"Denzel Christian, anak dari Quinny dan Milo Christian. Sudah lama aku menantikan ini.."
"Cepet bilang apa mau lo Ferdinand. Gue udah muak ama bacotan lo."
"Well... saya mau bilang aja, saya adalah ketua agen dari Federal Sorcerer Institution of Security . Tujuan saya menangkap temanmu karena kamu melakukan tindakan illegal membuat hasil penelitian tanpa ada pengawasan pemerintah."
"Apa urusan semua ini sama pemerintah? Kita liberal, apapun hasil penelitian kami akan kami jaga untuk diri kami sendiri."
"Itulah masalahnya Denzel, kamu bahkan nggak bisa menjaga temanmu sendiri saat dia kami culik. Lalu kamu dengan seenaknya bilang akan bertanggung jawab atas tubuh anak malang itu?"
"Dia menyetujuinya Ferdinand, jadi tak ada yang salah."
"Tentu ada yang salah..." Ferdinand mulai mendekati Christian. Ia diam membatu.
"Pertama, eksperimen illegal penciptaan sel X, yang kedua percobaan pada warga biasa tanpa sepengetahuan pemerintah. Yang terakhir... kamu nggak tahu monster itu sudah membunuh banyak warga Montreal? Aku jamin kamu nggak tahu, karena kamu memang nggak becus dalam mengurusnya." Bisik Ferdinand di telinga Christian.
"Apa buktimu?" Tatap Christian tajam. Namun, Ferdinand tersenyum. Ia menyerahkan sebuah amplop dan kaset.
"Kita mulai dari foto..."
Disana menunjukkan beberapa foto Christian dan Zinedine yang asik bereksperimen dengan beberapa cairan dan mikroskop. Lalu dilanjutkan dengan Zinedine yang memegang sebuah botol kecil berisi cairan hitam. Selanjutnya foto saat mereka menyuntikkan serum tersebut kedalam tubuh Enricko. Lalu foto saat Enricko pertama kali berubah menjadi Black dan menghancurkan markas penelitian mereka.
"Ini baru foto Christian, kejutannya ada di dalam kaset. Ayo silahkan duduk." Ujar Ferdinand menepuk kursi disebelahnya.
Ia duduk lalu mengamati tv yang kini mulai memutar sebuah kejadian.
"Enrico, apa kau bersedia? Dengan ini kami mengikat perjanjian dengan lo. Bahwa apapun yang akan terjadi pada tubuh lo setelah penyuntikan serum ini akan menjadi tanggung jawab kami." Ujar Zinedine. Enrico menatap mereka berdua, kemudian netranya menangkap suntikan berisi cairan hitam yang dipegang christian
"Lakukanlah."
Cairan itu kini disuntikkan di daerah arteri pada lehernya. "Rileks Rico.." Zinedine memegangi kepala sambil menutup matanya. Rasa pusing mulai menjalar di daerah kepala dan perutnya terasa mual.
Lalu gambar tiba-tiba berubah pada sebuah gereja Saint Joseph's Oratory of Mount Royal. Disana banyak sekali orang berkerumunan. Namun matanya membelalak kala melihat banyak mayat bergelimpangan di gereja terebut. Bahkan seorang pastor beserta suster-suster disana terbunuh dan terkapar penuh darah. Tak hanya itu, pihak polisi pun ada yang terluka dan memberi kesaksian.
"Sebuah makhluk hitam raksasa bersisik serta memiliki ekor panjang datang kesini saat kami sedang melakukan upacara suci. Kami para penjaga mulai panik saat mendengar teriakan orang-orang dalam gedung. Saat kami tiba, monster itu sudah melahap tubuh salah seorang jemaat gereja. Lalu dengan cepat ia membantai jemaat lain beserta paus dan suster yang ada disana."
Lalu scene berganti pada sebuah makhluk yang tengah mengobrak abrik barang di sekitar lalu menghadap ke kamera dengan mayat yang masih berada di mulutnya. Selanjutnya monster itu menyerang kameramen dan kamera tersebut terjatuh. Bisa didengar teriakan dan bunyi robekan daging menggema dalam gereja tersebut dan rekaman pun berakhir.
"Bagaimana tanggapanmu Denzel Christian?"
"..."
"Kami masih punya bukti lain, dari hasil visum serta darah yang kami ambil dari teman kamu. Kamu tidak bisa selamanya mengelak Christian.."
"Ingat Christian, kami bisa membawa ini ke ranah hukum."
"..."
"Hukuman mati telah mutlak dijatuhkan untuk kalian bertiga. Terutama temanmu yang bernama Enricko itu."
