"Hai Watcher.." Ucapnya tersenyum.
"Bu-bu-bukannya tadi a-anda-"
"Tak perlu dibahas soal itu, Sir Alexo sedang sekarat." Ujarnya.
Tapi sebelum itu, ia mengusap mata kiri Watcher dengan jempol kanannya. Setelah terusap, kelopak mata Watcher tak lagi mengeluarkan darah.
Watcher hanya mengamati Gwyneth yang sedang mengutak atik ponselnya.
"Halo? Refik.. Saya butuh bantuan.."
.
.
.
.
.
.
.
.
Alexo terbaring di ruang ICU. Sebagai seorang delegasi Canada, Rencana mereka hampir gagal, bahkan Alexo kini koma. Watcher kehilangan sebelah kiri matanya. Ia hanya bisa merenung, hanya dua koper itu yang selamat sampai ke tangan menteri sihir US.
"Dia membutuhkan waktu beberapa bulan untuk siuman, kecuali bila ada keajaiban.." Ujar Gwyneth.
"Deputi Direktur Gwyneth, bisakah anda menyembuhkannya dengan kekuatan anda?" Kata Watcher memohon.
"Akan kucoba.."
Gwyneth memasuki ruang ICU, awalnya para perawat menentangnya untuk masuk, namun saat mengetahui ia adalah Deputi Direktur, mereka semua terdiam dan mempersilahkannya masuk.
Gwyneth mengamati kondisi Alexo terlebih dahulu. Lukanya sangat parah. Lalu tangan kanannya terulur menyapu Alexo dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cincinnya bercahaya, luka-luka yang ada di tubuh Alexo mulai memudar dan menjadi kulit yang normal.
Watcher yang melihat itu merasakan sedikit harapan apabila Alexo akan bangun. Namun seketika impiannya sirna saat ia melihat Alexo tak membuka matanya.
Gwyneth yang baru saja keluar dari ruang ICU berjalan mendekatinya.
"Lukanya memang sembuh, aku hanya mempercepat kesembuhan fisiknya dan bukan jiwanya.. itu diluar kuasaku." Kata Gwyneth kepadanya. Watcher menatapnya sendu. Kini ia sendirian, Crewmatenya tengah koma..
Bagaimana ia mengatasi semuanya?
"Ingat Watcher, kamu hanya punya satu Eyes of God. Jangan sampai satu-satunya mata tuhan itu jatuh ke tangan yang salah." Pesan Gwyneth sebelum ia pergi dari rumah sakit.
Malam itu ia tidur di sebuah kamar hotel dengan bodyguard yang mengawasinya.
"Lo ngga makan? Berdiri disitu doang dari tadi." Ucap Watcher menawarkan makanan berupa daging asap pada wanita berambut blonde panjang berbelah tengah dengan name tag Lizzy.
Ia menggeleng, netra kuningnya masih mengamati gerak-gerik Watcher. Watcher yang ditatap merasa risih dan mempercepat makannya lalu pergi ke kamar mandi untuk gosok gigi.
"Beritahu saya jika anda ingin tidur, saya akan ke pergi kamar sebelah."
"Lo boleh kok ke kamar sebelah."
Lizzy beranjak dari tempatnya menuju ke kamar sebelah. Menteri sihir US memesankan kamar connecting sehingga bila ada apa-apa maka sang bodyguard bisa langsung pergi ke lokasinya.
Watcher terbiasa tidur dengan mematikan semua lampu termasuk lampu tidur karena ia bukan tipe penakut dan matanya sangat sensitif terhadap cahaya.
Tubuhnya ia rebahkan di atas kasur. Beberapa menit ia melamun dan mencoba tidur sembari menghitung domba. Perlahan netra birunya mulai menutup dan menuju ke alam mimpi.
Sreek.. sreek..
Sebuah suara membangunkan Watcher ditengah tidurnya. Saat ia melirik Jam, waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam.
Ia mencoba tidur kembali. Namun suara tersebut timbul lagi, bahkan lebih nyaring dari yang sebelumnya. Begitu seterusnya sampai ia kesal dan menyalakan lampu. Sekelebat bayangan hitam muncul di dekat kamar mandi lalu menghilang.
Watcher yang curiga ingin mengecek bayangan tersebut dan membangunkan Lizzy yang berada di kamar sebelah.
Namun tubuhnya tiba-tiba terhempas ke lantai. Ia mencoba bangkit, namun ia tak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya dan hanya terbaring disana. Watcher mencoba berteriak tapi ia tak bisa mengeluarkan suaranya.
Sesosok familiar dengan tangan buntung berjalan kearahnya. Ia masih berusaha berontak tapi sia-sia. Kini orang itu menunduk.
Wajah saling berhadapan, ia bisa melihat rambut birunya yang kini layu bagaikan manusia yang sudah mati lalu dibangkitkan kembali.
Tangan kirinya dengan gemetar mengarah ke arah kelopak mata kanannya.
"Mata itu milikku."
"AAAAAKKKKKHHHHH!!!"
"Tuan Watcher?!"
Sebuah sinar menyilaukan matanya.
Ternyata itu Lizzy dengan piyama tidurnya berlari ke arah Watcher dengan ekspresi panik.
"Apa yang terjadi?!" Tanya Lizzy, ia mengawasi keadaan sekitar sembari mengacungkan tongkat sihirnya.
Nihil. Tak ada siapapun disana kecuali mereka berdua.
"Tak apa Lizzy.. itu hanya mimpi buruk." Kata Watcher menyapu pelipisnya. Lizzy menatapnya lekat-lekat.
Kini Watcher berakhir tidur dengan lampu menyala dan Lizzy yang berdiri di dekatnya mengawasi keadaan sekitar sampai matahari menampakan wujudnya.