Cintia akhirnya menganggukan kepalanya saat sebuah rencana melintas di dalam pikirannya. Bahkan dengan cepat Cintia melangkah cepat ke arah kulkas lalu memeriksa segala bahan yang bisa digunakan untuk memasakan Adiyaksa makanan esok hari. Kali ini Cintia juga akan mengikuti ide dari kakaknya, dan semoga saja kakaknya tidak salah memberikan ide.
Bahkan dengan cekatan Cintia memeriksa lemari bahan makanan. Dia akan membuatkan kue untuk Adiyaksa dan memberikan kue untuk ibu laki-laki itu. Dan dengan begitu, Cintia bisa membuat ibu Adiyaksa terpikat, lalu mengabaikan semua wanita yang datang menemui Adiyaksa.
"Cintia kok dilawan! Menyingkirlah kalian para cewek gak jelas!" batin Cintia tertawa kemenangan.
Bahkan keesokan harinya, Cintia benar-benar bangun pagi demi membuatkan beberapa kue untuk Adiyksa juga ibunya. Kali ini, Cintia juga akan datang ke kafe saat hari sudah mulai sore. Lebih tepatnya setelah mengantarkan makan siang untuk Adiyaksa.
Pukul enam Cintia sudah terbangun, karena dia akan membuat dua macam kue. Bukan kue biasa melainkan cheese cake yang biasa ibu Adiyaksa makan. Jika ditanya darimana Cintia tahu, jelas dari Bagas. Siapa lagi agen mata-matanya kalau bukan kakaknya sendiri.
"Ya gini, perempuan bangun pagi, sudah di dapur, sudah repot. Bukannya bangun siang kaya biasanya itu lo. Memang anak ibu ini terbaik banget kok." Cintia mengabaikan sindiran yang berkedok memuji itu dengan baik. Karena Cintia tidak akan memiliki waktu untuk meladeni ibunya. Menurut Cintia, kalau saat Ini menjawab perkataan ibunya, dia juga akan kembali salah lalu sindiran kedua akan segera dilancarkan.
"Heh! Diem aja diajak ngomong sama ibu sendiri! Kamu bikin buat siapa? Eksperimen resep baru ya?" tanya Anita penuh rasa ingin tahu. Wanita paruh baya itu juga sudah melupakan sindirannya untuk sang anak. Karena aroma kue jauh lebih memikat perhatiannya.
"Bukan." Anita mendengus lirih saat jawaban anaknya begitu singkat. "Ya terus buat siapa anakku yang cantik?" tanya Anita gemas.
"Buat mas Adi sama mamanya, sekali-kali lah cintia kasih sesuatu untuk mas Adi."
"Biar gak terpikat kemana-mana hatinya laki-laki itu," lanjutnya dalam hati.
Anita yang pada dasarnya sudah mengetahui watak sang anak pun akhinya menatap remeh ke arah Cintia. Dia juga tahu Cintia akan memberikan apapun pada Adiyaksa sebagai bukti cintanya. Anita tahu benar bagaimana anaknya saat sedang kasmaran, tapi … kenapa tiba-tiba berubah begini? Anita jadi semakin merasa curiga dengan hubungan keduanya. Anita juga semakin tidak habis pikir dengan percintaan sang anak yang begitu rumit.
Anita tidak memiliki keinginan untuk mengganggu fokus anaknya lagi. Biarkan saja anaknya bersikap mandiri dalam menjalani hidupnya, jadi Cintia juga tahu bahwa apa yang dia lakukan akan selalu memberikan dampak ke dalam hidupnya. Entah dampak baik atau buruk.
***
Setelah membuat cheese cake dan lapis legit, Cintia juga memasakkan ayam kecap beserta salad sayur dan beberapa buah potong. Menurut Bagas, Adiyaksa adalah laki-laki penganut hidup sehat. Meskipun Cintia justru merasa bingung, kenapa pada siang hari, Adiyksa harus memesan nasi goreng saat di kafenya kemarin. Sungguh Cintia tidak tahu mana yang benar. Karena dia hanya mengikuti saran kakaknya saja.
Cintia menghembuskan napas lega saat makanan di depannya sudah dia tata rapi. Mencoba melirik jam yang menempel pada dinding dapur dan seketika matanya membulat sempurna.
"Hah! Kok udah jam segini? Gawat! aku kan belum mandi! " Cintia dengan panik berlari ke arah kamarnya. Menarik keperluan mandinya. Dan membersihkan tubuhnya hingga membuatnya berkilau di bawah sinar matahari.
