Chereads / Miss Ting Ting & Crazy Duda / Chapter 19 - Cemburu Ya Dek?

Chapter 19 - Cemburu Ya Dek?

"Ayo Di, duluan ya," pamit Adiyaksa dengan satu tangan berada dalam tarikan Cintia. 

Adiyaksa sendiri tidak masalah meski tangannya ditarik oleh Cintia dan juga Cintia yang secara tiba-tiba bersikap tidak sopan dengan orang yang baru saja dia temui. Bahkan Cintia cenderung malas menanggapi Diana. Tapi tidak masalah bagi Adiyaksa, karena dia sendiri tidak akan menolak saat tangannya digenggam lebih dulu oleh Cintia.

Bahkan laki-laki itu sedang tersenyum senang sambil menatap tangannya lalu kembali menatap Cintia yang tiba-tiba saja cemberut itu. Adiyaksa masih sedikit ragu untuk bertanya lebih dulu, ia takut akan dimakan oleh singa betina di depannya.

"Kita disini aja? kita ngapain dulu ini?!" tanya Cintia ketus. 

Adiyaksa langsung aja menoleh ke arah kanan dan kirinya yang tidak ada apa-apa, bahkan tempat keduanya berdiri adalah tempat biasa orang melakukan yoga. 

"Gimana kalau kita pindah agak ke sana dek? Kamu mau apa? Treadmill?" Sebenarnya Adiyaksa hanya bertanya sebagai basa-basi, karena dia juga tahu kalau dirumah Cintia juga memiliki treadmill, jadi pergi ke tempat gym juga tidak terlalu perlu sebenarnya. 

"Mau kemana lagi emang? Ke cewek yang tadi? Ke sana aja kalau mas mau ke sana, aku disini aja." Adiyaksa mendengus geli melihat sikap Cintia yang justru melipat kedua lengannya di depan dada sebagai tanda bahwa dia sedang merajuk. 

Kenapa juga Cintia ini terlihat begitu menggemaskan dan terlihat seperti sedang… 

"Tunggu! Ini dia cemburu apa gimana?" lirih Adiyaksa setelah laki-laki itu sadar bahwa sikap Cintia tiba-tiba berubah aneh dan tidak tahu apa penyebabnya. 

Adiyaksa tersenyum penuh kemenangan saat sadar kalau tempat di sekitar mereka masih sepi. Tempat gym yang sering didatangi Adiyaksa  memang lebih ramai saat pukul tujuh. Hal itu pula yang membuat Adiyaksa menyukai tempat ini, karena saat dia datang, tempat gym masih sepi. 

"Dek," panggil Adiyaksa hati-hati. Dia juga akan menjelaskan bahwa dia dan Diana tidak memiliki hubungan apa-apa, jadi Cintia tidak perlu cemas. Meski Cintia tidak meminta dijelaskan, Adiyaksa juga akan menjelaskan sendiri dengan senang hati. 

Siapa yang tidak senang kalau wanita pujaanya tiba-tiba saja bersikap sedang cemburu seperti itu. 

"Adek kenapa? Ini tempat yang biasa dibuat yoga lo dek, gak ada apa-apa di bagian sini."

"Kalau mau, kita di bagian sebelah kiri saja, di sana juga masih sepi, ya meskipun udah ada orang sih, tapi yaudah lah ya dek, kan namanya aja tempat umum."

"Yuk." Adiyaksa mulai menuntun Cintia untuk mengikutinya. Mata Adiyaksa juga menatap ke segala arah, mencari tempat yang Adiyaksa anggap paling aman. Dimana tidak akan ada wanita pengganggu yang akan membuat Cintia semakin berubah menjadi singa betina.

"Senyum dulu dong, masa mau olahraga pagi cemberut gitu. Emang adek kesel kenapa? Kesel sama mas ya?" Adiyaksa meraih tangan Cintia untuk ia usap punggung tangannya. Sedangkan laki-laki itu melakukannya dengan senyum yang ia tahan. 

Cintia masih diam, belum berniat  menjawab pertanyaan Adiyaksa. Karena Cintia sendiri juga bingung dengan dirinya sendiri kenapa tiba-tiba saja berubah aneh. Kalau Adiyaksa bertanya apa dia marah dengan laki-laki itu, jawabannya adalah tidak. Tapi… Ada pada diri Cintia yang merasa kesal karena sudah melihat Adiyaksa tertawa dengan wanita lain. 

