Hidup selalu berjalan seperti ini, terkadang di atas lalu tiba-tiba di bawah. Tidak ada yang tahu dengan pasti apa yang akan terjadi di detik selanjutnya.
Dan di sinilah aku, terlentang di tanah meratapi kehidupanku, bertanya-tanya mengapa ada gadis yang lebih kuat daripada laki-laki terlebih lagi gadis itu adalah seorang pelayan yang dengan mudahnya memukul tuan mudanya tanpa keraguan sedikitpun.
"Tuan Muda, kamu terlalu lemah." Sylvia tersenyum ringan pada Tuan Mudanya, sikapnya berbeda dari sebelumnya seolah dia sekarang adalah seorang guru.
"Awas." Tanpa menunggu Tuan Mudanya siap, Sylvia langsung menyerangnya dengan pedang.
*Slash*
Melihat pedangnya mengincar kepalaku, aku buru-buru berguling ke samping menghindarinya. Suara pedang bergesekan dengan udara terdengar jelas di telingaku, membuatku tidak bisa menahan untuk menoleh.
Melirik kilauan logam yang hampir membelah kepalaku, aku mau tak mau melihat pelakunya yang sekarang tersenyum indah kepadaku. Melihat senyum indahnya yang dia berikan padaku, perasaan ngeri tiba-tiba muncul di hatiku.
"Glup. Umm, kamu tidak sengaja, kan?" Membayangkan bagaimana pedang itu mengenaiku membuatku merasakan penyesalan, seharusnya aku tidak menantangnya. Sialan, mulut kotor ini.
Sylvia hanya tersenyum manis menghadapi pertanyaannya, tanpa kata lebih lanjut dia menyapu pedangnya melanjutkan serangannya.
"Tunggu, di mana kamu menyerangku."
"Hei. Apa yang coba kamu sentuh."
"Fufufu. Tuan Muda, menyerahlah, lagipula ini hanya permintaan kecil."
"Mustahil!"
"Hei! Kamu curang."
"Semuanya adil dalam cinta dan perang, Tuan Muda. Semuanya adil."
Tanpa seorangpun tahu, sebuah pertaruhan kecil terjadi di hutan tepat di belakang mansion Keluarga Lloyd, sebuah pertaruhan yang akan mengguncang kerajaan ini bahkan kekaisaran di pusat benua.
...
Melirik pelan toko senjata di belakangku dengan puas, aku menepuk pedang di pinggangku sebelum pergi dengan senang. Memakan makanan kecil di tangan, aku memutuskan untuk berjalan-jalan. Siapa tahu ada lagi orang yang berbaik hati kepadaku.
"Kemana kita akan pergi Tuan Muda." Di belakang Narai, Sylvia juga mengikutinya dengan tenang.
"Guild petualang." Aku menjawabnya dengan gembira, segera melupakan kejadian memalukan tadi.
"Kenapa pergi ke sana," melirik curiga Tuan Mudanya, Sylvia menatapnya dengan ragu-ragu sebelum tiba-tiba bertanya, "untuk menipu."
"Tentu saja tidak. Kamu pikir siapa aku, kenapa aku harus menipu mereka." Berhenti berjalan, aku menatapnya dengan jengkel. Ada apa dengannya, dia pikir siapa aku, kenapa dia bisa bisanya memikirkan itu. Apakah dia lupa aku adalah tuan mudanya.
"Yah, itu karena kamu baru saja menipu pedang orang tua itu." Sylvia melirik pedang di pinggangnya dengan santai.
"...." Aku terdiam, tidak bisa membalasnya. Ini bukan berarti aku menipunya, aku hanya memintanya dengan baik-baik.
Meliriknya lagi, aku menjawabnya dengan tenang, membenarkan kata-katanya. "Aku bukan menipu. Kamu sebelumnya juga melihatnya, bukan. Dia memberikannya sendiri setelah aku memintanya."
"Tapi wajahnya masam saat dia memberikannya." Sylvia meliriknya lagi, dan menyerahkan daging tusuk kepada Tuan Mudanya.
"Itu karena wajahnya selalu masam." Mengambil daging yang dia serahkan, aku memakannya dan mengolok-olok si tua busuk itu.
"Terserahlah, yang ingin aku katakan adalah aku tidak menipunya, aku hanya membuat dia memberikannya dengan senang hati. Jadi, tolong jangan menuduh tuan muda yang berhati murni ini." Meliriknya lagi, aku kemudian mengabaikannya, terlalu malas untuk menanggapinya. Lagipula banyak hal yang harus aku sembunyikan darinya, jangan sampai dia menggunakannya untuk melawanku.