Mandi dalam waktu yang lama, dua puluh menit hanya untuk mandi di siang hari. Tidak berhenti disitu, Cintia dengan cepat memilih pakaian yang menurutnya sangat cantik, elegan, terkesan dingin tapi terlihat baik. Maksud Cintia adalah dia tidak terlihat kejam dan angkuh. Jadi siapapun akan melihat kecocokannya saat bersama Adiyaksa.
"Cintia menang paling pintar, kalo milih baju. Cantik bajunya, orangnya juga cantik. Tinggal dandan." Setelah berputar di depan cermin panjang di kamarnya hingga beberapa kali, Cintia berjalan ke arah meja riasnya. Memilih warna apa yang sesuai dengan blouse putih tulang dengan hiasan bunga. Bukan sembarang hiasan karena bunga itu juga dijahit satu per satu dengan pembuat bajunya. Celana jeans yang membalut kaki nya, dan jangan lupakan heels berwarna hitam untuk menyelaraskan tas selempang hitam miliknya.
"Sempurna!"
"ayo kita pergi menemui-"
"Menemui siapa ya, calon suami? Yaudah lah, anggap saja begitu," lanjut Cintia setelah terus menggumamkan hal yang sangat tidak penting.
Keadaan rumah yang sepi, memungkinkan Cintia keluar dari rumah dengan tenang. Ibunya yang pergi mengurusi bisnis salonnya itu membuat Cintia bebas dari sindiran juga godaan dari wanita tercintanya itu.
Cintia dengan penuh percaya diri melajukan mobilnya ke arah perusahaan Adiyksa. Cintia benar-benar tidak menyangka bahwa kedatangannya yang kedua kali, status Cintia sudah berubah. Dulu dia hanya mengantarkan pesanan laki-laki itu dan hari itu pula, Bagas memergokinya berbuat hal yang tidak senonoh. Padahal, hal itu hanya perbuatan licik Adiyaksa saja. Cintia benar-benar kesal saat teringat hari itu.
Masih belum keluar dari dalam mobilnya, Cintia justru masih bercermin pada cermin kecil yang disimpan di dalam tasnya. Mencoba memeriksa apakah make up-nya ada yang tergeser dari tempatnya atau tidak. Lalu rambutnya apakah masih rapi tatanannya atau tidak. Benar-benar memperhatikan detail kecilnya.
"Oke! Masih cantik dan akan selalu cantik!" gumamnya sambil menjentikkan jari.
Cintia mengeluarkan ponselnya untuk mencoba menghubungi Adiyaksa. Cintia benar-benar berharap laki-laki itu sedang berada di dalam kantornya. Karena kalau tidak, Cintia benar-benar tidak tahu harus dibawa kemana makanan-makanan yang sudah dia buat itu.
Panggilan pertama masih belum diangkat, lalu panggilan kedua dan begitu seterusnya sampai panggilan kelima. Bahkan Cintia yang awalnya penuh semangat ingin bertemu Adiyaksa itu kini sudah kehilangan semangatnya. Tergantikan dengan raut muka malas karena panggilannya tak juga dijawab.
"Kemana sih! Songong banget gak diangkat! Di Pikir aku ini apa? Dipikir aku gak sibuk apa sampai diabaikan kaya gini! Dasar cowok sembarangan!" gerutunya sambil menekan nama Adiyaksa pada layar ponselnya.
Mata Cintia membulat saat melihat Adiyaksa sedang berjalan di depan mobilnya. Jika berjalan hanya sendirian atau justru berjalan bersama laki-laki, Cintia akan bersikap maklum. Tapi ini Adiyaksa berjalan dengan seorang wanita yang pakaiannya sungguh luar biasa terbuka.
Wajah Cintia juga seketika berubah menjadi merah padam. Amarahnya juga seketika naik saat melihat keakraban dua sejoli di hadapannya itu. "Gak bisa dibiarin gitu aja! Aku harus segera bertindak ini!
Cintia dengan cepat memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu membawa kue juga makanannya di kedua tangannya. Setelah mendorong pintu mobil menggunakan kakinya, Cintia berjalan ke arah Adiyaksa dengan langkah yang ia buat se-elegan mungkin. Dia juga akan membuktikan pada Adiyaksa bahwa wanita yang berjalan bersama laki-laki itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan seorang Cintia Clara anak dari bapak Sanjaya juga ibu Anita, dan jangan lupakan Bagas sebagai kakaknya.
"Mas Adi," teriak Cintia lantang.