Pertarungan terjadi dengan sengit. Para sorcerer melawan satu pria. Lawan yang tak imbang. Namun bukan Keiser namanya kalau tidak bisa mengimbangi permainan mereka.
"Incenticus!"
Jarum baja melayang menuju kearahnya namun dengan cepat Keiser menghindar.
"Frozio!!"
Tangan Keiser terkena sihir pembeku. Alhasil ia tidak bisa menggerakkan tongkatnya. Keiser menyeringai. Tangannya yang membeku kini meleleh dan mengeluarkan api biru. Mereka menyerang keiser secara beruntun dengan Incenticus tapi gerakan Keiser jauh lebih cepat dan tidak terbaca.
Salah satu sorcerer terkejut kala Keiser sudah berada di depannya. Ujung tongkat Keiser mengarah ke keningnya. Seketika kepala itu hancur. Tubuh sang sorcerer terpelanting jauh. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Keiser memutar tongkatnya dan menyodokkan kepada dua sorcerer yang ada di sampingnya. Tubuh mereka ikut meledak dan terpelanting jauh.
Enricko terjatuh dari ketinggian seratus duapuluh delapan meter. Tubuhnya kaku tidak bisa digerakkan. Sebuah suara tapak kaki mendistraksinya. Seorang wanita berambut blonde mengacungkan tongkat kearahnya.
"Jangan bergerak!" ucapnya dingin. Perempuan itu kini berkata,"Kembalilah Enricko, Zinedine mencarimu."
Ketika telinganya mendengar nama Zinedine. Amarah mulai meluap dari dalam dirinya.
"Nggak akan, walaupun lo bunuh gue sekalipun.. nggak akan gue kembali sama bajingan itu."
"Baiklah kalau itu mau mu.. Obscura!"
Tubuh Enricko merasa tak bisa dikendalikan.
'Sial' pikirnya, sihir pengontrol benar-benar menyebalkan.
"GROAAAHHH!!!
Teriakan Enricko terdengar sangat kencang.
Keiser yang masih bertarung dengan sorcerer lain menengok kearah bawah tebing.
"Enricko?!"
Enricko kini sepenuhnya berubah menjadi Black. Ia berusaha melawan fikirannya untuk terpengaruh pada sihir itu. Namun dalam fikirannya terdapat sebuah bisikan yang selalu mengganggunya.
'Lepaskan saja Enricko.. biar aku yang tangani ini..'
"Hhhaah.."
Black tiba-tiba terdiam. Wanita itu masih mengacungkan tongkat sihirnya. Namun tiba-tiba tubuhnya dihempas oleh Black ke arah bebatuan besar.
"Beraninya.." Wanita itu geram.
"STUNTERA!!!"
Black yang tadinya berlari untuk menghajar wanita itu kini diam membeku. Tubuhnya tak bisa ia gerakkan. Ia berusaha memberontak namun tubuhnya masih terkunci. Namun, tubuh Black tiba-tiba meleleh bagai air dan melesat kearah sorcerenr wanita itu.
Tubuh Black yang cair kini menenggelamkan tangan kanan sang wanita dan mulai melahap seluruh tubuhnya. Sorcerer tersebut tak bisa berkutik.
'tidak ada cara lain.' Fikir wanita itu. Tubuh sang wanita mulai bercahaya, rambut blonde nya berkibar. Black masih berusaha melahap tubuh wanita itu.
"IGNITES!!"
Tubuhnya terbebas dari Black. Wujud Black yang tadinya berupa cairan kini tersebar ke seluruh arah. Cairan hitam tersebut mulai berkumpul dan membuat wujud seorang monster.
"Jangan remehkan penyihir grade A."
Black ingin melawan, namun rasa sakit di jantungnya kini kembali lagi. Sakitnya bahkan menjalar sampai ke seluruh tubuhnya. Perlahan Black mulai berlutut sambil memegangi jantungnya.
"heh, lemah.." Seringai wanita itu. Tak disangka. Sebuah tongkat menuju kearahnya. Wanita itu menghindar sembari mengacungkan tongkatnya.
