Chereads / Miss Ting Ting & Crazy Duda / Chapter 22 - Sebuah Rencana

Chapter 22 - Sebuah Rencana

Masih dengan air mata yang terus menetes, Cintia terus berpikir, apakah dia akan tetap mengatakan apa yang terjadi hari ini atau tidak. Terlebih Bagas juga bersahabat dengan Adiyaksa. Jadi pastinya akan sia-sia saja, karena Bagas akan jelas memihak Adiyaksa. Tapi … menurut Cintia, apa yang dilakukan Adiyaksa juga salah. 

"Aku harus gimana" raungnya sambil menyeka air mata yang mengganggu penglihatannya. 

Bagas sendiri hanya bisa terperangah menatap adiknya. Merasa tidak menyangka kalau adiknya justru akan meraung keras dan membuatnya semakin pusing. Pasalnya suasana hati Cintia akan sulit kembali setelah menangis, apalagi kali ini disertai raungan. "Y-ya cerita coba sama mas, kamu kenapa? Ada apa? Biar mas bantu solusinya."

"N-nanti ma-mas marah," ucap Cintia dengan terbata. Bahkan Bagas dibuat meringis saat melihat Cintia yang membersihkan cairan hidungnya. Bukan masalah kalau hanya membersihkan dengan cara normal, tapi … Bagas sampai mendengar keluarnya cairan itu. Sungguh Bagas rasanya ingin memaki adiknya saat itu juga. 

"Tuh kan, mas diam aja. Pasti marah kan! iya kan?!" desak Cintia. Wajah berkulit putih yang selalu bersinar itu kini sudah berubah menjadi merah, mata sembab, juga suara yang sengau. 

"Gak kok, gak! Mas gak marah. Tapi ya cerita dong sama mas ya," rayu Bagas setelah sadar dari rasa geli saat menatap adiknya. Bahkan raut penuh tak percaya atas sikap jorok sang adik juga sirna sudah, tergantikan dengan senyuman manis yang Bagas buat se-alami mungkin. 

Cintia yang mendengar ucapan sang kakak, tidak begitu mudahnya langsung percaya. Melainkan mengamati raut muka Bagas, mencoba mencari kebohongan dari sang kakak yang selalu terlihat dari raut mukanya. Raut muka yang diam saja sudah sangat terlihat kalau laki-laki itu sedang meremehkan orang lain. Tapi … memang tidak ada raut penuh candaan di dalam wajah Bagas. 

Cintia menganggukan kepalanya. Wanita itu masih mengatur napasnya untuk bisa bicara dengan Bagas. Setidaknya hidungnya merasa tidak tersumbat dan dia juga tidak terlihat begitu memalukan. 

"Nangis, boleh. Malu-maluin, jangan!" batin Cintia dengan tangan yang sibuk menyeka air mata di pipi dan menarik cairan hidungnya untuk cepat keluar. 

"Ehm…," dehamnya sambil mengatur posisi duduknya. Tidak ada lagi Cintia yang meraung keras karena patah hati, tapi hanya ada Cintia seorang wanita yang selalu bersikap elegan. 

"Sahabat mas itu ngeselin tahu gak! Dia itu ya suka baget mempermainkan aku! Masa tadi dia cuekin aku mas. Dia bilang kalau aku harus mikir, hubungan aku sama dia mau dibawa kemana! Ya dibawa kemana aja lah, dibilang jalanin aja dulu kok bisa-bisanya minta aku memastikan hubungan!" ketus Cintia sambil melipat lengannya di depan dada. Bahkan wajah yang tadinya terlihat sedih kini kembali terlihat angkuh. 

"Aku itu ya mas, padahal gak ngapa-ngapain loh ke dia. Mbok ya jadi laki itu jangan ngambekan gitu lo! Memang dia siapa? Emang dia pikir aku gak bisa ngambek juga? Aku gak bisa ngerasa sedih juga?! Kan keterlaluan mas." Cintia masih terus mengungkapkan keluh kesah di dalam hatinya. Bahkan napas wanita itu sudah tersengal karena mulutnya yang tak memiliki jeda saat berbicara. 

Bagas hanya menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya perlahan. Pasalnya dia bingung harus menanggapi seperti apa. Bukan dia tidak memercayai adiknya sendiri, tapi kan kenyataanya memang apa yang dilakukan Adiyaksa sepertinya sudah benar, pikir Bagas. 