"Pelayan ini mengerti Tuan Muda." Sylvia mengangguk pelan padanya. Dia menatapnya sedikit lebih lama sebelum mengambil kembali tatapannya.
Berjalan-jalan di pusat kota, aku dengan senang hati menikmati keramaian sambil menuju guild petualang karena ini sangat jarang menemukan kota ini menjadi seramai ini. Biasanya, di sini sangat jarang menemukan pengunjung yang semarak ini, meskipun ada beberapa petualang yang datang untuk mencoba peruntungan mereka tapi mereka hanya berakhir kembali dalam beberapa hari, jadi menemukan tempat ini menjadi ramai memberiku tontonan baru.
Meskipun kota ini dekat dengan Hutan Abyssal yang terkenal akan sumber dayanya tapi sangat sedikit petualang yang tertarik mengunjungi kota ini. Selain karena banyaknya binatang tingkat atas di sini, itu juga disebabkan karena ada tempat yang lebih cocok jadi mayoritas petualang pemula dan veteran lebih memilih untuk tidak menguji peruntungan mereka di hutan ini.
Berjalan tidak jauh dari toko senjata, aku akhirnya melihat ujung bangunan guild petualang. Guild ini berada di pusat kota tidak jauh dari toko senjata, dan hanya beberapa blok tidak jauhnya. Berbeda dengan kota pada umumnya kota ini tidak memiliki sesuatu seperti mansion tuan kota, jadi pusat kota ini akhirnya dibuat menjadi pusat perdagangan Kota Grey. Karena alasan ini dan beberapa lainnya guild petualang akhirnya mendirikan cabangnya di pusat kota, bukannya dipinggir atau lingkaran luar kota yang biasanya mereka lakukan.
Bangunan guild tampak lebih menonjol di bandingkan dengan bangunan di sekitarnya, bangunan ini merupakan bangunan tiga lantai dan juga memiliki penyimpanan bawah tanahnya. Meskipun ini hanya salah satu cabang tapi bangunan ini masih bisa memuat lima puluh orang lebih dan aku tidak tahu berapa batas pastinya.
Berdiri di depan guild, aku melihat banyak petualang yang keluar masuk bangunan guild, dan mayoritas yang aku lihat adalah wajah asing. Mungkin karena banyaknya petualang yang berdatangan, para petualang yang tinggal di sini mulai membantu petugas guild karena dari jumlah petualang yang berdatangan, aku bisa menebak bahwa mereka pasti kekurangan tangan.
Berjalan menuju pintu masuk, aku bisa merasakan banyak tatapan mata para petualang yang memandangku. Selain itu, aku juga merasa mereka sepertinya menjauhiku seolah aku adalah virus, setiap kali aku dan Sylvia berjalan mendekat mereka tiba-tiba menjauh, jadi ruang di sekelilingku selalu kosong tanpa ada petualang, hanya ada aku dan Sylvia.
Melirik mereka dengan aneh, aku memutuskan untuk mengabaikan mereka dan memasuki guild. Bukannya aku tidak penasaran dengan alasan mengapa mereka menjauhiku, tapi aku terlalu malas untuk memikirkannya. Sudah ada masalah tepat di sampingku, jika aku mencoba untuk mencari tahu bukannya itu akan memberi dia kesempatan meskipun hanya sedikit. Lagipula itu terdengar seolah aku akan peduli dengan apa yang mereka pikirkan.
"Hei, apakah menurutmu dia sudah..."
"Psst. Jangan lanjutkan, dia bisa mendengarnya."
"Tapi apakah itu benar keluarganya seperti yang dirumorkan."
"Entahlah, tapi kakaknya memang menunjukkan gejala seperti yang dirumorkan."
"Itu hanya dugaan. Belum ada kepastian."
"Tapi jika itu benar, mungkin ketika dia berumur delapan sampai lima belas maka sudah pasti dia sudah..."
Para petualang itu menjauh dari guild melanjutkan obrolan ringan itu sambil menuju luar kota. Mereka membicarakan tentang rumor Keluarga Lloyd dan tiga keluarga lainnya, sebelum mengganti topik menjadi binatang sihir apa yang harus mereka buru.
Di sisi lain, tanpa mengetahui apa yang petualang itu pikirkan, Narai telah memasuki guild dengan bermacam pikiran aneh berputar-putar di kepalanya.