"Okay, sudah cukup mainnya.. kalian bikin gue repot." Keiser berjalan mendekat kearah si wanita.
"Inflame!"
Dengan mudah Keiser menangkis serangan itu menggunakan tongkatnya. Beberapa kali si wanita menyerukan berbagai spell kearah nya hanya ditangkis oleh Keiser dengan mudahnya. Sebelum tongkat itu mengarah pada dahi sang wanita.
"Lo juga nggak tahu lagi nyari ribut dengan siapa.."
Sedetik kemudian kepala wanita itu pecah.
Kini hanya tinggal Black dan Keiser saja yang ada disana.
"Jadi ini toh yang namanya Black.."
Keiser dengan sengaja berusaha menyentuh bahu Black. Tapi tangan tersebut kini tenggelam ke dalam bahunya dan tak bisa dilepas.
"Eh?!"
"Makanya hati-hati." Ucap seseorang dibelakangnya yang tidak lain adalah Elyon.
Tangannya makin lama makin terhisap ke dalamnya. Keiser yang panik mengkode Elyon yang baru datang dengan lirikan matanya.
Elyon hanya tersenyum dan mengarahkan tangannya pada kening Black. Detik itu juga tubuh Black berubah kembali menjadi Enricko yang tidak sadarkan diri.
"Lo kok tahu kita kesini?!"
"Yah ada deh..."
"Sebenernya gue udah ngamatin lo dari lo foto-foto sama anjing lo tadi."
"HAH?!"
"Terus lo kok nggak bantuin gue?!"
"Bantuin? Buktinya tadi lo bisa beresin semua sorcerer itu.. ngapain harus gue bantu?"
Keiser yang agak kesal dengan pengakuan Elyon menghela nafasnya. Mereka berdua kini mengarahkan pandangan pada Enricko yang tidak sadarkan diri.
"ngh..."
Enricko mengerjapkan matanya. Lagi-lagi deja vu. Kini ada dua orang yang berada di samping kasurnya sedang berargumen ria.
"Gimana badan lo? Masih sakit?" tanya Keiser.
"Bentar masih kumpulin nyawa.." Enricko mengusap wajahnya. Jantungnya masih terasa sakit, rasanya seperti ingin ditarik dari tempat asalnya.
"Mau gue ambilin air?" tanya Elyon, Enricko mengangguk.
Sementara Elyon pergi mengambil air. Kini hanya tinggal mereka berdua yang ada di ruangan itu.
"Tadi ada salah satu sorcerer yang hampirin gue..."
"Terus dia bilang dia mau bawa gue ke Zinedine, tapi gue tolak."
"Entah siapa mereka.. apa mereka suruhan Zinedine? Atau apa? Gue nggak tahu lagi. Kepala gue rasanya mau pecah."
"Nggak usah difikirkan dulu.. lo sekarang istirahat. Toh yang penting lo selamat."
Elyon kembali membawa air minum dan menyerahkannya pada Enricko. Tangan Enricko bergetar saat menerima gelas tersebut. Ia minum sembari terbatuk saking hausnya.
"Lo pasti bingung kenapa para sorcerer itu mencari lo." Ucap Elyon tiba-tiba.
Siapa pula ini? Kenapa dia jauh lebih cenayang dibanding pria mata biru?
"lo-"
"Kok tahu? Anggap aja gue sedang nebak fikiran lo." Katanya tersenyum. Enricko mendadak diam. Keiser beserta anjingnya pun turut diam.
"Ada kalanya perjanjian membutuhkan sebuah jaminan.. jika jaminannya hilang, perjanjian tersebut akan rusak." Kata Elyon sebelum ia pergi.
Apakah mereka sedang bermain filosofi? Enricko frustasi. Apa yang dimaksud Elyon tadi? Tak sadar Enricko mulai menjambaki rambutnya.
"Eh..eh.. nanti rambut lo rontok! Udah jangan dipikirin kata Elyon tadi. Dia emang kalau ngomong suka ngaco." Keiser berusaha menenangkannya.
Tapi matanya tak bisa terpejam semalaman akibat perkataan tadi.