Sepanjang jalan dia terus memikirkan siapa pria tadi? Tapi ia masih belum bisa mengingatnya.
Lalu sesuatu muncul di otaknya.
Cinta masa SMA? Benarkah ada?
Bagi Kaira tidak ada hal seperti itu, ia tidak begitu percaya. Untuk apa membuat hubungan jika saat berpisah kau akan saling perang. Yang awalnya sayang-sayangan. Lalu menjadi saling mengatai. Panggilan Sayang bahkan bisa berubah menjadi setan.
Ia hanya heran, pada orang-orang yang mengatakan, Aku tidak bisa hidup tanpamu, nyatanya saat putus. Kemudian mencari yang baru dan panjang umur. Rupanya semudah itu mencari yang lain. Padahal awalnya bilang menyukai sepenuh hati. Bahkan sering memimpikan masa depan berdua. Lalu tiba-tiba. Hilang rasa, dan terasa hampa.
Jika ia berkata begitu, mungkin orang lain akan mengatakan.
Buat apa makan kalau kau lapar? Bukan apa hidup jika akhirnya mati. Ayolah itu dua hal yang berbeda. Karena kedua itu sudah ada jalinan takdirnya sendiri. Daripada kalian yang mencintai lalu terluka berkali-kali. Lalu saat menemukan yang baru, akhirnya lupa pada ucapan lama.
"Bahwa aku tidak akan percaya lagi."
"Cinta? Itu omong kosong."
"Mantan itu harusnya dibuang ketempat sampah."
Sejujurnya. Bukankah saat mengatakan itu, artinya kau mengatai diri sendiri? Karena Kau kan juga mantan. Daripada mengatai orang yang pernah menjadi yang kau sayangi. Berdamailah pada diri sendiri. Jangan dendam. Meski tak berujung akad. Kecuali jika dia kurang ajar. Itu terserah kau saja.
Lagi lagi terjatuh pada masalah yang sama. Hatimu terlalu rapuh untuk berharap lebih.
Meski galak, seberantakan itu, Kaira cukup populer. Kakak kelas. Adik kelas. Bahkan teman sebaya pernah mencoba mendekatinya. Sayangnya selalu ia tolak mentah-mentah dengan dalih ingin fokus belajar.
Ia ingat sekali, namanya Rio. Pemuda yang Langanan juara menembaknya saat pulang sekolah. Berbekal kata-kata manis dan sedikit bingkisan coklat. Kata cinta cinta hampir membuat Kaira muntah. Ia hanya heran sebegitu mudahkan seseorang untuk mengatakan cinta? Masalahnya pemuda di hadapannya itu sudah berganti pacar sebelas kali sejak masuk SMA. Dan sekarang ia kelas 2.
"Maaf aku tidak bisa."
"Kai, ayolah."
"Aku tidak ingin pacaran. Takut nilai ku anjlok," ucapnya menatap Rio, kening pria itu berlipat.
"Maaf, tapi bukankah kamu ranking 25 dari 30 siswa ." tanya Rio bingung. Meski ucapannya itu cukup sensitif. Tapi bagi Kaira ia tak merasa tersinggung sedikitpun.
Kaitq tertawa. "Itu tau, gimana kalau aku pacaran. Bisa-bisa aku rangking 35 dri 30 siswa," balasnya Santai.
Kemudian Kaira menatapnya sengit.
"Hei, aku tak sebodoh itu, semester kemarin aku ranking delapan tahu!" Bentaknya kesal.
Rio meringis "Iya maaf, aku hanya bercanda, tapi apa kamu tidak ingin mencoba dulu?" tanya Rio menunggu.
"Pacaran kok coba-coba, dikira lagi masak kali," cemooh Kaira.
"Bukan begitu maksudku, ayo pikirkanlah lagi?" kata Rio masih belum ingin menyerah.
"Percuma saja kau pintar, tapi tak paham maksud ucapanku, oh ya, aku tidak tertarik dengan hubungan kekanakan. Jadi berteman. Atau silahkan menjadi lawan. Yang manapun kau yang tentukan." kata Kaira angkuh.
Kemudian ia pergi menjauh, dan itu melukai hati Rio
Baru kali ini ia ditolak. Dan ucapan Kaira sangat tepat sasaran.
"Gadis sombong," cibirnya. Dan cibiran itu terdengar oleh Kaira. Sangat aneh. Baru saja bilang suka. Lalu benci
Cinta memang sekonyol itu ya?
Gadis itu tertawa, sekarang ia ingat siapa pemuda yang tadi ditemuinya.
