Chereads / Miss Ting Ting & Crazy Duda / Chapter 27 - Senjata Makan Tuan

Chapter 27 - Senjata Makan Tuan

Cintia menarik napas dalam lalu menunjukan senyum manis di bibirnya. Meski dalam hati dia mengumpati wanita yang katanya rekan kerja Adiyaksa itu, tapi nampak luar dia harus tetap tersenyum manis. 

"Ehm … selamat siang, anda rekan kerja mas Adi ya, perkenalkan saya Cintia." Cintia mengayunkan tangannya ke arah wanita itu sambil mempertahankan senyumnya.

Sayangnya senyum Cintia yang seperti itu justru membuat Adiyaksa merinding seolah Cintia bisa mencabut nyawanya saat itu juga. Adiyaksa hanya berharap tidak akan ada adegan baku hantam antara kedua wanita ini. 

Jujur saja dia memang merasa tidak nyaman saat rekan kerjanya itu selalu mendekatinya. Meskipun Adiyaksa terus mencoba profesional, tapi jika terus-menerus diperlakukan beda, jelas saja hal itu semakin membuat Adiyaksa muak. 

Rianti memang cantik, postur tubuhnya pun sesuai dengan kriteria yang Adiyaksa semua, tapi dalam sisi attitude, Rianti tidak memiliki apapun yang bisa membuat Adiyaksa suka. Bahkan Rianti terlalu agresif menjadi seorang wanita. 

"Rianti." Adiyaksa menampilkan senyuman canggung miliknya ke arah Cintia. Laki-laki itu juga mengangkat bahunya sebagai tanda bahwa dia memang tidak tahu apa yang akn dilakukan rekannya itu. Terlebih Rianti juga terlihat tidak menyukai Cintia. 

"Sini sayang, duduk sini," ajak Cintia sambil menarik tangan Adiyaksa. 

Kali ini posisi mereka adalah Rianti yang duduk di hadapan mereka, sedangkan Cintia dengn sengaja menarik Adiyaksa untuk duduk berdekatan dengannya. 

"Mau sekalian makan disini? Maklum lah saya tadi belum makan, soalnya makanan yang saya bawa tadi dihabisin semuanya sama mas Adi, enak katanya." Cintia kembali bergelayut manja pada lengan Adiyksa. 

Bisa Cintia lihat bahwa Rianti sedang menahan kesal sambil memaksakan senyum di bibirnya. Bahkan Cintia menebak wanita itu sedang memakinya di dalam hati. 

"Perasaan tadi udah makan disini sama saya. Makan makanan favoritnya lagi iya kan pak Adi?" Rianti menatap Cintia dengan mata menantang. Dia juga tidak peduli bahwa Cintia adakah kekasih dari rekan kerjanya, karena Adiyaksa memang seharusnya hanya bersamanya, bukan bersama wanita lain. 

Sedangkan di sisi lain, Cintia masih mempertahankan senyum manis dengan tangan yang mencengkram lengan Adiyaksa erat, bahkan membuat laki-laki itu menahan sakit saat kulitnya terkena kuku Cintia. 

Tetapan Cintia pun seolah mengatakan bahwa dia ingin dibela oleh Adiyaksa, tanpa peduli apa alasannya. 

"Iya, tadi makan lagi di ruangan saya. Jadi sekarang saya mau menemani calon istri saya makan. Kasihan udah nunggu saya. Iya kan sayang," jawab Adiyaksa santai. Anggaplah dia sedang membalas perlakuan Cintia, hanya saja membalas dengan hal manis yang tidak akan Cintia duga. 

Rangkulan Cintia pada lengan Adiyksa itu, dilepas perlahan oleh laki-laki itu. Tergantikan dengan Adiyaksa yang merengkuh bahu Cintia hingga membuat wanita itu bersandar pada bahunya. Bahkan tidak ada lagi jarak diantara keduanya. 

Adiyaksa tidak peduli kalau mereka sedang berada di tempat umum. Lagipula kalau dia terbongkar memiliki calon istri, hal itu tidak akan menjadi masalah, karena bagaimanapun juga Cintia akan tetap menjadi istrinya. 

Adiyaksa merasakan tubuh calon istrinya menegang saat ia memberikan kecupan pada kening Cintia. Bahkan Adiyaksa juga sesekali mengecup pelipis Cintia sambil mengusap bahu wanita itu lembut. Anggap juga bahwa Adiyaksa sedang mengusir Rianti secara halus. 

"Kalian pacarannya sudah lama ya? Terlihat sekali ya masih hangat-hangatnya seperti masih baru menjalin hubungan satu hari."