Cintia juga bukan wanita bodoh yang tidak tahu perasaan apa yang melingkupinya itu. Tapi tidak mungkin kan kalau dia berkata tidak suka saat melihat Adiyaksa berinteraksi sedekat itu dengan wanita lain. Bisa semakin senang laki-laki itu. 

"Sudah lah, olahraga saja." Cintia mula melangkahkan kakinya ke arah treadmill yang kosong. 

"Mas gak ada apa-apa kok sama Diana. Dia itu emang benar temen mas waktu SMA dek, lagian dia juga udah nikah."

"Dia tadi ke sini sama suaminya kok dek, jadi kamu tenang aja, mas gak akan berpaling ke siapa-siapa." Adiyaksa semakin merekahkan senyumnya saat langkah Cintia berhenti. Adiyaksa berharap langkahnya untuk mendekati Cintia tidak akan gagal hanya karena dia bertemu teman wanitanya. 

"Yaudah lah, aku gak tanya juga. Gak penting dia siapa," jawab Cintia ketus. Dia masih berusaha untuk menutupi rasa senang didalam hatinya. Meski Cintia belum mengetahui kebenarannya, tapi saat mendengar bawa Diana itu sudah menikah, Cintia merasa lebih tenang. 

"Eh!  Tapi… Kan banyak juga yang udah nikah tapi masih ganggu laki orang," batin Cintia kembali gelisah. 

"Alah! Sial banget sih!" umpatnya pelan. 

Kalau tahu seperti itu jadinya, Cintia akan menolak untuk pergi ke tempat gym. Kalau tahu begitu jadinya, lebih baik Cintia berolahraga di rumah saja, meski dengan rasa malas. 

Sampai acara olahraga pagi selesai pun, Cintia masih saja bersikap ketus. Sebenarnya Cintia tak ingin bersikap tidak sopan begitu, karena bagaimanapun juga Adiyaksa tetap lebih tua dari dirinya. Tapi … Cintia bisa apa kalau dirinya tidak ingin bersikap halus pada Adiyaksa karena laki-laki itu sudah tertawa bahagia dengan wanita lain. 

Cintia memasuki rumahnya setelah menyapa kedua orangtuanya. Bahkan Cintia hanya mengucapkan kata terimakasih sebagai tanda perpisahan paginya bersama Adiyaksa. 

"Loh! Kenapa kamu? Cemberut gitu." Siapa yang tidak bingung saat anaknya pulang dan yang di dapat adalah wajah cemberut seolah malas berbicara dan tidak ingin diusik. Padahal seharusnya raut muka Cintia menunjukan senyum penuh bahagia karena baru saja berolahraga dengan laki-laki seperti Adiyaksa. 

Adiyaksa meringis ke arah orangtua Cintia. "Ngambek bu Tia nya, gara-gara lihat Adi ketawa sama perempuan lain."

"Perempuan itu teman Adi. Dia juga kesana dengan suaminya. Tapi Tia ternyata masih mau cuekin Adi." Adiyaksa terkekeh geli mengingat sikap Cintia yang jauh dari sikap malu-malu. 

"Oalah yo … Cemburu itu jadinya?" Terdengar tawa dari halaman depan rumah Sanjaya. Apalagi yang mereka bicarakan kalau bukan anak gadis yang tinggal di rumah itu. 

"Ya udah, Adi pamit ya bu, yah, mau kerja dulu. Nanti malam Adi kesini lagi temuin Cintia," pamit Adiyaksa yang disetujui Sanjaya serta Anita. Dua orang paruh baya itu justru sangat semangat menyambut calon menantu mereka. Terlebih sikap Cintia yang sudah sedikit demi sedikit berubah. 

Apalagi, cemburu itu tanda sayang. Setidaknya Cintia sudah mulai membuka hatinya untuk Adiyaksa. 

***

"Aku ini kenapa sih?! Gila memang!"

"Pasti besar kepala itu laki-laki!" gerutu Cintia di dalam kamarnya. 

Kakinya melangkah ke arah jendela yang mengarah ke halaman depan rumahnya dan dia bisa melihat Adiyaksa yang mulai berjalan masuk ke arah mobil mahalnya. 

Cintia melebarkan matanya saat melihat Adiyaksa sadar dengan apa yang sudah dia lakukan. Bahkan Adiyaksa melambaikan tangannya saat menangkap basah dia sedang menatap ke arah laki-laki itu. 

Sungguh rasanya Cintia ingin berguling ke tengah jalan saja. Dia sungguh sangat malu saat ini. Dia terasa sudah tak memiliki muka untuk menghadapi Adiyaksa.