Chereads / BEYOND MARVEL / Chapter 11 - Another Trouble

Chapter 11 - Another Trouble

"Sir Marseille, senang bertemu kembali."

"Ah, Elyon.. baru aja kita ketemu. Rasanya lama sekali ya? Hahaha.."

"Bagaimana dengan Enricko? Apakah dia baik-baik saja."

"Semua berjalan sesuai rencana Marseille, lo nggak perlu khawatir."

"Sebenarnya gue cukup kaget waktu lo bilang lo menemukan dia bahkan sebelum misi pencarian kita berjalan, misi ini berjalan hanya antara kita saja Elyon. Makhluk itu harus kita basmi sampai ke akarnya, kalau tidak mereka akan jadi hama besar untuk dunia."

Elyon yang meminum teh hanya mengangguk.

"Sebelum itu-"

Tok tok tok

"Masuk."

Pria botak dengan netra olive menghampiri mereka berdua dan menyerakhkan setumpuk berkas yang berisikan biodata seseorang.

"Ini biodata Aidan Zinedine, untuk Denzel Christian kami masih berusaha mencari."

"Teruskan DeLeon, kabari gue bila kalian mendapatkannya."

"Baik."

Sebelum DeLeon keluar, ia melirik lelaki di seberang Marseille. Yang ditatap hanya tersenyum simpul kearahnya.

"Oh iya.. perkenalkan, dia yang bakal membantu kita dalam misi besar kali ini. Namanya Elyon ben Asher. Elyon, perkenalkan DeLeon."

Keduanya saling berjabat tangan. Namun DeLeon merasakan sesuatu yang janggal mengenai orang ini. Dia punya aura misterius yang bahkan tidak bisa ia jelaskan.

"Senang bertemu dangan anda Sir Elyon, kalau begitu saya pamit dulu." DeLeon menganggukkan kepala lalu melangkah pergi.

"Elyon?...nama yang aneh untuk seorang manusia." Gumamnya.

"Gimana? Lo udah bisa bangun belom? Udah tiga hari lo gelayutan di atas kasur." Tanya Keiser sembari melipat tangannya. Tak lupa seekor siberian husky miliknya yang menggonggong kala melihat Enricko.

"Itu anjing lo ya?"

"Iya. Lucu kan? Namanya Eddy."

"Eddy? Jelek banget anjir."

"Maksud lo ngatain nama anjing gue jelek apa hah?"

"Nggak kasih nama Rudolf, Stephen, atau Jonathan gitu?"

Sang anjing yang paham hanya menggeleng tanda tak setuju. Keiser terkekeh.

"Tuh kan, dia nggak mau dikasih nama kek begitu."

"ngomong-ngomong.. lo tinggal berdua doang di rumah kayak gini?"

"Nggak, sebenarnya ada dua orang lagi yang tinggal disini.. Cuma mereka lagi pergi jauh dan nggak kembali selama beberapa hari kedepan."

"oh..."

"Bangun gih! Kita jalan gimana? Gue bosen mantengin lo terus di rumah."

Enricko terlihat sangat bersemangat. Ia menantikan dimana ia bisa menghirup udara segar setelah rasa sakit di jantungnya yang menyiksa selama beberapa hari. Namun, rautnya berubah menjadi kekhawatiran. Ia takut disaat ia sedang berkeliling kota Montreal ia akan bertemu dengan Zinedine dan memaksanya untuk pulang. Ia tidak ingin itu terjadi. Tidak sampai balas dendamnya terbalaskan.

"Gue.. gue pengen sih.. Cuma..."

"Cuma?"

"Erhm... takut."

"Lo takut keluar?" Keiser memasang tampang heran. Baru kali ini ia berhadapan dengan manusia antisosial selain Luke, bedanya Enricko ini lebih bodoh dari Luke. Bahkan perbedaan kecerdasan mereka sangat jauh di mata Keiser.

