"Menteri Sihir Marseille, izinkan saya membawa orang ini. Dia adalah sahabat saya."
"Zinedine, kamu tidak tahu? Kamu sedang dalam daftar buronan..? Enricko sekarang adalah bagian dari kami dan kamu ingin membawa Enricko pergi begitu saja? Saya tahu.. kamu menghilang untuk menghindari pencarian dari Agen keamanan sihir, saya sudah tahu FSIS bukanlah lagi organisasi yang bisa saya percaya. Sekarang kamu muncul dihadapan saya, dan saya tidak akan melewatkan kesempatan ini.."
"Jangan lupa kamu mau mengamankan Enricko selaku barang bukti nyata akan keberadaan sel X. Semua makhluk yang kamu ciptakan akan kami musnahkan."
"Apa?!" Zinedine terkejud.. apa yang Marseille maksud dengan semua makhluk? Ia tidak mengerti.
"Saya tidak mengerti. Saya hanya menyuntikkan sel X pada Enricko saja!"
Marseille tertawa mengejek,"Kamu nggak tahu? Padahal makhluk buatanmu itu telah menjadi hama bagi negara dan seluruh dunia. Dimana kamu bersembunyi hah? Di dalam goa?"
Tidak mungkin, fikir Zinedine. Ia tidak pernah menyuntikkan apalagi bereksperimen pada sembarang orang. Hanya Enricko lah satu-satunya orang yang ia teliti.
Tiba-tiba fikiran Zinedine terpaku pada satu orang yang paling krusial dalam kasus ini.
.
.
.
.
.
.
Christian.
Dugaan-dugaan buruk mulai menghantui fikirannya. Zinedine yang awalnya ingin melawan Marseille kini mengangkat kedua tangannya.
.
.
.
"Saya menyerah."
Marseille mengarahkan tongkatnya ke hadapan Zinedine.
"Signo."
Tubuh Zinedine tak bisa digerakkan. Ia terdiam kaku. Marseille menyentuh earbud dengan satu tangannya.
"DeLeon, bawa penyihir tingkat S ke tempatku sekarang juga."
DeLeon yang berada di ruang monitor bersama para bawahan menteri sedang memonitor keadaan Montreal dan sekitarnya. Lautan api tengah melanda Montreal sampai ke daerah Portland. Banyak penyihir yang mencoba memadamkan api beserta lahar panas dengan sihir hujan forte pluie. Namun, api tersebut tak padam -padam.
DeLeon yang masih berusaha mencari ide untuk memadamkan api tiba-tiba mendapat telepon dari Marseille.
"Tuan?"
"Apa?! Baik! Saya kirimkan secepatnya!"
DeLeon yang mencari list kontak para penyihir tingkat S kini mengirimkan 2 orang untuk datang menghampiri Marseille.
"Vega! Ano! Kalian ke tempat Sir Marseille sekarang!"
"Baik!"
"DeLeon! Sebagian lahar api padam dengan sendirinya!" Ujar salah seorang operator.
Aneh
DeLeon melihat prognosis dari globe digital yang terpampang seperti hologram di hadapannya... dan benar saja. Lahar itu perlahan menghilang.
"Apakah mereka menggunakan sihir baru?" Tanya DeLeon
"Tidak, mereka bahkan tidak melakukan apa-apa. Namun lahar tersebut menghilang. Seluruh kota bahkan perlahan kembali seperti semula!" Ucap operator yang bernama Petral.
Tidak, ini.. tidak mungkin terjadi kecuali kepada satu orang yang sangat ia kenal.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hoam~ ngantuk." Gumam pria albino menatap layar monitornya. Kini ia terbaring di sebuah atap gedung dengan semilir angin dan hangatnya senja, ia melepas kacamata hitamnya dan pergi menuju ke alam mimpi. Tak sadar akan laptopnya yang masih menyala menuliskan sebuah tulisan.
{cds
Int main(reset object debug)
Object = Canada
}