"Dia tak berubah sama sekali," gumamnya.
***
"Rio, kau kenapa?"
Ibu Rio menatap ke arah belanjaan sayur yang di bawa anaknya barusan. Tergeletak di atas meja. Katanya hanya jalan-jalan sebentar, kok tiba-tiba kembali bawa sayuran banyak pikirannya bingung. Bahkan bibi yang tengah beres-beres di dapur pun ikut melirik. Ia kira tadi ada kurir sayuran, ketika sadar yang bawa-bawa sayur itu ternyata Rio.
Rio mengusap tengkuknya. "Kulihat sayurannya segar jadinya kubeli karena ingat mama," katanya berbohong. Ia tak punya banyak alasan lain.
Ibu Rio menatap anaknya penuh selidik, Rio kini duduk di atas kursi yang menghadap jendela sambil minum air dingin yang di ambilnya dari kulkas barusan.
"Sejak kapan kau belanja sayur? Kau kan malas kalau masuk pasar," kata ibunya masih tak percaya. Walau yang dibilang Rio soal sayuran segar itu benar. Pintar juga putranya membeli sayuran.
Rio meringis, itu memang benar, dia sangat malas masuk pasar, apalagi sampai membelikan sayuran untuk ibunya itu hal yang mustahil terjadi sebenarnya.
Tentu saja jika ibunya curiga.
Pemuda itu menghela napas panjang.
"Iya, Rio bohong, tadi tidak sengaja ketemu kakek yang lagi sakit sama cucunya di jalan, Rio enggak tega, jadinya beli semua sayurannya, maaf kalau bikin Mama kaget."
Ibu Rio melongo. Seakan baru saja mendengar bahwa akan ada konser brook di dekat rumahnya.
"Nak, kepalamu habis kejedot pintu kah?" tanyanya.
"Enggak, Ma, astaga!" sahut Rio cepat tak terima. Memang agak aneh sih ketika tiba-tiba ia berbuat baik seperti itu.
"Mama harus kasih tahu papa kamu, nanti kita adain syukuran," katanya lagi membuat Rio agak frustasi.
"Astaga Mama."
"Bi, ini tolong masukkan ke kulkas," kata ibu Rio.
Bibi itu tak bisa menahan senyum sambil berkata iya.
Sayuran itu diletakkannya dalam wadah-wadah sesuai dengan jenisnya, baru ia masukkan ke dalam kulkas.
***
"Kau yang menyabotase shampo kakak kan?"
Kevin berjengit, ketika sang kakak sudah berada di dekat ranjangnya, padahal ia yakin pintu kamarnya sudah ia kunci.
"Kakak masuk lewat mana?" tanyanya malah tak menggubris pertanyaan Kaira barusan.
"Kakak nembus pintu, sekarang jawab."
"Hiii," Kevin malah begidik dibuatnya.
"Lah, malah hii."
Kevin menangkupkan kedua tangannya.
"Maafkan aku Kak, aku tak sengaja," katanya santai.
"Tak sengaja katamu?" geram Kaira.
"Habisnya ku lihat rambut kakak beberapa hari mirip sarang burung, jadi kupikir shampo saja tak akan cukup."
"Apa?"
Kaira melongo, walau memang benar ia akui rambutnya agak kusut, sebab dia jarang keramas.
"Sekali lagi kau lakukan itu, kepalamu ku masukkan ke kloset," kata Kaira mengancam.
Setelahnya ia berlalu pergi.
Kevin memegang dadanya, bernapas lega. Kakaknya kalau marah mengerikan sekali, belum lagi sifatnya itu memang agak pemarah.
"Pantas saja dia masih menjomblo, laki-laki pasti mikir dua kali kalau harus suka sama dia," gumamnya agak khawatir. Padahal ia sendiri juga jomblo.
Tanpa sadar sang kakak kini sedang berdiri di ambang pintu, dengan tatapan maut.
"Astaga! Kak, menjomblo itu suatu perbuatan mulia, kau tak harus standbye terus di depan layar ponsel atau melakukan apapun yang pacarmu suruh, sungguh menjomblo itu sangat bebas dan tak terikat haha," kata Kevin dengan suara agak lantang.
"Berisik!" Bentak Kaira.
Kevin langsung mingkem dan duduk dengan tenang. Kaira menghela napas lalu benar-benar pergi. Buru-buru Kevin langsung mengunci pintunya lagi.
"Lebih menyeramkan dari film horror yang kutonton kemarin," gumamnya.