"Tapi ada satu jalan yang bisa kamu tempuh untuk menyelamatkan kedua temanmu..."
"Apa yang lo mau hah?"
"Bergabunglah bersama kami."
"..."
"Kami jamin semua kasus ini akan bersih dalam waktu singkat, dan temanmu akan kami bebaskan. Tapi.. mereka masih dalam pengawasan kami."
"Bagaimana Denzel Christian?"
Detik jam terus berdenting tiada henti. Waktu tak berpihak padanya. Ia hanya melihat kearah sepatunya dengan raut muka yang tak dapat diartikan. Tapi tiba-tiba tatapan Christian kini mengarah sepenuhnya pada Ferdinand.
"Dimana gue bisa tanda tangan?"
"Kita harus cepet bantuin Christian." Ucap Zinedine yang kini berada di lorong gedung. "GRHHH.." Geram Black yang mengikutinya dari belakang. Mereka telah dihadang oleh beberapa penyihir di depan lorong.
Salah seorang penyihir dengan kupluk abu-abu berkata pada mereka. "Mundurlah, teman kalian sedang tidak ingin bertemu kalian untuk saat ini."
"Nggak mungkin mana Christian?! Atau
gua masuk secara paksa." Ancam Zinedine pada mereka. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Baiklah kalau ini yang mereka mau..
"Medu-"
"Obscura."
Sang pria bertopi kupluk sudah melancarkan spell padanya. Namun bukan ditujukan kearah Zinedine, melainkan Black.
Seketika netra black yang tadinya putih berubah menjadi merah.
"GROAAAARRRR!!!"
Tubuh black kini membesar tiga kali lipat dari aslinya.
"Sihir pengontrol?"
Para penyihir itu kini meninggalkan Black dan Zinedine seorang diri. Black memegangi kepalanya, berusaha melawan kontrol sihir tersebut namun gagal.
"Bla-"
BRAKKK!
Zinedine ditinju oleh Black sampai menghantam tembok kokoh bangunan. Black berusaha mengejarnya namun dengan gesit Zinedine menghindar dari Black. Ia tidak ingin melukai Black maupun Enricko jadi ia bersembunyi di salah satu ruangan yang dimana itu adalah ruang rapat.
"Daging..."
Ia mendengar geraman black dari balik meja. Namun detik itu juga voice notenya berbunyi nyaring. Zinedine yang panik tanpa sadar langsung menekan tombol play.
"Tolong yang ngirim voice note ini gue lagi-"
"Zinedine, ini gue."
"Christian?"
"Gue minta tolong sama lo, dengerin gue baik-baik. Ini demi kebaikan kita bertiga oke, sekarang lu kabur bawa Black dari gedung ini tanpa gue oke? Jangan lagi kalian cari gue, yang kalian butuhkan sekarang adalah tempat baru dan hidup baru. Kalian cari tempat yang jauh, keluar dari Montreal kalau perlu. Isolasikan Black dari orang-orang. Lu harus pantau Black dan Enricko dengan baik, karena bagaimanapun Black sekarang adalah
bagian dari Enricko. Kalau salah satu dari mereka mati maka mereka bakal mati bersama. Maaf gue nggak bisa bantu lo untuk ngurusin Black, sekarang kalian bebas. Para penyihir itu nggak bakalan ganggu kalian lagi, ini pesan terakhir dari gue. Tolong bilang ke Enricko kalau gue udah ngga bisa ketemu dia. Gue meminta maaf atas keterlibatan gue dalam eksperimen ini dan gue sangat menyesali itu. Gue bakal melindungi kalian sebisa gue dan ini adalah cara gue. Cuma itu yang bisa gue sampaikan. Selamat tinggal, semoga kalian selamat."
-Christian blocked your number-
Zinedine terdiam, masih dengan hp yang menyala di genggamannya. Black yang sedang dalam pengaruh sihir Obscura masih mencari-cari Zinedine.
Zinedine merasa hampa. Bukan ini yang ia inginkan. Mereka bertiga harusnya bersama. Persetan dengan semua ini. Zinedine bangkit, tatapannya bertemu dengan Black. Black mendekat kearahnya dengan geraman berat namun Zinedine hanya diam saja.
"Grhh.. daging.."
"Lo laper? Mau makan gua?"
Black makin mendekat hingga ia mengendus leher Zinedine. "Daging..."
"Sorry Black, gue masih punya hutang darah sama Medusa jadi lo ngga bisa makan gue."
"Black.. bisa nggak lo bertukar dengan Rico? Ada yang ingin kami bicarakan."
