Chereads / BEYOND MARVEL / Chapter 8 - Failed

Chapter 8 - Failed

"ENRICKO DARI MANA AJA LO HAH?! TAU NGGAK, GUE PANIK SAMPAI KE KANTOR POLISI BUAT NYARI LO YANG HILANG TIBA-TIBA!" Bentak Zinedine, Enricko yang melihat amarah Zinedine begitu membahana hanya bisa beringsut di pojokan.

BRAK!

sebuah meja terpelanting kearahnya, Enricko tak menghindar. Ia membiarkan meja itu mengenainya begitu saja. Memar kebiruan terpampang jelas di seluruh tubuhnya. Bahkan, ada beberapa darah keluar dari pelipis kepalanya.

"Ma.. ma-af.."

Zinedine hanya menatapnya, iris kebiruan itu menyiratkan kekecewaan dan amarah.

"Lo tau kan kita sudah bikin perjanjian? Kenapa lo langgar? Kenapa? Lo mau kabur? Jawab Rick!"

"Gue.. gue cuma mau cari makan.. buat kita.. hick- gue ngga tega liat lo ketiduran gitu karena capek... jadi gue pergi sendiri.."

Enricko menyerahkan satu plastik berisi dua buah makanan beserta roti camilan.

"Buat lo.."

Keheningan melanda mereka sejenak, sampai sebuah tangan terulur tepat di wajah enricko,"Sini gue obatin luka lo." Enricko menggapai tangan tersebut.

"Lain kali bangunin gue kalo lo mau kemana-mana. Meskipun gue capek sekalipun, gue pasti tetep temenin lo."

"Iya maaf.."

"By the way Dine..."

"Kenapa?"

"Nggak papa."

"Gue minta maaf sebelumnya, gue udah kasar sama lo. Habis gue panik banget, bangun-bangun lo udah nggak ada.."

"Iya Dine, gue juga salah.. gue ngga bilang apa-apa tadi."

Keheningan kini melanda mereka. Ini sangat awkward. Enricko jadi tidak nyaman. Dengan topik random, ia berbicara.

"ehh.. gue mau nanya sebelumnya..."

"...Lo tadi ngapain sama si cewek ular?"

Raut Zinedine jadi aneh dan bingung,"Nggak Rick, lo salah sangka. Dia itu.., well lo inget waktu lo di sekap di ruang besi sama para sorcerer itu? Nah buat ngebebasin elo dia minta imbalan ke gue dan.. gue kasih aja darah gue, dan nama dia Medusa.. bukan cewek ular."

"Jadi lo jangan mesum." Tambah Zinedine.

"SORRY YA GUE NGGAK MESUM, POSISI LO AJA YANG AMBIGU BANGET. ORANG AWAM JUGA KALAU LIAT DIKIRA LO LAGI BEGITUAN." Entah dapat energi dari mana, Enricko berteriak kencang pada Zinedine yang membuat Zinedine harus menutup kedua kupingnya.

"Iya.. iya bawel.."

"Nah.. udah selesai.."

"Oh, Ricko.. gue besok mau ngajak lo ke suatu tempat."

Esok Harinya

"Ini gue mau dibawa kemana lagi dah." Enricko diseret oleh Zinedine ke suatu tempat. Lokasinya jauh dari pusat kota, mereka menaiki mobil sampai menuju ke jalan perhutanan. Disana ia melihat danau luas yang ditengah-tengahnya ada kastil raksasa. Kastil tua itu nampak tak berpenghuni, Enricko mulai berfikir yang aneh-aneh. Apa Zinedine akan menyekapnya disini? Deja vu mulai melanda Enricko. Ia teringat kejadian malam itu di sebuah cafè bersama dua orang asing yang ia bahkan sudah lupa siapa nama mereka.

Zinedine memarkirkan mobilnya di ujung danau. Mereka membuka bagasi dan mengambil seluruh barang milik mereka.

"Zinedine, kita Mau ngapain."

"Mau ketemu seseorang."

"Seseorang? Di tempat kayak begini? Nggak salah lo?"

"..."

Zinedine diam saja tak mengindahkan kata-kata Enricko. Ia berjalan persis ke tepi danau yang memperlihatkan genangan air yang dalam dan juga hitam. Bagi orang yang punya Thalasophobia hal itu membuat Enricko sedikit gugup. "lihatkan muka lo di pantulan air." Ujar Zinedine, Enricko yang ragu-ragu hanya menuruti perkataan Zinedine. Pantulan wajah mereka kini terlihat di dalam air, namun beberapa waktu kemudian sebuah mata raksasa terlihat dari dalam air yang membuat Enricko mengerjap dan terduduk di rerumputan. "I-ITU TADI APA?!"

