskan kemejamu kamu tiba-tiba mengantuk dan mulai tertidur."

"Huh!?" Yah, jika aku ingat-ingat lagi, aku memang melakukan seperti yang dia katakan, aku melepaskan kemejaku dan.. dan.. mulai tertidur.

Haaah. Jadi ternyata aku masih murni. Tunggu!? Dari mana dia tahu itu semua, waktu itu hanya aku sendiri yang ada di kamar.

"Dari mana kamu mengetahui itu!!?" Melirik ke ruangan, tiba-tiba terbesit di benakku apakah ada peralatan sihir di kamarku, sesuatu yang bisa digunakan untuk mengintip misalnya. Jika ada, aku harus menyimpa... uhuk... maksudku menyingkirkannya, tidak mungkin aku membiarkan itu jatuh ke tangan yang salah, kan.

Sylvia tiba-tiba tersenyum polos padanya. "Aku melihatmu dari jendela."

"Uhuk Uhuk Uhuk Uhuk." Memukul-mukul dadaku, aku melihatnya dengan pandangan baru, wanita ini benar-benar berbahaya. "Lalu bagaimana kamu bisa tidur di sini!!"

"Bibi.. maksudku Nyonya yang memintaku untuk tidur di sini." Turun dari tempat tidur, Sylvia dengan tenang berjalan ke lemari dan membukanya. Dari dalam lemari dia mengeluarkan pakaian pelayan, dan mulai memakainya di tempat.

Sialaaan. Apakah gadis ini tidak punya malu!? Bagaimana ini, haruskah aku melakukannya atau haruskah aku tidak melakukannya. Tunggu! Tahan diriku, jangan terjebak oleh tipuannya, lihatlah tanganmu, lihatlah noda penghinaan itu.

"Huh!?" Tidak ada? Menggosok mataku, aku melihat lenganku lagi dan tidak menemukan bekas gigitan itu, noda penghinaan itu telah hilang.

"Hahahaha...., itu telah menghilang, itu hilang." Tanpa sadar ketika aku berdiri dengan gembira, senang karena terbebas dari noda penghinaan itu, aku mendengar suara monoton dari depanku.

"Kyaaaaa. Tuan Muda kamu mesum." Sylvia dengan tenang menatap tuan mudanya sambil menutupi tubuhnya dengan tangan.

Melihatnya berteriak, aku tiba-tiba menatapnya dengan aneh. Ada apa dengannya, aku tidak melakukan apapun padanya, terlebih lagi mengapa dia tidak merapikan pakaiannya. Haaah sayang sekali, aku kurang cepat.

"Naraiiii. Ayo kita..."

Dan pada saat itu, pintu tiba-tiba terbuka. Arne yang saat ini membuka pintu, berdiri mematung di tempatnya, dia melihat adiknya yang saat ini berdiri di atas ranjang sambil bertelanjang dada dan Sylvia yang berpakaian acak-acakan sambil menutupi tubuhnya dengan tangannya.

Seorang pemuda yang berdiri di atas ranjang sambil bertelanjang dada dan di depannya terdapat gadis yang berpakaian acak-acakan sambil menutupi tubuhnya. Jelas tidak perlu penjelasan lebih lanjut, semua orang tahu apa yang sedang terjadi apalagi menemukan keduanya sendirian di sebuah ruangan tertutup.

"Ehem. Maaf mengganggu." Arne dengan canggung melihat adiknya, dia kemudian menutup pintu dengan perlahan, saat pintunya akan tertutup suaranya tiba-tiba terdengar lagi. "Dan silahkan lanjutkan."

"Ah!" Air mata tanpa sadar mengalir keluar dari mataku melihat Sylvia dengan tenang merapikan pakaiannya dan menatapku dengan wajah penuh senyum. Aku telah tertipu.

Tidak menunggu lama, sebuah kepala tiba-tiba muncul dari balik pintu, Arne dengan gembira berbicara. "Aku lupa memberitahumu bahwa... Ah, maaf maaf. Silahkan nikmati dirimu."

...

Pagi ini adalah waktu terburuk dalam hidupku. Aku tidak pernah menyangka bahwa dia bisa-bisanya menyelinap dan bahkan menipuku. Namun itu telah menyadarkanku bahwa aku hanya memiliki satu nyawa karena itu sebisa mungkin aku harus menjauh dari iblis kecil ini.

"Tuan Muda."

"Tunggu. Jangan mendekatiku, menjauhlah setidaknya sepuluh meter dariku." Melihatnya mendekat, tubuhku secara spontan menjauh darinya.

Aku tidak tahu ide gila apa lagi yang dia miliki tapi tidak ada satupun darinya yang akan bermanfaat dariku. Dua hari ini aku mengalami lebih banyak kemalangan daripada enam tahun dalam hidupku, mungkin enam tahun kemalanganku telah terakumulasi dalam dua hari ini.

Dan ini membuatku bertanya-tanya, jika... jika saja aku terus menghabiskan sisa hari-hariku bersamanya, akankah aku mengumpulkan kemalangan setiap orang di dunia? Ya Tuhan, aku tidak mau memikirkannya, memikirkan bagaimana aku melanjutkan hidupku bersamanya membuatku khawatir bagian mana dari tubuhku yang akan hilang.

