"Pagiku cerah ku, matahari bersinar!"
Keiser berjalan bak anak TK yang baru masuk sekolah. Ia berada di cafè parvis yang terletak di mayor street. Dengan segelas kopi dan hp yang ia pegang, ia upload status di instagramnya, jangan lupa gaya alay dan caption yang tak kalah alay pula.
'Parvis Cafè, yuk nongkrongg @LukeQuentin_'
Beberapa detik berlalu hingga suara hp nya berdering
"Bonjour, Keiser disini!"
"BURUAN KESINI TOLONGIN GUE!"
"Minta tolong apaan lagi? Ini jatah gue nyantai ya! lo minta tolong Elyon aja sana."
"ngga bisa, Elyon ngga ngangkat telpon gue."
"ogah."
"plis!! Gue gue lagi di kantor polisi!"
"Lah lo kenapa lagi?"
"Gue habis hajar nenek jadi-jadian."
"maksud lo nenek jadi-jadian gimana?"
"jadi-"
Pihak polisi merebut telfon yang ada di tangan lelaki tersebut dan berkata pada Keiser,"Saudara Arka akan kami tahan terlebih dulu karena telah melakukan kekerasan pada nenek tua berusia 70 tahun..."
"GUE UDAH BILANG DIA BUKAN NENEK BENERAN ASTAGA POLISI TOLOL! BISA SIHIR DOANG TAPI NGGAK NGOTAK! LO NGGAK TAHU KAMUFLASE APA?!" Teriak Arka dari telefon, ok. Sebelum Arka membunuh para polisi itu dan membuat kericuhan lebih gila lagi ia bangkit dari tempat duduknya.
Keiser pergi sambil berlari dengan secepat yang ia bisa. Elyon saudara kembar Arka, entah hilang kemana. Kalau saja ia bisa meminta bantuan pada Luke, tapi Luke sedang ada di luar kota mana mungkin ia kembali kesini hanya untuk mengurus masalah konyol ini?
10 menit kemudian
Cklek!
Pintu kantor polisi terbuka memperlihatka Keiser yang terengah-engah bak dikejar hantu.
Arka dan para polisi yang sedang melakukan interogasi hanya menatapnya.
"Apa?"
"Teman dari Arka ben Asher?"
"Ya."
"Silahkan duduk."
"Jadi-"
"Jangan ditangkap Pak, teman saya ini nggak bakal ngehajar orang walaupun orangnya suka cari ribut. Pasti ada alasannya saya jamin deh!"
"Buktinya apa kalau temanmu ini nggak bersalah? Saya sudah cek pakai ilmu pemurnian. Dia nenek biasa." Ucap salah seorang polisi berbadan kekar berkepala botak dengan name tag 'Gillan Miller'.
"Lo lemah makanya Nggak tau." Balas Arka sembarangan, Keiser menampar bahunya.
"Kenapa? bener toh? Badan doang kekar otak lo nol" Tambah Arka lagi sambil mengetuk-ngetuk kepalanya. Gillan yang merasa diinjak harga dirinya mulai tak terima.
"Kamu mau adu kekuatan sama saya?" Kata Gillan. Auranya mulai berubah. Arka yang berada dihadapannya santai saja. Bahkan menambahkan sedikit rasa kekesalan lagi bagi Gillan.
"Kita buat deal aja gimana? Gue bukan orang ecek-ecek yang suka ngerusuh aja tanpa sebab. Kita adu panco, kalau gue menang gue seret nenek itu kesini dan gue buktikan dengan mata lo yang keruh itu. Kalau lo menang lo bisa penjara gue sepuasnya."
Keiser menepuk jidatnya.
Tangan Arka dan Gillan saling bertautan. Gillan yang emosi meremat tangan Arka dengan kencang, Arka masih memasang tampang santuynya.
Salah satu polisi yang menjadi wasit mulai hitung mundur.
3
2
1
"Mulai"
Gillan mencoba menggeser tangan Arka, namun tangan Arka tak bergerak sama sekali. Keringat mulai muncul di pelipis Gillan dan wajahnya tampak memerah tanda ia sudah berusaha keras. Arka dengan santainya mendorong tangan Gillan perlahan-lahan hingga kini jatuh duluan di meja. Arka menang telak.
"Tuh kan gue bilang apa?" seringai Arka.
Gillan mengatur nafasnya dan menatap Arka lekat-lekat. Siapa orang ini?
"Ok karena gue menang gue bawa nenek itu kesini." Kata Arka. Tanpa diduga, seorang wanita tua jatuh dari langit-langit ruangan dan mendarat tepat di meja antara Gillan dan Arka berada.
Keiser kaget bukan main, ia sampai berjengkit dari tempat duduknya.
Netra seluruh polisi terarah pada wanita tua yang jatuh tadi. Tubuhnya bonyok dan banyak bekas memar dimana-mana.
"ini nenek..." Kata Arka menujuk kearah nenek tua ubanan dengan setelan coat pastel merah muda. Nenek itu terlihat kebingungan kenapa ia bisa sampai disini.
"..Dia makan anak kecil yang lagi main-main di taman."
"Wah ka, lu ngaco!"
"Nggak mungkin."
"Nak.. kenapa saya bisa ada disini ya?" tanya nenek polos itu. Keiser menyikut siku Arka dan memberi kode padanya. Sedangkan Arka? Dia melayangkan tatapan dingin bak dinginnya kutub.
"Gue mau lo ngaku sendiri, sebelum gue rubah lo ke wujud asli lo."
"Saya tidak ngerti maksud kamu nak.. ngaku apa?"