"Memang sekarang tipe wanita idaman pak Adi sudah berganti ya? Seingat saya mantan istri pak Adi kan wanita yang memakai pakaian glamour," sindir Rianti lagi. 

Sedangkan Cintia sendiri semakin tidak menyangka bahwa saingannya kali ini tahu banyak informasi tentang Adiyaksa. Benar-benar sulit untuk diremehkan. 

"Tentang Tia tenang, cuma kaya gini aja bisalah di kondisikan. Kecil banget diberesin," batin Cintia meyakinkan diri. 

Cintia kembali mendekatkan wajahnya pada Adiyaksa lalu menatap laki-laki itu tajam. Cintia benar-benar menunggu kelanjutan pembelaan Adiyaksa. 

"Sayangnya Cintia ini jauh lebih baik dari mantan istri saya. Dia sederhana, padahal dia bisa hidup mewah dengan uang orangtuanya dan uang yang dia dapatkan sendiri, sayangnya dia memilih menjadi wanita baik. Wanita istimewa yang akan menjadi istri saya." Adiyaksa mengecup punggung tangan Cintia yang sejak tadi sudah ia genggam. Bahkan laki-laki itu sudah menatap lekat Cintia sambil tersenyum tipis. 

Apa yang Adiyaksa katakan ini bukanlah bualan semata demi membuat Rianti iri atau menyingkir dari hidupnya, melainkan sebuah kejujuran hatinya yang baru ia sampaikan pada Cintia, sang pujaan hati. 

"Kami memang baru menjalin hubungan, tapi saya yakin dengan keberhasilan hubungan kita."

"Karena aku akan memaksa apapun yang terjadi agar Cintia tetap menjadi istriku," lanjut Adiyaksa dalam hati. 

Cintia yang baru saja mendengar ucapan Adiyaksa pun sempat terpaku sejenak lalu menatap mata laki-laki itu. Terlihat meyakinkan memang, tapi sayangnya tidak cukup untuk membuat Cintia percaya. 

"Meski aku gak percaya, tapi cukuplah buat bikin si ulat itu menjauh dari hadapan mas Adi. Apalagi kalau si ulat jadi tahu diri dan gak centil ke calon suami orang lagi," batin Cintia tertawa kemenangan. 

Tak lama dari keterpakuan mereka, pelayan mulai mengantarkan pesanan Cintia yang dengan senang hati diterima oleh wanita itu. Mengabaikan hama yang ada di depannya, Cintia mulai melahap makanannya. 

"Kenapa sayang?" tanya Cintia dengan sangat lembut. Bahkan Adiyaksa dibuat meremang hanya karena suara Cintia yang begitu manis masuk ke dalam telinganya. 

"Kamu lapar lagi? Hm?" Adiyaksa meneguk salivanya kasar saat Cintia terus bersikap manis dengannya. Rasanya ingin sekali dia berteriak di hadapan semua orang kalau di terpikat yang kesekian kalinya pada Cintia. 

"Mas," panggil Cintia lagi saat tak mendapat jawaban dari Adiyaksa. 

Adiyaksa yang akhirnya tersadar dengn segala lamunannya pun memilih untuk mengangguk. Dia hanya ingin terus melihat sampai mana Cintia bersikap mnsi padanya, meski perutnya terasa sangat penuh saat dimasuki makanan. Adiyksa tidak peduli. Karena Adiyaksa jauh lebih takut kalau sandiwara Cintia berhenti begitu saja saat dia menolak makanan Cintia. 

Adiyaksa bergegas membuka mulutnya saat Cintia mengarahkan garpunya untuk menyuap ke arah Adiyksa. Hanya spagehti beberapa helai saja tidak akan masalah, pikirnya. 

Bukan hanya itu, Cintia bahkan mengusap ujung bibir Adiyaksa menggunakan jarinya saat ada noda makan di ujung bibir. Sungguh manis dan Adiyaksa akan membalas sikap wanita pujaanya yang sudah memancing dengan sesuka hati. 

Perlahan Adiyaksa mendekatkan bibirnya ke arah telinga Cintia sambil menampilkan seringai liciknya. "Mas suka diusap pakai jari adek. Sini sayang," bisik Adiyaksa sambil meraih ujung jari Cintia untuk ia kecup kilat. 

Sontak saja hal itu semakin membuat Rianti panas dingin, emosinya memuncak serta ingin membalas Cintia dengan kasar. Sayangnya dia tidak mungkin melakukan itu di depan Adiyaksa. 

Dengan napas memburu Rianti beranjak berdiri. Bahkan suara dari kursi pun terdengar jelas dan keras. "Saya permisi."