"Bukan itu! Gue.. gue takut ketemu temen gue.."

"Si Aidan itu ya?"

"Eh kok lo tahu?"

"Insting aja sih.." Keiser berbohong.

"Gue mau aja sih keluar Cuma gue harus pakai hoodie sama masker biar nggak kelihatan."

"Itu mah bisa diatur."

Keiser pergi dari kamar tamu menuju kamar Luke. Kamar tersebut dilengkapi banyak monitor komputer dan cctv, Enricko sampai heran. Saat masuk ke kamarnya pun harus ada kata sandi segala.

Kamar Luke sangatlah gelap dan tak memiliki lampu. Hanya cahaya monitor yang menerangi seisi kamar tersebut. Kalau saja ia tak berhati-hati. Ia bisa tersandung kabel tembaga yang tebal di lantai. Kamar ini lebih mirip seperti ruang industrial dibandingkan tempat tidur.

Sepatu vans putih berjalan menuju sebuah lemari pakaian. Saat ia buka, hanya ada sekumpulan hoodie hitam yang tergantung di hanger baju. Maklum, Luke adalah seorang Albino. Ia tidak bisa terkena sinar matahari secara langsung. Jadi ia menutupi hampir seluruh tubuhnya dengan jaket setiap hari. Bahkan saat hari panas sekalipun.

"nih."

Keiser melemparkan hoodie hitam ke wajahnya.

"Ini hoodie siapa?"

"Tenang gue nggak nyolong kok. Itu hoodie temen gue."

"oh.."

-Mount Royal Park-

"Foto yuk foto!!!" Keiser berjingkrak semangat. Ia dan Eddy sudah berpose di sebuah monumen tinggi. Enricko yang melihat tingkah Keiser hanya sweat drop. Keiser bak anak kecil yang baru keluar rumah dari karantina.

"Satu.. dua.. tiga!"

Snap!

"Sekali lagii!!"

"Woof woof!!"

Snap!

Disaat mereka sibuk berfoto. Lima orang dengan jas hitam beserta flat cap sedang mengamati mereka. Hal itu tak disadari oleh Enricko namun disadari oleh Keiser.

"Eh, lo mau gue traktir makan nggak?" tanyanya.

"makan apa emangnya?"

"Ada deh.. lo ikut gue."

Keiser menariknya menjauhi kerumunan. Mereka berjalan mengitari danau dan sampai pada sebuah hutan. Enricko merasa tidak yakin apabila ada restoran disini.

"Beneran ada restoran disini?"

"Lo tahu nggak kalau semut suka mencari butiran gula."

Enricko tak paham apa yang dimaksud Keiser. Maksudnya? Apa hubungannya?

Sampailah mereka pada perbukitan yang jauh dari keramaian, di bukit tersebut terdapat lapangan luas. Ia bisa melihat jelas seluruh kota Montreal dari sini.

"Mana restorannya gue nggak ada lihat."

"Hm, nggak nyangka lo se goblok itu."

"Apa maksud lo?!"

"Evicius"

BTOOMM!!!

Ledakan laser menyambar Enricko dan Keiser. Waktu seperti berjalan lambat, saat Enricko belum sadar sepenuhnya, Keiser sudah berada di depannya dan sebuah tongkat melayang dan mengacung kearah ledakan tersebut.

Seketika dentuman besar itu terhalang oleh barier yang dihasilkan oleh tongkat Keiser.

Asap mengepul diantara mereka hingga Enricko terjatuh lalu terbatuk-batuk. Enricko membelalak matanya, di hadapannya Keiser berdiri dengan tongkat kayu yang diatasnya terukir kepala ular. Masih memproses apa yang telah terjadi ia tak sadar kalau tubuhnya kini melayang dan terhempas jatuh dari bukit. Ya, bukit raksasa itu hancur.

"Dasar semut pengganggu." Ucap Keiser sebelum melayangkan tongkatnya ke arah mereka.