Lanjut si surai ungu. Hanya geraman berat yang menjadi jawaban. Keringat dingin mulai mengucuri surai ungu. Ini tidak bagus. Seketika auman keras terdengar di lantai gedung. Semua kaca pecah menyisakkan deru angin yang kuat. Si surai ungu sudah siap dengan kuda-kudanya. "CERBERUS!". Sebuah portal muncul menampakkan anjing raksasa berkepala tiga dengan api di badannya. "Cerberus, jangan bunuh dia. Buat dia lemah saja." Sang siluman anjing menggonggong. Pergulatan pun terjadi dengan sengit. Kedua kepala cerberus menggigit tangan black membuatnya tak berkutik, namun tangan itu kini meleleh dan meninju kepala cerberus hingga terpental jauh terjatuh dari gedung tinggi. Black melompati gedung tersebut mengejar cerberus. Cerberus tak mau kalah mulai mengeluarkan api biru dari
mulutnya. Api itu melelehkan tubuh black hingga terkapar di aspal jalan. "Cerberus stop!" Anjing itu terdiam, masih memasang wajah waspada. Surai ungu pun mendekat,"Black.. kami tak punya waktu. Segera bertukar dengan Enrico atau kau akan tertangkap." Black menggeram. Namun setelah itu, tergantilah tubuh bersisik hitam dengan manusia normal. Ia terbatuk lemas di aspal sambil memegangi jantungnya.
"ENRICO!"
"Zinedine?"
-Disebuah basement tersembunyi-
"Kondisi tubuh lo ngga stabil, kalau bisa jangan biarkan black mengambil alih tubuh lo selama beberapa hari kedepan." Ujar
Zinedine meraba jantungnya. "Jantung lo mengalami kinerja 20 kali lipat dari biasanya, itu mengerikan. Orang biasa bakalan mati." Tambahnya lagi
"Beruntungnya lo nggak."
Enrico terdiam, ia tidak peduli dengan tubuhnya. Ia lebih penasaran pada apa yang telah terjadi sebelum black merasukinya.
"Kenapa bengong aja?"
"Sebenarnya apa yang terjadi sebelum kejadian itu? Gue merasa ingatan gue terputus."
Kini gantian Zinedine yang terdiam, tatapan matanya tak bisa diartikan. Setelah itu Zinedine menceritakan semuanya dari awal hingga akhir.
Enrico menatap nanar Zinedine,"Apa lo bilang? Maksud lo apa?!" Enrico bangkit, namun nyeri di dadanya menjalar lagi. Ia terduduk meringis merasakan sakit yang luar biasa.
"Jangan gerak tolol! Lo ini lagi diambang kematian!"
"Gue nggak peduli! Dimana Christian?!"
"Dia pergi Ricko! Lo ngga bisa ngejar dia... semakin lo kejar masalah ini bakal semakin runyam!"
"Lo istirahat dulu aja, gue ada di kamar sebelah." Kata Zinedine terakhir kali sebelum ia keluar dari kamar Enricko.
Zinedine menidurkan dirinya di atas kasur sekaligus mengompres kepalanya dengan kaleng dingin. Hari-hari yang melelahkan tanpa ada sahabatnya. Kini ia yang bertanggung jawab sendirian mengurusi Black dan Enricko.
"Zinedine.. jangan lupa janjimu~"
"Astaga! Lo ngagetin aja" kata Zinedine ingin bangkit tapi tak bisa. Tubuhnya ditindih oleh medusa yang tengah menangkup wajahnya.
"Ayolah Adine.. aku sudah sabar menunggumu."
Zinedine mendengus. Dengan satu tangannya ia melonggarkan dasi abu-abu, dan membuka dua buah kancingnya.
Lehernya ia arahkan kearah lain memperlihatkan seluruh kulit Zinedine.
Detik itu juga mata medusa berbinar dan menancapkan taringnya ke kulit mulus Zinedine.
"Ahhh.. pelan-pelan Medusa!"
Bukannya semakin pelan, Medusa malah mengencangkan gigitannya yang membuat Zinedine melenguh tak nyaman.
"Gue tau lo lapar Medusa.. tapi nggak gini jugaaahhhnn~"
Enricko yang mendengar suara-suara aneh dari kamar sebelah kini mulai mengkhawatirkan Zinedine. Ia berjalan gontai sambil memegangi jantungnya yang masih nyut-nyutan akibat kejadian kemarin.
Cklek
Pintu terbuka, memperlihatkan pemandangan ambigu antara Zinedine dengan monster alchemistnya. Mereka saling pandang, sampai Enricko buka suara.
"Anjir."