"Ka.. lu kayaknya salah orang deh.." Kata Keiser yang mencoba membujuk Arka. Arka tak mengindahkan perkataannya. "Arka, kamu akan kami tahan kalau tidak melepaskan nenek ini." Kata salah satu polisi. Arka tertawa mengejek,"Bukannya kita sudah sepakat di awal?"
"Tapi nggak gini juga ka.. nenek ini bahkan nggak tahu apa-apa!"
"Nggak tahu apa-apa mata lo!" Arka dengan sengaja menendang nenek ini sampai terpelanting. Keiser yang melihatnya mencoba menahan Arka dan polisi disana agar tak terjadi keributan. "Berhenti bro.. lu udah kelewatan!"
Beberapa polisi mengacungkan tongkat sihirnya,"Stop! Atau kami yang menghentikan kamu."
Sepatu sport hitam bergaris hijau kini sudah mendarat di kepala sang nenek, mengangkat dagunya. Nenek itu menggeram tertahan.
"Ngaku nggak lo."
Arka memposisikan wajah sang nenek agar menatap matanya. Tiba-tiba, sebilah pisau cahaya muncul di tangan kiri Arka. Yang lain menatap Arka lekat-lekat dan mengantisipasi apabila ia mencederai nenek tersebut. Keiser bahkan sudah mengeluarkan tongkatnya untuk berjaga-jaga apabila mereka menyerang Arka nantinya.
Tanpa diduga, Arka menggores lengan kanannya sendiri. Membuat luka dalam nan lebar. Darah mulai mengalir dari tangan Arka dan mengenai wajah sang nenek. Keiser dan para polisi tercengang. Apa lelaki ini gila?
Netra nenek itu terbelalak, geraman mulai muncul dari sang nenek. Seluruh tubuhnya bergetar, nenek itu tanpa sengaja meneteskan air liur dari mulutnya. Arka menyeringai.
"Kena lo."
Tubuh nenek itu perlahan mulai berubah, menampakkan makhluk hitam berekor dengan sisik tebal. Polisi dan Keiser tak kalah kaget, mereka mengacungkan tongkat mereka masing-masing.
"Lo pada ngga usah ikutan. Gue yang urus ini sendiri."
"Makhluk apaan ini anjir! Gue nggak pernah lihat seumur hidup gue!" Keiser bertanya pada Arka.
Makhluk itu mengaum kencang, ia berusaha memberontak dan mencoba kabur. Namun, Arka telah mengunci tubuhnya. Makhluk itu tak bisa bergerak sedikitpun. Kini pisau cahaya yang ia pegang berubah menjadi sebilah pedang yang mengarah ke leher makhluk tersebut.
"Siapa lo?"
"Grhh..."
"Jawab gue. Gue tahu lo bisa ngomong."
"GROOOAAARGHHH!!!"
"Arka!"
STAB
Pedang itu menancap ke lehernya sedikit demi sedikit, uap panas mengepul dari lehernya yang terluka. Polisi dan Keiser hanya bisa menyaksikan. Bisa didengar jeritan dasyat menggema di ruang interogasi. "Lo ngga ngaku nyawa lo taruhannya."
"Ti..dak..a..kan.."
WOOSH
Makhluk hitam tersebut berubah menjadi abu dan lenyap.
Keheningan melanda ruang interogasi. Arka kini berbalik kearah mereka dan menyeringai puas.
"Gimana? Seru lihatnya?"
"Gue.. gue ngga paham.."Keiser memijat pelipisnya. Apa-apaan tadi itu.
"Apanya yang ngga paham? Sini gue jelasin, tapi sebelum itu gue cuma mau bilang..." Arka menatap ke arah para polisi itu.
"Polisi nggak becus." Arka beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan keluar. Arka meninggalkan kantor polisi dengan semua polisi di dalam diam membeku.
"Arka tunggu!"
"Jadi gitu ceritanya!"
"Oalah.."
"Gue nggak tahu men, baru aja nyantai minum kopi tiba-tiba dapet telfon Arka di kantor polisi..."
"...Terus gue lihat itu nenek berubah gitu aja kayak WOOSH!"
"Oke-oke gue paham."
"Jadi gimana menurut lo Elyon?"
Elyon hanya tersenyum,"Sukurlah Arka nggak kenapa-napa."
"hah?! Bukan itu maksud gue! Tentang monster itu gimana?!"
"Kebetulan gue habis ketemu dengan Sir Marseille, mereka punya kasus yang sama dengan kalian berdua."
"Ini."
Elyon melampirkan foto. Seorang lelaki brunette ber iris hazel dengan luka bakar di mata kirinya. Sambil duduk santai Elyon menjelaskan,"Ini Enricko Filla, dia punya makhluk yang sama seperti yang kalian lihat tadi. Nama makhluk itu Black. Enricko ini mantan mahasiswa jurusan Teknik Sipil. Dia dikeluarkan dari fakultas karena terkena kasus narkoba. Sekarang dia tinggal dengan temannya Aidan Zinedine Yang merupakan seorang alchemist peringkat A."Elyon tersenyum padanya.
"Kayaknya gue tahu ini bakal kemana.." Tambah Arka, ia menyeruput Kopi yang ia buat saat sudah sampai di rumah mereka. Elyon tak berhenti tersenyum. Netra hijau bak zamrud mengarah pada Keiser. Yang disenyumin mengangguk tanda mengerti. "Tenang Yon, serahkan semua sama gue."
"Kalau lo berhasil, lo gue kasih reward Kei."