Seketika pancuran air berjatuhan mengenai tubuh mereka. Zinedine yang sudah membawa payung dengan sigap membukanya. Percikan air tidak mengenai Zinedine, melainkan Enricko. Ia yang terdiam di sana, kini bajunya basah kuyup. Sebuah jembatan terbentuk diantara mereka menghubungkannya dengan pintu kastil. Zinedine yang biasa saja main nyebrang saja tanpa mempedulikan apapun.

"Adine tunggu!"

Sesampainya di dalam kastil. Suasana bangunan sangatlah mencekam. Lantainya terbuat dari ubin catur yang usang. Dindingnya terbuat dari batu dipenuhi lumut. Banyak ornamen aneh serta patung manusia di dalamnya.

"Aidan Zinedine.. lama nggak ketemu.."

Suara wanita terdengar menggema di ruangan. Enricko melihat sekitar, tidak ada seorangpun selain mereka berdua. Enricko jadi merinding.

"Ivy, kita butuh bantuan lo." Ucap Zinedine.

"Minta bantuan? HAHAHA..."

Enricko yang masih sibuk mencari sumber suara tiba-tiba terpelanting ke tembok. Seketika tembok itu retak, Enricko yang belum siap hanya mengaduh. Tidak sampai disitu, badannya melayang ke atas lalu terhempas ke lantai.

"Ugh.."

Belum sempat ia bangkit, ia merasa ditendang oleh sesuatu dan terguling ke arah kaki Zinedine. Hidungnya berdarah dan luka lebam yang dihasilkan dari pertengkarannya dengan Zinedine tadi malam semakin memperparah rasa sakit yang ia derita.

"Cukup Ivy. Lo hajar dia sekali lagi, gue yang bakal hajar lo."

"Hmm.. menarik~"

Di depan Enricko muncul seorang perempuan berambut pendek dengan kacamata bundar ia timbul saja entah dari sana. Ia mengapai lensa kacamatanya dan mengamati Enricko lekat-lekat. "Jadi ini toh.. kelinci percobaan lo.. siapa nama lo?"

"E-Enricko.. Enricko Fila."

"Okay Enricko! Sorry buat yang tadi.. gue hajar lo tiba-tiba. Sakit ya? Soalnya gue mau ngetes aja. Habis Zinedine nggak pernah bawa orang asing selain lo dan Christian kesini.. by the way.. mana Christian?" atensinya teralih pada Zinedine.

"Lo kenal Christian?"

"Dia sibuk." Kata Zinedine berbohong. Enricko yang tahu hanya diam saja.

"Okay-okay.. jadi bantuan apa yang lo minta dari gue?"

"Gue minta tolong buat tinggal di kastil lo untuk sementara."

"wait-wait apa?!"

"Gue tau lo nggak suka ada orang asing menginvasi ranah privasi lo.. tapi untuk kali ini gue butuh banget bantuan lo."

"Berikan gue alasan."

"Gue bakal ceritain ke lo nanti, tapi sekarang.."

Enricko yang ditatap dua insan tersebut bingung. Ada apa dengannya? Seketika ia sadar,"Baju lo ganti dulu gih." Ucap Zinedine padanya. "Bentar, gue ambil anduk dulu.. kamar mandi ada di deket perpustakaan. Disitu lurus aja entar belok kanan."

Sementara menunggu Enricko yang sedang di kamar mandi mereka berdua berbincang di ruang tamu.

"Okay.. sekarang jelasin." Ivy menatap Zinedine serius. Ia adalah wanita yang tidak suka bersosialisasi dengan orang baru. Ia suka kesendirian, maka dari itu ia membangun kastil ini. Ia sebenarnya tidak sendirian juga sih. Hanya yang menemaninya bukanlah sosok kasat mata yang saat ini menjadi pelayannya dan mereka tidak mengganggu seperti manusia pada umumnya. Sekarang Zinedine membawa orang entah darimana. Karena itu ia kesal dan menghajar Enricko yang ia anggap hanya orang asing.

"Sebenarnya Christian sedang disandera sama FSIS."

"FSIS? Apaan tuh?"

"Astaga.. otak lo ternyata lumutan kayak kastil yang lo tinggalin sekarang."