Memasuki guild keriuhan tiba-tiba menyambutku. Melirik ruang di dalam, itu masih sama seperti sebelumnya, mereka berkumpul dalam kelompok, berbincang satu sama lain sambil makan dan minum tanpa adap sama sekali, tapi itu lebih ramai dari sebelumnya, mereka telah memenuhi ruang ini.
Melirik Sylvia aku menyadari dia tidak terganggu sedikitpun dengan keramaian ini, apalagi dia tidak mempermasalahkan adap dan sikap petualang. Dia hanya melirik mereka dengan minat tanpa peduli dengan udara pengap di ruangan ini.
Berjalan menuju meja resepsionis dengan penuh senyuman, aku bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan kali ini. Mungkin aku harus bertanya keadaan di sekitar kota... lagipula binatang itu membuatku sedikit penasaran.
Di samping Narai, Sylvia tiba-tiba terkejut dengan udara tajam yang dia rasakan dari sebelahnya. Dia kemudian melirik Narai, merasakan bahwa dia tidak bisa lagi mengenali tuan mudanya.
Tapi sebelum dia selesai merenung, udara tajam itu menghilang seolah itu tidak pernah ada, dan tuan mudanya juga kembali seperti biasanya. Tapi dia tahu perasaan haus darah itu bukan hanya ilusi, itu ada tapi itu hanya tersembunyi dengan baik di balik senyumannya.
Berhenti berjalan, Sylvia tiba-tiba menatapnya. Dia menatapnya dengan penuh perhatian, tanpa ada satu pikiran yang aneh di kepalanya. Keriuhan guild seolah tidak ada, hanya ada tuan mudanya di depannya.
Melirik Sylvia yang tiba-tiba berhenti, aku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi padanya. Berbalik menghadapnya, aku menebak-nebak tindakan tidak masuk akal apa lagi yang akan dia lakukan.
Menatap serius padanya, mata Sylvia tiba-tiba melembut, dia berkata perlahan dan tegas. "Tuan Muda, aku akan selalu bersamamu apapun yang terjadi. Tidak peduli apa dan di mana kamu berada bahkan jika itu neraka terdalam sekalipun."
"Ada apa denganmu, apakah kepalamu terkena korsleting, otakmu tidak kram, kan?" Memutar mataku, aku melanjutkan dan mengabaikan ocehan tidak masuk akalnya. Tapi entah kenapa suasana hatiku menjadi lebih baik, dan aku tidak tahu mengapa tapi aku juga merasa sedikit lega.
Melihat tuan mudanya bertingkah seperti biasanya, Sylvia tersenyum manis padanya. Mengikutinya, keduanya akhirnya mendekati meja resepsionis.
Tanpa tahu kapan tapi meja resepsionis sekarang seperti minyak dalam penggorengan, itu mendidih. Mereka semua saling berbisik, dan berlari-lari mencoba menyembunyikan sesuatu.
"Tuan Muda Narai datang!"
"Cepat sembunyikan itu darinya."
"Panggil dia, situasi darurat telah datang."
"Cepat cepat cepat."
Berdiri di depan meja, menatap manis pada petugas guild, senyum merekah muncul di wajahku. "Hallo kakak-kakak cantik, hari ini kalian menawan seperti sebelumnya."
Petugas guild balas tersenyum padanya, tapi tak ada satupun dari mereka yang akan tertipu pada wajah lucunya lagi. "Tuan Muda Narai, kali ini apa yang membawamu kemari."
"Oh bukan apa-apa, hanya menghabiskan waktu." Melirik ke belakang petugas, aku mencoba melihat-lihat apa yang ada di belakang mereka, apa yang sedang mereka coba tutupi.
"Tuan Muda, kamu tahu ini adalah guild, bukan tempat untuk menghabiskan waktumu." Dari belakang Narai, suara pria memutus perkataannya. Dia terlihat terengah-engah, sedikit kehabisan napas akibat terburu-buru.
"Oh. Paman Ed, kebetulan sekali kamu di sini." Berbalik, aku melihat pria paruh baya ini yang sepertinya melihatku dengan waspada.
Melirik dan meraba-raba tubuhnya sendiri, pria itu tiba-tiba melihatnya dengan lebih waspada. "Kamu mencariku?"
Tersenyum indah padanya, aku menggenggam kedua tanganku ke belakang punggung, dan menarik kaki kananku ke belakang sebelum meliriknya dengan malu-malu. "Yah kamu tahu, kudengar akhir-akhir ini banyak binatang sihir yang sudah diburu oleh petualang."