"Menjauhlah dariku! Jangan mengikutiku!"

"Sebelumnya pelayan ini sudah bersumpah akan mengikuti Tuan Muda."

"Menyingkirlah! Apakah kamu tidak puas dengan apa yang kamu lakukan?!!"

"Apa yang pelayan ini lakukan?"

Sialan, berani-beraninya dia dengan polosnya menanyakan ini padaku. Lihat saja kau, saat kekuatan sihirku bangkit aku pasti akan membalasmu. Tunggu, jika aku membalasnya bukankah dia akan menjadi lebih bersemangat.

Memikirkan cara menyingkirkan iblis kecil ini, saat ini aku sedang mencari si saksi mata dan harus menutup mulut satu-satunya saksi mata ini. Aku khawatir kakak mesumku ini akan membuka mulutnya dan membeberkan kejadian tadi.

Syukurlah, aku bertemu pelayan yang sedang merapikan tanaman atau haruskah aku katakan dia sedang duduk dan melihat tanaman.

"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Mendekatinya, aku bertanya-tanya pelayan macam apa yang mengisi waktunya hanya dengan duduk dan melihat tanaman.

"Ah. Salam Tuan Muda Ketiga." Pelayan itu terkejut mendengar suara Narai, dia hampir tersungkur ke depan hanya karena mendengar suaranya.

"Mmm. Ternyata Mira, apakah kamu di usir lagi." Melihat wajahnya, sekarang aku tahu mengapa dia hanya duduk dan melihat bunga, ternyata ini si pelayan kikuk. Bukan tanpa alasan dia di usir dari pekerjaan yang dia lakukan, ini karena pelayan lain takut dia akan mengacaukan pekerjaan mereka semua.

Contoh kecilnya, saat itu ada perayaan di mansion dan si pelayan kukuk ini yang baru beberapa hari mulai membantu. Karena waktu itu semua pelayan sangat sibuk dan tidak sempat memperhatikan pelayan ini, si pelayan kikuk ini salah melihat deterjen sebagai garam dan dia menuangkannya ke dalam sup.

Karena kejadian itu semua pelayan sepakat tidak memasukkan dia ketika perayaan besar sedang dilakukan. Dan untuk pelaku yang membawa deterjen ke dapur sekaligus korban yang sangat sial memakan supnya, itu adalah aku.

"Iya, mereka bilang aku tidak perlu membantu." Mira si pelayan kukuk menundukkan kepalanya dengan sedih.

"Hmph, orang-orang itu. Mereka hanya tidak ingin kamu membantu karena iri ada pelayan imut bekerja bersama mereka. Jadi jangan sedih, kamu kembalilah ke sana, angkat kepalamu tinggi-tinggi dan katakan kamu bisa bekerja."

"Ya, Tuan Muda benar. Mereka pasti iri karena aku imut." Mengangguk-anggukkan kepalanya, Mira dengan semangat berlari menjauh dari taman.

"Tunggu. Apakah kamu tahu di mana Kakak Arne?"

"Tuan Muda Kedua sedang berkeliling memberitahu orang bahwa Tuan Muda Ketiga sedang bergulat."

"Hah. Apa yang kamu katakan!" Sialan. Apakah aku sudah terlambat.

"Tadi Tuan Muda Kedua melewatiku dan memberitahu bahwa Tuan Muda Ketiga sedang bergulat." Mira sedikit gugup mendengar suaranya sedikit lebih keras.

"Ke mana dia pergi!?"

"Emm ruang tamu."

Tanpa menunggu, aku langsung berlari berharap Kakak mesumku ini belum memberitahu semua orang jika tidak.. wajahku ini.

"Tuan Muda, mengapa terburu-buru."

"Ini karena kamu semuanya menjadi seperti ini. Jika semuanya tahu, aku pasti akan..." Merasakan udara dingin di sampingku, aku kemudian melirik ke samping dan menelan ludahku, sedikit gugup.

"Hmm. Akan apa?" Menyipitkan matanya, Sylvia tersenyum manis padanya, tidak merasa khawatir namun senyumnya sedikit dingin.

"Tentu saja aku akan memberimu hadiah, hahaha." Tertawa datar, aku menjauh darinya, sedikit takut jika dia menggila. Ya Tuhan, kenapa pelayan ini berani mengancamku.

"Oh? Kalau begitu pelayan ini dengan senang hati menunggu hadiah darimu." Sylvia mengangguk puas mendengar jawabannya.

"Hahaha, tentu tentu." Aku berharap semua ini hanyalah mimpi dan saat aku membuka mataku dia tidak akan ada di sini.

"Kamu tahu Tuan Muda, aku berharap ini hanyalah mimpi jika begitu aku bisa menikmatinya." Sylvia menatapnya dengan senyum tipis.

Melihat senyumannya aku berdoa, jika ini memang mimpi tolong, tolong gantilah dia dengan kakak-kakak cantik yang waras.