"Jangan gitu.. ntar nggak gua bolehin lu pada tinggal disini."

"FSIS itu lembaga keamanan sihir Kanada. Gue nggak tahu apa tujuan dia buat menyandera Christian, tapi yang pasti kita sedang dipantau sama FSIS. Gue bahkan merasakan keberadaan mereka disini."

"what?-"

Dua orang berjubah hitam dengan topi, nampak berdiri dari luar kastil. Salah satu dari mereka memegang kamera dan menjepret mereka beberapa kali.

"DASAR LO! GUE UDAH DITANDAIN!" Amuk Ivy. Ia menarik kerah baju Zinedine dan menatapnya nyalang,"usir mereka sekarang atau kita nggak berteman lagi Adine."

"Nggak bisa. Kalau gue serang mereka Christian yang jadi taruhannya."

Ivy mendorong Zinedine hingga laki-laki itu terdorong kebelakang. Sambil berjalan, Ivy berkata,"kalau gitu gue yang bakal usir mereka dari sini."

Di depan kastil, Ivy Aldera berhadapan dengan kedua mata-mata FSIS. "lo berdua bisa pergi? Ini kastil orang. Kalian nggak diundang kesini."

Mereka diam saja, sampai salah satu dari mereka berkata,"memang kamu bisa apa wanita muda? Jangan lupa teman kamu ada di tangan kami."

"Ohoho.. ancaman ya.. sorry, gue nggak tertarik buat menghajar kalian juga jadi..." Ivy menjentikkan jarinya, seketika kastil di sekitar mereka bergetar. Enricko yang berada di kamar mandi dan sedang memasang bajunya tiba-tiba terpeleset jatuh.

"Astaga gempa lagi!"

Kastil tersebut tertelan ke bawah danau. Air tiba-tiba menutup dan menghalangi antara Ivy dan mereka. Kedua sorcerer itu mengangkat tongkat sihir mereka, membuat sihir barier.

"Apa kita lawan?"

"Tidak usah.. kita sudah dapat foto dan rekaman, kita kembali saja."

Dengan sekejap mereka menghentakkan tongkat sihir mereka ke tanah dan membuat mereka menghilang.

Kastil yang tadinya berada di atas danau kini berada di bawah membentuk lobang air terjun yang dalam.

"fyuh.."

Ivy menyeka keringatnya, kedatangan orang tadi jujur membuatnya tidak nyaman. Rasa kesal timbul di hatinya yang telah menerima Zinedine dan temannya masuk ke dalam sini.

Ivy kembali duduk di hadapan Zinedine, Enricko yang kebetulan sudah selesai ganti baju ikut duduk bersebelahan dengan Zinedine.

"Lo dan masalah lo. Lo tahu kan gue bukan orang yang suka ikut campur masalah orang?"

Mereka hanya diam saja, terutama Zinedine. Ia menatap Ivy datar.

"Jadi gitu imbalan lo sebagai teman? Setelah gue dan Christian bantuin lo di masa-masa terpuruk lo.. lo mau ngusir kita? Ok fine. Ricko, kita cabut dari sini."

Zinedine mengangkat tas nya dan menggenggam tangan Enricko, lebih tepatnya menyeret Enricko keluar dari sini.

Sebelum diseret keluar, Enricko melirik Ivy dengan tatapan maaf. Ivy membalasnya dengan tajam.

"Sorry.."

"Kenapa?"

"Gue mau cari tempat baru buat kita, kita nggak bisa terus selamanya ada di sini.. gue mau mengamankan lo dari mereka..."

"Dine.."

"Hm?"

"Gue udah kenal lo sembilan belas tahun tapi kenapa rasanya gue merasa jauh banget dari lo?"

"..."

"Lo menyembunyikan-"

"Enricko stop."

"Nggak, dengerin gue-"

"Stop!"

Enricko menghadap kearah Zinedine, tatapan tak percaya dan rasa kecewa mulai membuncah di hatinya. Tanpa sadar Enricko mulai mengeluarkan sisi Black dari dalam dirinya.

"Lo pingin gue stop?! Ok gue stop. STOP UNTUK MENJADI SAHABAT LO!"

Tubuh Enricko yang kini stabil berubah menjadi Black, Zinedine yang melihatnya berusaha menghentikan namun ditangkis cepat oleh Black. Black mengaum kencang lalu berbisik.

"Enricko bakal jadi sepenuhnya milik gue."

Sebelum dengan cepat ia melompat dari mobil dan kabur.

"ENRICKO!!"