Laki-laki itu juga hanya menggaruk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal itu, lalu meneguk air mineral milik Cintia yang masih tersisa setengah. 

Bagas sontak menganggukan kepalanya setuju saat mendapati lirikan mata tajam sang adik. Bahkan raut muka Bagas yang sejak tadi menyalahkan Cintia itu hilang, tergantikan dengan raut muka sedang berpikir keras. "Memang kalian kenapa awalnya? Kok sampai bicara kayak gitu? Terus setelah Adiyaksa tanya kejelasan hubungan kalian, kamu bilang apa ke dia?" tanya Bagas dengan hati-hati. 

Dalam hati Bagas terus merapalkan doa jangan sampai dia melakukan hal ceroboh yang membuat adiknya bisa berubah menjadi singa betina. 

Cintia yang melihat kakaknya sudah jauh lebih bisa menerima tangisannya pun, akhirnya menceritakan segala cerita yang dia alami bersama Adiyaksa siang ini. Bahkan saat Adiyaksa pergi begitu saja, Cintia juga menceritakannya. 

"Mas gak akan belain dia kan?" Cintia memicingkan matanya ke arah Bagas. Sedangkan laki-laki yang di tatap jelas saja, sangat bingung untuk menjawabnya. Bagas terlalu bingung untuk memihak sahabatnya atau adiknya sendiri.

"Oke, gini aja. Mas kasih kamu cara buat bikin Adiyaksa luluh sama kamu. Ya setidaknya dia akan ajak kamu bicara lebih dulu. Gimana?" tawar Bagas sambil beranjak berdiri dari hadapan Cintia. Laki-laki itu berjalan ke arah kulkas dan mengeluarkan beberapa yogurt untuk dia dan sang adik. "Nih, makan dulu," lanjutnya sambil menyerahkan satu bungkus yogurt. 

"Cara apa memang?" Cintia membuka tutup yogurt lalu mulai memakannya. 

"Kamu dateng aja ke kantornya, kamu baik-baikin dia. Bawain makan atau bawain kue. Kan kamu pinter tuh bikin kue sama masak."

"Masalahnya …." Bagas menghentikan ucapannya sesaat. Membiarkan Cintia menatapnya dengan penuh tanda tanya. Bagas memang sengaja melakukan hal itu, karena bagi Bagas, Cintia sangat lucu saat ia goda kapanpun. 

Bagas berusaha menahan tawanya saat Cintia memberikan kode untuk segera melanjutkan perkataanya, bahkan Cintia juga dengan cepat menghabiskan yogurt-nya, lalu duduk menghadap Bagas sepenuhnya. 

"Soalnya mas takut Adi digodain banyak cewek dek. Kamu tau kan kalau Adi itu ganteng, berkarisma, duda, kaya. Pasti dong diincar banyak cewek? Apalagi ini ya dek, cewek yang baru belasan tahun aja, juga ada yang ngejar dia." Bagas benar-benar membuat raut mukanya menjadi lebih meyakinkan. Kali ini dia tidak berbohong, karena begitulah kenyataanya. Adiyaksa memang sudah seperti ikan segar yang diincar banyak perempuan. 

Cintia yang sejak tadi menganggukan kepala karena setuju dengan ucapan kakaknya itu, sontak terdiam saat mendengar bahwa banyak wanita yang mengejar calon suaminya. Raut muka Cintia pun juga kembali muram jika memikirkan segala kemungkinan buruk sampai terjadi. "Apalah aku kalau dibanding perempuan belasan tahun! Ya udah kayak expired lah!" umpat Cintia dalam hati. 

Jelas tidak mungkin Cintia mengatakannya di depan Bagas. Kakaknya itu tidak akan bersikap simpati tapi justru menertawakan dia sampai perutnya kaku. Jelas saja Cintia tidak mau. 

"Tapi … Kalau si duda seksi di buat terpikat sama cewek lain gimana? Aku gimana?" Cintia mendengus keras tanpa sadar. Bahkan sangat terlihat kalau wanita itu memang sedang asik dengan lamunannya. 

"Yaudah, aku jalanin saran mas ya. Tapi kalau sampai gagal gimana? Kalau sampai dia justru terpikat sama cewek lain gimana? Ya bukan salah aku dong ya, berarti salah dia yang ternyata buaya. Gak bisa lihat cewek cantik sedikit aja, langsung janjinya dilupain semua." Cintia kembali menatap angkuh ke arah Bagas.